Kisah Inspirasi dari Petenis Nomor Satu Dunia “Beginilah Seharusnya Makna Syukur”
Jika hari ini kamu merasa begitu nelangsa, cobalah ingat hari -hari kemarin ketika rasa bahagia datang mengguyurmu. Padahal, kebahagiaan yang pernah kamu rasakan itu, hingga kini masih menjadi angan -angan bagi banyak orang. Ya, kenapa harus memilih untuk mengeluh saat masih banyak hal untuk disyukuri?
Rasa syukur seringkali jadi kata yang mudah terucap, tapi sulit untuk benar -benar diresapi dalam hati. Banyak orang yang mengeluhkan keadaan sehingga lupa untuk bersyukur. Meski hari ini terasa begitu berat dan penuh cobaan, tapi jangan pernah lupa bahwa kehidupan itu sendiri pun patut untuk disyukuri.
Berbicara tentang rasa syukur, sepertinya patut bila kita menengok kisah inspirasi dari seorang petenis nomor satu dunia, Arthur Ashe. Cerita kehidupan dan pemikirannya tentang rasa syukur memang begitu inspiratif.
Syukur Tak Berarti Semua Hal Harus Berjalan Baik
Para pecinta olahraga tenis, Anda mungkin mengenal nama Arthur Ashe. Dia adalah seorang petenis lawas yang lahir di Richmond, Virginia, Amerika Serikat, tepatnya pada tanggal 10 Juli 1943. Ia bukan seorang yang selalu mendapatkan hal baik sejak kecil. Ketika usianya masih 6 tahun saja, ibunya sudah meninggalkan dunia untuk selamanya.
Namun, penderitaan ini tak lantas membuat Arthur jadi seorang yang hidup tanpa semangat. Ia adalah seorang pecinta tenis. Karenanya, ia pun gigih untuk mempertahankan apa yang ia senangi ini. Beruntung, setelah lulus SMA, Arthur meraih beasiswa tenis dari University of California.
Tentu saja hal ini membuatnya jadi lebih semangat. Toh, ia mendapatkan suatu kebaikan yang luar biasa baginya. Bahkan, ia pun sukses meraih gelar juara tenis tingkat universitas di tahun 1965. Kemudian di tahun 1969, ia kembali dianugrahi kemenangan dalam kejuaraan tenis US Open. Kemenangan ini juga berarti bahwa ia sukses mengantarkan Amerika merebut Piala Davis.
Sayangnya, Arthur Ashe yang merupakan seorang kulit hitam harus menelan pil pahit karena dilarang mengikuti turnamen di Afrika Selatan. Sebabnya, hanya karena ia berkulit hitam. Kala itu Afrika Selatan memang masih dilanda krisis rasisme yang parah.
Meski ditolak mengikuti turnamen di Afrika Selatan, tapi ia sukses memenangkan turnamen Wimbledon. Ia pun berhasil menyabet posisi petenis nomor satu dunia sepanjang tahun itu. Luar biasa bukan, berkah yang diterima oleh Arthur Lewis. Tentu saja semua keberkahan ini patut ia syukuri. Ia adalah seorang petenis dunia nomor wahid. Siapa pun yang berada di posisinya, tentu akan merasa begitu beruntung dan bersyukur.
Merasa puas dengan pencapaiannya, di tahun 1980, Arthur memutuskan untuk pensiun dari dunia tenis. Kemudian ia masuk Tennis Hall of Fame di tahun 1985. Semua anugerah dalam hidupnya ini sunggu luar biasa. Ia sukses secara materi, populer dan memiliki banyak penggemar.
Baca juga: Elvis Presley- Rasa Malu Tidak Menjadi Hambatan untuk Meraih Cita-Cita
Bukan karena Absennya Masalah
Sayang, di tahun 1988, Arthur divonis menderita AIDS. Penyakit AIDS ini ia dapatkan dari transfusi darah ketika ia menjalani pembedahan untuk mengobati penyakit di hatinya. Tentu saja AIDS membuat Arthur harus melewati masa -masa yang begitu sulit dan berat.
Beruntungnya, Arthur yang memang populer mendapatkan banyak dukungan dan simpati dari para penggemarnya di seluruh dunia. Banyak dari penggemarnya yang mengirimkan surat berisi hal -hal positif untuk menyemangati Arthur Ashe.
Dari sekian banyak surat, ada sebuah surat yang begitu menarik perhatiannya. Isi surat itu adalah “Mengapa Tuhan memberikanmu penyakit seburuk ini?” Tentu saja maksud dari surat ini adalah hal baik dan bertujuan untuk memotivasi Arthur. Akan tetapi, apakah Arthur setuju dengan isi surat tersebut?
Arthur justru membalas surat itu dengan “Di dunia ini, ada 50 juta anak -anak yang pernah belajar tenis. 5 juta orang belajar tenis secara rutin. 500.000 orang belajar tenis secara professional. 50.000 orang mengikuti pertandingan tenis. 5.000 orang di antaranya sukses ke Grand Slam. 50 orang lagi berhasil ke Wimbledon. 4 orang sukses hingga ke semi final. 2 orang berhasil ke babak final. Dan hanya satu orang yang bisa menjadi juara.”
Ketika saya merayakan kemenangan dan memegang piala Wimbledon, saya tidak pernah bertanya kepada Tuhan ‘Mengapa saya?’ dan hari ini Tuhan memberikan takdir ini pada saya, apakah pantas saya bertanya kepada Tuhan, ‘Mengapa saya?’”.
Lupa bersyukur
Kenyataannya, banyak orang yang lupa bersyukur atas nikmat yang ia terima. Banyak pula orang yang merasa membenci Tuhan saat ia diberi musibah. Pernahkah kamu mendengar banyak orang yang mengeluhkan “Ya Tuhan, kenapa kau berikan hamba cobaan seperti ini?” ataukah “Ya Tuhan, kenapa saya yang harus mengalami musibah ini?” atau “Apa dosa hamba sehingga harus mengalami semua musibah ini?”
Kalimat -kalimat seperti ini kerap sekali terlontar ketika seseorang menghadapi musibah. Pantaskah kita mengucapkannya sementara masih banyak hal yang kita terima patut untuk disyukuri?
Dari apa yang kita dapatkan, kita dapat menjalani hidup. Dari apa yang kita berikan, kita memberikan kehidupan. - Arthur Ashe, Juara Tenis Wimbledon.