Sistem Ekonomi Syariah: Pengertian hingga Kritik

Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Kiranya hal ini yang turut menyebabkan prinsip - prinsip keislaman tumbuh subur di Indonesia, termasuk prinsip ekonomi islam atau yang sering dikenal sebagai ekonomi syariah. Tanpa bermaksud menonjolkan sisi agama, berikut akan disajikan mengenai pembahasan sistem ekonomi syariah sebagai kajian keilmuan.

Sistem Ekonomi Syariah: Pengertian hingga Kritik

Pengertian Ekonomi Syariah

Ekonomi Islam dewasa ini mengalami perkembangan cukup pesat hingga ke tingkat diskursus. Gagasan ekonomi Islam sebagai diskursus telah berkembang di tingkat nasional Indonesia, kawasan Asia Tenggara juga di tingkat internasional. Namun, penyebutan ekonomi Islam lebih sering digantikan sebagai ekonomi Syariah dan oleh para pemikir barat disebut sebagai Ekonomi Hukum (Legal Economics).

Sebutan Legal Economics ini dilandasi oleh prinsip-prinsip yang menonjol dalam sistem ekonomi syariah dalam hal pilar - pilar hukumnya. Para pengamat Barat beranggapan bahwa kekuatan dari sistem ekonomi ini, terletak pada azas-azas prudensialitas dalam industri keuangan, khususnya perbankan. Hal ini pula yang membuat sistem beserta produk-produk dalam ekonomi syariah diminati oleh investor Barat.

Sekalipun masih menggunakan basis agama, tapi Nienhaus dari Malburg University Jerman menilai bahwa Ekonomi Syari’ah tidak menjadi penghambat pembangunan. Ini lantaran prinsip-prinsip dalam ekonomi syariah dianggap sejalan dengan azas-azas kebebasan ekonomi, seperti dalam sistem pasar sosial Jerman.

Adapun pengertian ekonomi syariah menurut Hasanuz Zaman, adalah suatu pengetahuan yang berkaitan dengan penerapan perintah - perintah (injuctions) dan tata cara (rules) yang ditetapkan syari’ah, guna mencegah ketidakadilan dalam rangka penggalian dan penggunaan sumber daya material yang difungsikan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang memungkinkan untuk memenuhi kewajiban kepada Allah dan masyarakat” (Rahardjo, 2017:4).

Urgensi Kajian Ekonomi Syariah

Ada dua sistem ekonomi dunia yang paling populer selama ini, yakni sistem ekonomi sosialis dan sistem ekonomi kapitalis. Kedua sistem ekonomi ini pada dasarnya memuat ide yang saling bertentangan. Masing-masing memiliki ciri khasnya sendiri. Bila dibandingkan dengan kedua sistem ekonomi besar ini, sistem ekonomi syariah juga memiliki ciri khas tersendiri.

Adapun perbedaan mendasar dari ketiga sistem ini dapat dilihat dari sisi paradigma, dasar dan filosofi yang digunakan, seperti berikut :

Sistem Ekonomi Sosialis

# paradigma : marxis

# dasar : kepemilikan umum yang ditujukan untuk produksi bersama.

# filosofi : sosialis

Sistem ekonomi kapitalis

# paradigma : pasar

# dasar : manusia sebagai makhluk ekonomi

# filosofi : individualisme

Sistem ekonomi syariah

# paradigma : syariah

# dasar : muslim

# filosofi : tauhid

Ketiga sistem ekonomi ini memiliki memiliki perbedaan mendasar. Untuk dua sistem ekonomi pertama, kajiannya telah banyak dilakukan dan dipelajari. Sedangkan sistem ekonomi syariah terhitung masih sedikit dipelajari secara global. Akan tetapi, fenomena empiris menunjukkan adanya aktualisasi dan kontekstualisasi dari ekonomi syariah di masyarakat yang semakin ramai.

Hal inilah yang kemudian menuntut adanya kajian keilmuan normatif yang dapat dikaji secara lebih mendalam dan aplikatif. Untuk itu, dibutuhkan studi di bidang ekonomi mengenai ekonomi model syariah ini. Kebutuhan akan studi tersebut dirasa mendesak karena beberapa alasan.

Alasan pertama adalah dari aspek sistem, ketika perkembangan ekonomi Islam terjadi semakin ramai ketika hegemoni sistem kapitalis telah mempengaruhi hampir seluruh aktivitas ekonomi publik. Alasan kedua, dari aspek opini publik, banyak ditemukan kesalahpahaman

masyarakat muslim yang berasumsi bahwa sistem ekonomi Islam hanya sistem ekonomi konvensional yang sekedar dilabeli dengan nama lain sembari sedikit dipoles sehingga tampak islami. Alasan ketiga, dari aspek political will, terdapat beragam regulasi yang telah dilakukan terkait sistem ekonomi Islam seperti di Indonesia.

Pengembangan studi ekonomi Islam banyak didasarkan pada asumsi bahwa persoalan ekonomi bersifat kompleks atau multi-dimensional, sehingga diperlukan pendekatan antar disiplin. Pendekatan ini khususnya diperlukan antara disiplin ilmu-ilmu keagamaan tradisional dan ilmu pengetahuan umum multi-disiplin.

Pemikiran bahwa ekonomi syariah bersifat kompleks dan multi-dimensional ini juga memunculkan tiga kebutuhan mendasar akan kajian ekonomi syariah. Pertama adalah kebutuhan stream-lining atau penggaris bawah dari berbagai penemuan yang dinilai paling mendekati kebenaran.

Kedua, adalah untuk memenuhi kebutuhan restrukturisasi yang konsisten dan koheren. Dan yang ketiga adalah dibutuhkannya integrasi untuk membentuk kekuatan dan keunggulan dalam aplikasi (Rahardjo, 2017: 1).

Regulasi terkait ekonomi syariah di Indonesia

Awal perkembangan ekonomi syariah di Indonesia ditandai dari berbagai regulasi pemerintah yang dikaitkan dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah. Adapun beberapa undang-undang atau peraturan hukum terkait implementasi ekonomi syariah di Indonesia, seperti :

  • Di bidang perbankan, diberlakukannya UU Nomor 10 Tahun 1998 pengganti UU No 7 Tahun 1992 dan UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang di dalamnya membuka peluang bisnis berupa Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah nonbank.
  • Di bidang fiskal, diberlakukannya UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan KMA Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang dengan ini membuat seseorang yang telah membayar zakat sebesar 2,5 persen dapat mengurangi kewajiban pembayaran pajaknya.
  • Di bidang peradilan, diberlakukannya UU No. 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama dengan kewenangan kompetensi yang bertambah untuk menyelesaikan kasus-kasus yang terkait bisnis syariah (Dahlan, 2008 : 1).

Dengan adanya ketiga regulasi terkait ekonomi syariah ini, dapat dilihat secara lebih tegas bahwa ekonomi syariah di Indonesia telah banyak diimplementasikan sehingga studi mengenai sistem ini menjadi hal yang urgen.

Kebutuhan akan studi ekonomi Islam dikarenakan tujuan untuk memberikan penguatan terhadap sistem yang telah berjalan sehingga menjadi lebih baik dan sekaligus guna mengklarifikasi bahwa sistem ekonomi yang dijalankan tidak melenceng dari asas-asas normatif.

Sejarah Perkembangan Ekonomi Syariah

Selama berabad-abad sejak masa renaissance, dunia didominasi dengan pertarungan sengit antara sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Kedua sistem ekonomi ini berkembang dengan landasan pemikiran para ahli ekonomi barat atau Eropa. Namun, di antara kedua sistem ekonomi ini di berbagai negara, tidak ada yang pernah mencapai keberhasilan sempurna dalam implementasinya.

Sistem ekonomi sosialis mengalami kehancuran telak dengan ditandai bubarnya Uni Soviet pada tahun 1990-an. Kehancuran sosialisme ini menjadikan sistem kapitalis naik daun dan dielu-elukan sebagai satu-satunya sistem ekonomi sukses. Nyatanya, sistem ekonomi kapitalis kemudian juga membawa dampak negatif, seperti ketimpangan ekonomi satu negara dengan negara lainnya.

Joseph E. Stiglitz (2006) bahkan menyatakan bahwa kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an disebabkan oleh keserakahan yang merasuk dalam sendi-sendi ajaran kapitalisme. Sistem kapitalisme yang dianggap memiliki banyak kelemahan memicu timbulnya pemikiran-pemikiran baru dalam mencari sistem ekonomi yang paling ideal.

Pemikiran baru terkait sistem ekonomi ini banyak terjadi di wilayah negara-negara muslim atau di negara dengan jumlah penduduk muslim yang tinggi. Karenanya, gagasan untuk memperkokoh ajaran ekonomi Islam semakin ramai dicetuskan. Para pemikir muslim ini banyak yang berupaya merumuskan serta mewujudkan sistem ekonomi dengan dasar Al-quran dan Hadist, yang disebut sistem ekonomi Syariah.

Sistem ekonomi syariah dianggap sebagai sistem yang terbukti berhasil mengantarkan umat muslim di masa Rasulullah mampu memiliki ekonomi yang meningkat dan kuat di Jazirah Arab. Berkaca dari hal tersebut, maka sistem ekonomi syariah menjadi semakin dipopulerkan dan berusaha untuk terus dikaji serta dikembangkan dalam konsep yang lebih aplikatif dan sesuai dengan pemikiran ilmiah.

Pada akhir dasa warsa 1960-an, ide-ide tentang sistem ekonomi syariah banyak dikembangkan oleh para ekonom Muslim yang banyak dididik dan dilatih di perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serikat dan Eropa. Mereka mencoba untuk mengembangkan aspek-aspek tertentu yang ada dalam sistem moneter Islam.

Analisis ekonomi dilakukan terhadap larangan riba (bunga), hingga kemudian diajukan gagasan alternatif perbankan yang tidak berbasis bunga. Untuk mempopulerkan ide ini, digelarkan serangkaian konferensi dan berbagai seminar internasional dengan tema ekonomi dan keuangan Islam. Mereka mengundang para pakar, ulama, ekonom, baik yang berasal dari muslim maupun non-muslim.

Konferensi internasional pertama tentang ekonomi Islam ini diselenggarakan di Makkah al-Mukarromah tahun 1976. Lalu konferensi serupa diadakan mengenai Islam dan Tata Ekonomi Internasional di London tahun 1977.

Kemudian, digelar lagi dua seminar mengenai Ekonomi Moneter dan Fiskal dalam Islam yang dilakukan di Makkah tahun 1978 dan di Islamabad tahun 1981. Berikutnya, diadakan lagi konferensi tentang Perbankan Islam dan Strategi kerja sama ekonomi di Baden-Baden, Jerman tahun 1982. Lalu, diadakan juga Konferensi Internasional Kedua tentang Ekonomi Islam di Islamabad tahun 1983.

Mengiringi berbagai seminar dan konferensi internasional terkait ekonomi Islam ini, diterbitkan pula belasan buku dan monograf yang didalamnya memuat gambaran secara lebih terang terkait Ekonomi Islam, baik dalam segi teori maupun prakteknya.

Khurshid Ahmad menjelaskan tentang kontribusi dari konferensi tersebut berupa dihasilkannya laporan yang dikeluarkan Dewan Ideologi Islam Pakistan mengenai penghapusan riba dari ekonomi. Melalui laporan ini, tidak saja dijelaskan mengenai hukum bunga bank yang dinyatakan haram secara tegas, melainkan juga menjadi pedoman mengenai cara menghapuskan riba dari perekonomian (Rivai& Buchari, 2009: 272).

Sejak masa-masa tersebutlah, sistem ekonomi syariah kemudian banyak berkembang. Banyak pemikir ekonomi, muslim maupun nonmuslim, mulai mempelajari tentang bagaimana penerapan sistem ekonomi syariah ini, dan mengulas keunggulan serta kelemahannya.

Landasan Ekonomi Syariah

Penerapan sistem ekonomi Islam atau sistem ekonomi syariah bertumpu pada empat pilar landasan. Adapun landasan ekonomi syariah tersebut meliputi :

1# Nilai Dasar

Nilai dasar ekonomi syariah terdiri dari hakikat kepemilikan, keseimbangan ragam aspek dalam diri manusia, serta keadilan antarsesama umat manusia.

2# Nilai Instrumental

Nilai instrumental dalam ekonomi syariah terdiri dari kewajiban zakat, larangan riba, kerjasama (syirkah) ekonomi, jaminan sosial, dan peranan negara.

3# Nilai Filosofis

Nilai filosofis ini berarti ekonomi syariah bersifat terikat pada nilai dan dinamis.

4# Nilai Normatif

Nilai normatif berarti sistem ekonomi syariah menggunakan dasar berupa : Qur’an-Hadis, ijtihad ulama, akidah, syari’ah, dan akhlak. (Dahlan, 2008: 130).

Pembangunan sistem ekonomi Islam memiliki tujuan utama untuk menciptakan keadilan sosio ekonomi dan distribusi kekayaan serta pendapatan bagi rakyat. Implementasi dari sistem ekonomi syariah oleh umat atau negara muslim harus dapat mengakomodir norma-norma Islam ini ke dalam perilaku dan kegiatan ekonominya.

Pada tataran makro ekonomi, regulasi-regulasi yang dibuat oleh negara-negara muslim ini harus mengarah kepada kebijakan-kebijakan dengan acuan : “yang penting” (necessary) dan “tidak penting” (unnecessary) dengan membagi semua barang dan jasa dalam tiga kategori, yakni: kebutuhan, kemewahan, dan perantara (intermediates).

Sedangkan dalam tataran mikro ekonomi, setiap muslim harus mampu mengimplementasikan jasa-jasa berdasarkan nilai-nilai Islam, seperti barang pokok (dharûriyyat), kecukupan (hâjiyat), dan keindahan (tahsîniyyat).

Adanya regulasi pemerintah yang dipadukan dengan kontribusi dari setiap muslim dalam kebijakan pribadinya, maka ajaran Islam dapat menciptakan keadilan dan pemerataan.

Prinsip Dasar Ekonomi Syariah

Dasar sistem ekonomi syariah berbeda dengan sistem ekonomi konvensional yang berprinsip “modal seminimal mungkin, demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.” Sebaliknya, pada sistem ekonomi syariah, prinsip yang digunakan adalah keseimbangan, yakni modal besar untung besar, modal kecil untung kecil (Rianto Sofiyan: 2009).

Dalam sistem ekonomi syariah, konsep yang diusung adalah silaturahim (kasih-sayang). Artinya, sayangilah makhluk yang ada di bumi ini, maka makhluk yang ada di langit akan menyanyangimu (alHadis).

Para ilmuwan muslim banyak yang mencoba menguraikan prinsip-prinsip dasar ekonomi syariah.  Dalam Imamudin Yulaidi, Chapra mengemukakan tiga prinsip dasar dalam ekonomi syariah, berupa : Tauhid (keimanan), tanggung jawab (Khilafah), dan (al-Adl).

Prinsip tauhid adalah pondasi utama dari ketiga prinsip dasar ini. Prinsip tersebut merefleksikan bahwa pemilik dan penguasa tunggal jagat raya adalah Tuhan Pencipta dan Pemelihara, dan umat muslim wajib mengakuinya lewat pembenaran dengan hati. Prinsip tauhid inilah yang menjadi dasar dari pemikiran Khilafah dan al-Adl.

Mereka yang memegang prinsip tauhid ini akan merefleksikan perilaku adil dan jauh dari dusta ketika bekerjasama dalam berbagai hal apa pun. Ini karena dalam sistem ekonomi syariah, akad yang dilakukan tidak sekedar diucap dalam lisan, melainkan lahir dari dasar hati dengan kebutuhan perwujudan dalam tindakan atau komitmen.

Konsep khilafah direfleksikan dalam perilaku adil dan jujur. Orientasi dari prinsip ini adalah upaya untuk memenuhi kepentingan bersama dan kesejahtraan bersama. Kemudian kemaslahatan bersama ini akan dibangun pula dengan prinsip tauhid, yakni pengelolaan bumi dan isinya pada akhirnya akan diminta pertanggung jawabannya.

Sedangkan prinsip Al-Adl dalam konteks ekonomi syariah, adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup, menghargai sumber pendapatan, distribusi pendapatan, dan juga kesejahteraan yang merata secara proporsional.

Ilmu ekonomi Islam yang berkembang sekarang ini merupakan suatu sistem yang terwujud dalam sistem yang aplikatif. Sistem ekonomi ini berkembang sebagai aktualisasi dari fiqh muamalah, pengembangan, dan sekaligus sebagai suatu eksperimental dari proses disiplin ilmu.

Ekonomi Islam dalam model moral pasar sosial didasarkan pada tiga kelompok nilai. Dari tiga kelompok nilai ini dilahirkan tiga doktrin. Doktrin tersebut meliputi :

  • Doktrin kebebasan yang bertanggung-jawab (respoinsible freedom).
  • Doktrin pertukaran yang berkeadilan (fair exchange atau fair trade).
  • Doktrin kesejahteraan sosial (social welfare).

Jika dikaitkan dengan prinsip ekonomi syariah murni, doktrin kebebasan yang bertanggung jawab muncul dari kelompok nilai pertama yang berkaitan erat dengan muatan nilai dalam khilafah, amanah dan ta‟aruf.

Hal ini memunculkan doktrin kebebasan yang bertanggung-jawab atau berupa kebebasan yang dikendalikan oleh nilai-nilai moral yang otonom, seperti yang dapat diberlakukan dalam bidang produksi.

Lalu pada kelompok nilai kedua, memunculkan doktrin pertukaran yang adil. Sedangkan pada kelompok nilai ketiga memunculkan doktrin keadilan distribusi. Dari ketiga doktrin yang dilahirkan ketiga kelompok nilai inilah, terbentuk sistem pasar moral sosial Isam.

Adapun prinsip-prinsip ekonomi yang dilahirkan dari kesemua nilai-nilai fundamental tersebut, meliputi :

  1. Hak milik berfungsi sosial.
  2. Tanggung-jawab moral.
  3. Toleransi dalam kemajemukan.
  4. Komunikasi deliberatif atau demokrasi musyawarah.
  5. Solidaritas sosial.
  6. Usaha bersama dalam kekeluargaan
  7. Keseimbangan.
  8. Pertengahan atau moderasi.
  9. Keadilan distributif.

Aplikasi Ekonomi Syariah

Ekonomi syariah sudah banyak diaplikasikan dalam kegiatan perekonomian dewasa ini, termasuk di Indonesia. Ada beberapa bentuk aplikasi ekonomi syariah yang telah banyak diimplementasikan, seperti:

# Produk Perbankan/ Lembaga Keuangan Syariah Non Bank

Saat ini sudah banyak produk perbankan atau lembaga keuangan syariah nonbank murni yang diterapkan dalam masyarakat. Produk ini banyak merujuk pada sistem dan nilai-nilai Islam (fiqh muamalah). Apa yang diaplikasikan dalam produk-produk ini merupakan bentuk ajaran normatif yang terdapat di dalam fiqh Islam, dan tidak pernah ditemukan dalam ekonomi konvensional.

Adapun aplikasi ekonomi syariah ini paling banyak diterapkan di lingkungan keuangan dan perbankan. Dalam lingkungan keuangan dan perbankan ini pun telah dilahirkan 4 prinsip pengelolaan keuangan Islam, yang di dalamnya meliputi ketentuan larangan terkait :

  1. maisir atau perjudian,
  2. gharar atau spekulasi,
  3. riba atau bunga uang,
  4. haram atau berdosa.

Keempat prinsip ini menjadi asas prudensialitas keuangan dan perbankan syariah. Keuangan Islam berkembang sebagai sebuah industri yang telah melahirkan berbagai produk penghimpunan dana dan pembiayaan.

# Ekonomi Mikro dengan muatan etis religius

Aktivitas ekonomi dalam ekonomi mikro Islam memuat muatan etis-religius. Hal ini seperti aplikasi dalam teori konsumsi konvensional, yang pemenuhan kebutuhan hanya atas pertimbangan bugdet-line dan utility dikembangkan dengan dilandasi pertimbangan mashlahah.

Artinya, dalam kerangka makro, ekonomi hanya membahas terkait persoalan permintaan agregat dan pengeluaran agregat. Hal ini kemudian dikembangkan dengan memasukkan instrumen zakat sebagai intrumen dalam pendapatan fiskal.

# Penggunaan Uang Dinar

Dalam pasar uang, produksi dan perdagangan uang dinar (uang emas) telah dapat dilakukan. Uang dinar diakui peredarannya dan bisa dijadikan sebagai alat pertukaran, investasi dan tabungan.

# Mudharabah dalam Kerjasama Bisnis

Ekonomi syariah mengenal adanya mudharabah, yang diaplikasikan dalam mudharabah on balance sheet atau mudharabah off balance sheet. Konsep ini dapat dikembangkan di dalam lembaga keuangan syariah.

Konsep ini adalah bentuk pengembangan proses ilmu ekonomi Islam yang mampu melahirkan sistem-sistem baru dari teori mudharabah (murni muamalah), yang disesuaikan dengan pendekatan akuntansi.

# Produk penghimpunan dana

Konsep penghimpunan dana yang berlandaskan pada sistem ekonomi syariah, dihasilkan beberapa produk, yang meliputi :

  1. wadiah atau simpanan rekening koran
  2. hasil penjualan saham syari’ah,
  3. Sukuk atau obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan atau negara
  4. zakat, sadaqah dan infaq.

# Produk pembiayaan

Di bidang pembiayaan yang berlandaskan pada sistem ekonomi syariah telah dikembangkan beberapa produk seperti :

  1. murabahah, pinjaman dengan pembayaran tambahan laba (mark-up) di dalam pembayarannya.
  2. mudharobah atau bagi hasil (revenue sharing)
  3. musyarakah, kerjasama permodalan dengan sistem bagi pendapatan
  4. kord al hasan, pinjaman tanpa tambahan dalam pembayarannya
  5. ijarah atau beli sewa
  6. rahn atau gadai.

Gambaran Umum Diskursus Ekonomi Syari’ah

Adapun konsep utama dari bangunan ekonomi syariah secara umum dapat disimpulkan atau dipahami dalam beberapa poin, sebagai berikut :

1# Ekonomi Syariah adalah pengetahuan mengenai penerapan perintah-perintah dan tata cara yang ditetapkan dalam hukum syariah.

2# Tujuan Ekonomi Syariah adalah untuk : (1) menciptakan keselamatan melalui tindakan-tindakan yang selamat dan menyelamatkan; (2) mencegah ketidakadilan dalam penggalian dan penggunaan sumber daya material; (3) mencapai kesejahteraan material; (4) penerapannya dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang memungkinkan untuk melaksanakan kewajiban kepada Allah dan masyarakat.

3# Tujuan-tujuan syariah yang diaplikasikan melahirkan doktrin kesejahteraan sosial yang terdiri dari prinsip-prinsip pengembangan dan perlindungan terhadap iman atau agama, akal, kehormatan, jiwa, keturunan dan harta atau hak milik.

4# Doktrin kesejahteraan sosial melahirkan beberapa prinsip dalam kegiatan ekonomi, yang meliputi :

4#1 Prinsip menghindarkan diri dari tindakan untung-untungan, atau mengharapkan keuntungan besar pesat, dengan risiko besar,

4#2 prinsip menghindari kegiatan spekulasi, atau mengharapkan keuntungan besar di masa mendatang,

4#3 prinsip menolak transaksi yang memuat unsur eksploitasi pemilik modal terhadap tenaga kerja,

4#4 prinsip perlindungan konsumen dari konsumsi aneka barang yang dilarang, merusak kesehatan dan pemakaian busana yang melanggar larangan agama,

4#5 prinsip pelaksanaan perdagangan dengan cara jujur dan adil, serta menghindari larangan perdagangan curang yang mendatangkan  kerugian pihak lain

4#6 prinsip membantu orang lain agar dapat keluar dari kemiskinan

4#7 prinsip jaminan sosial, yang terutama diberikan pada golongan fakir dan miskin.

Prinsip ekonomi syariah oleh para pemikir Jerman disebut sebagai legal economic dan dianggap sejalan dengan sistem pasar sosial yang berkembang di negara mereka. Namun, untuk dapat melaksanakan pembangunan yang sesuai dengan perspektif ekonomi Islam, diperlukan pula suatu penguatan mentalitas yang berdasarkan pada nilai-nilai moral dan etika.

Kelemahan/ Kritik terhadap Ekonomi Syariah

Seperti halnya sistem ekonomi besar lain, sosialis dan kapitalis yang memiliki kelemahan, sistem ekonomi syariah juga dianggap memiliki kelemahan dalam implementasinya. Kelemahan ini bukan perkara nilai yang terkandung di dalam konsep ekonominya, tetapi lebih pada hambatan dalam implementasinya dalam realitas masyarakat dunia.

Adapun hal-hal yang dianggap sebagai kelemahan dari implementasi sistem ekonomi syariah secara global, meliputi :

# Lambatnya Perkembangan Literatur Ekonomi Islam

Literatur ekonomi Islam banyak berasal dari teks teks arab. Literatur yang dijadikan sebagai rujukan ini tidak banyak mengalamai perkembangan dalam beberapa tahun belakangan. Justru, berbagai literatur ekonomi konvensional bermunculan dan mempengaruhi pandangan masyarakat sehingga masyarakat umum masih banyak terkekang dalam literatur ekonomi konvensional ini.

# Praktek Ekonomi Konvensional yang Lebih Populer

Tidak bisa dipungkiri praktek ekonomi konvensional memiliki popularitas lebih dulu populer dan berkembang secara luas di masyarakat global. Implementasi ekonomi konvensional telah merambah di seluruh aspek kehidupan manusia secara global, baik dari produksi, distribusi sampai konsumsi. Ini membuat sistem ekonomi syariah yang baru kesulitan untuk menggantikan paham ekonomi konvensional.

# Pengetahuan Sejarah tentang Ekonomi Islam yang Minim

Pengetahuan di Eropa abad pertengahan banyak dipengaruhi oleh peradaban Islam. Hanya saja dalam perkembangannya, sejarah masa transformasi abad pertengahan ini tidak banyak dipelajari dan menyisakan informasi bahwa perkembangan sejarah pengetahuan dimulai dari Eropa.

Alhasil, sejarah peradaban dan tokoh pemikir Eropa seperti Adam Smith, Robert Malthus, David Ricardo, JM Keynes jadi lebih populer daripada tokoh Islam pendahulunya seperti Ibnu Ubaid, Ibnu Tamiyah, Ibny Khaldu, Abu Yusuf dan lainnya.

# Pendidikan Masyarakat Masih Mengedepankan Materialisme

Pemahaman masyarakat masih banyak yang mengedepankan nilai-nilai materialisme dan ini menghambat masuknya ide-ide ekonomi syariah yang memiliki dasar berbeda. Seperti misal ketika membutuhkan uang, banyak yang lebih suka mengajukan pinjaman ke rentenir atau jasa peminjaman konvensional yang bersyarat mudah ketimbang di BMT yang memiliki syarat rumit.

# Tidak Adanya Representasi Ideal Negara dengan Sistem Ekonomi Syariah

Pada era sekarang ini, terdapat beberapa negara Islam di Timur Tengah yang menerapkan ajaran Islam sebagai pedoman pemerintahannya. Hanya saja, negara-negara ini masih belum mampu menjalankam sistem ekonomi syariah secara profesional dan ideal.

Hal ini membuat tingkat kesejahteraan negara-negara tersebut tidak berkembang secara ideal sesuai gambaran umum pada sistem ekonomi syariah. Tidak adanya representasi ideal ini membuat sistem ini pun jadi kesulitan berkembang.

# Interpretasi yang kadang berbeda dari ajaran Islam

Ajaran-ajaran yang terkandung di dalam al Qur’an dan Hadis ternyata serng menimbulkan interpretasi berbeda dalam praktiknya. Pengalaman empiris dan pandangan politik terkadang dipahami dalam cara-cara yang berbeda. Misalnya saja, dalam perkara riba yang ditafsirkan sebagai segala macam bunga. Dalam hal bunga, ada yang berasumsi bahwa bunga tidak sepenuhnya riba.

Sjafruddin Prawiranegara misalnya beranggapan bahwa bunga dengan suku bunga rendah dan tidak mengandung unsur keterpaksaan tidak bisa disebut riba, melainkan interest. Sedangkan pada laba perdagangan yang curang dan mengandung unsur keterpaksaan seperti siasat penimbunan, ini justru bisa disebut riba juga.

Demikianlah uraian pembahasan mengenai sistem ekonomi syariah. Kita telah mengulas mengenai pengertian, landasan, prinsip di dalamnya, regulasi terkait, aplikasi sistem ekonomi syariah serta kelemahan atau kritik terhadap sistem ekonomi syariah.

Referensi:

  1. Dahlan, Ahmad. 2008. Urgensi Studi Ekonomi Islam. Purwokerta: JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF PENDIDIKAN. INSANIA|Vol. 13|No. 1|Jan-Apr 2008|116-129.
  2. Rahardjo, Dawam. 2017. Rancang Bangun Ekonomi Islam. Jakarta.
  3. Rivai, Veithzal dan Andi Buchari. 2009. Islamic Economics Ekonomi Syariah bukan OPSI, Tetapi SOLUSI!. Jakarta: Bumi Aksara.
*Penulis: Andika Drajat Murdani

Materi lain: