Rahasia Menjadi Orator Hebat ala Sukarno Muda

Siapa bangsa Indonesia yang tak kenal dengan nama Sukarno? Meski sosoknya sudah lama meninggalkan bangsa Indonesia, tapi kebesaran dan kehebatan Sukarno selalu saja dikenal hingga kini. Tak pernah luntur dari ingatan anak bangsa, bahwa Sukarno -lah, tokoh yang berjasa besar dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Pada masa perjuangan merebut kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan, Sukarno menjadi tokoh yang hampir selalu disanjung dan dielu -elukan oleh masyarakat bumiputera. Banyak masyarakat Indonesia yang senantiasa setia menanti kehadirannya, dan mendengarkan setiap orasinya.

Ya, orasi alias pidato Sukarno seolah jadi hidangan istimewa tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Orasi Sukarno dianggap memiliki ruh yang begitu kuat sehingga mampu menghipnotis dan mengobarkan semangat para pendengarnya. Bahkan, kehebatan orasi Sukarno tidak hanya diakui oleh bangsa Indonesia saja. Bangsa -bangsa lain banyak yang mengakui akan kehebatan Sukarno dalam berbicara di depan publik.

Tapi, tahukah Anda bagaimana Sukarno memperoleh kemampuan hebat dalam orasi ini? Tentu kehebatannya dalam berorasi tidak semata -mata muncul begitu saja. Banyak orang yang tahu bahwa Sukarno hebat dalam orasi, tapi tak semuanya tahu bagaimana Sukarno bisa sedemikian hebat dalam berorasi.

Belajar Bersama HOS Cokro Aminoto

Sukarno kecil hidup di masa Indonesia sedang mengalami penjajahan yang cukup sengit dari Belanda. Meski demikian, sudah banyak para pejuang Indonesia yang melakukan pergerakan nasional untuk mendapatkan kemerdekaan Indonesia.

Perjuangan rakyat Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1908 dengan kelahiran organisasi Budi Utomo. Kemudian, tahun 1912, disusul oleh Sarekat Islam di bawah pimpinan Haji Oemar Said (HOS) Cokro Aminoto. HOS Cokro Aminoto inilah yang kemudian menjadi sosok yang begitu berpengaruh terhadap perjuangan Sukarno muda.

Ketika Sukarno masih berusia 15 tahun, ayah Sukarno menitipkan Sukarno pada Pak Cokro alias HOS Cokro Aminoto agar dapat Sukarno dapat bersekolah di Hogere Burger School di Surabaya. Karena tinggal bersama dengan sosok hebat inilah, Sukarno seolah ketularan kehebatan tersebut.

Sukarno paham betul kalau Pak Cokro adalah orang yang gemar berpidato ke kampung-kampung dan sekaligus merupakan seorang pemimpin politik dari tanah Jawa. Ayah Sukarno mantap menitipkan Sukarno pada kerabatnya ini, karena ia yakin bahwa Pak Cokro adalah sosok teladan yang pantas untuk dijadikan rujukan bagi seorang Sukarno.

Pak Cokro begitu menyayangi Sukarno. Namun, kasih sayang yang diberikan tidak diwujudkan dengan memanjakan Sukarno. Ia mengasihi Sukarno dengan cara memberikan Sukarno ilmu yang berlimpah. Diberikanlah Sukarno buku -buku berharganya. Rupanya, Sukarno pun menyambut ilmu itu dengan riang gembira.

Sukarno muda gemar sekali menceburkan dirinya dalam tumpukan buku -buku dan mulai menyelami para tokoh dunia. Dari buku - buku inilah, Sukarno mulai jatuh cinta pada tokoh -tokoh dunia yang menjadi sosok ahli pidato. Para ahli pidato dunia menurutnya adalah hal yang hebat.

Ia pun turut jatuh cinta terhadap dunia perpolitikan. Ia bahkan sering bergabung dalam perbincangan para tokoh politik yang sering berkumpul di rumah pak Cokro. Tanpa ragu, Sukarno terkadang ikut mengkritisi kondisi tanah airnya yang dipenuhi penindasan kolonial, diskriminasi, pemerasan dan hal bobrok lain.

Mengguncang dunia di kamarnya

Ketertarikan Sukarno akan dunia politik, dipadukan dengan kekagumannya pada para tokoh orator dunia membuat Sukarno semakin bersemangat. Hingga suatu ketika, di kamarnya sendiri, Sukarno sedang begitu bergairan untuk mengguncang dunia.

Ia membayangkan bagaimana rasanya berpidato keras -keras, mengungkapkan pendapatnya, menyemangati rakyatnya, dan menjadi pusat perhatian ribuan penonton. Ia sangat menikmati bayangan tersebut. Tapi, ia berpikir bahwa untuk apa hanya sekedar membayangkannnya.

Dengan semangat penuh, Sukarno pun tak mau membatasi dirinya dengan rasa malu atau canggung. Segera saja ia mulai berpidato keras -keras di dalam kamarnya sendiri yang saat itu dalam kondisi gelap.

Dengan suara lantang penuh semangat, ia berorasi, meski tanpa seorang pun yang jadi penontonnya. Pidatonya sangat keras seolah -olah ia sedang berada di tengah podium menghadapi ribuan orang penonton. Ia tak peduli akan apa yang akan orang katakan.

Benar saja. Karena tak ada peredam suara di kamarnya, suara lantangnya bisa dengan mudah terdengar oleh anak -anak lain yang berkeliaran di sekitaran kamarnya. Kawan -kawannya ini sempat menyerobot masuk ke kamar Sukarno dan memeriksa apakah Sukarno masih waras. Mereka benar -benar heran melihat Sukarno.

Sukarno yang tenggelam dalam pidato sakralnya berusaha tak mempedulikan gangguan ini. Keinginannya adalah berorasi membakar semangat. “Hai, No’, Kau gila?” “Ada apa No’?” “Kau sakit?” Begitu tanya kawan -kawannya yang heran dengan tingkah aneh Sukarno.

Sukarno memilih terus berpidato dengan lantang tanpa menghiraukan deretan pertanyaan dan pandangan aneh dari teman -temannya. Sukarno rupanya begitu menyukai sensasi berpidato ini. Karenanya, di lain hari Sukarno kembali melakukan aksinya ini.

Tak hanya satu hari, ia mulai gemar berpidato di dalam kamarnya seorang diri. Setiap kali ada kesempatan, ia berteriak -teriak, belajar berpidato. Ia pun memperhatikan setiap detail suaranya, intonasinya, juga gaya bahasa tubuhnya. Ia ingin pidatonya benar -benar sempurna. Ia ingin benar -benar siap berpidato di depan publik, suatu saat nanti.

Kawan -kawannya yang awalnya mengira Sukarno aneh, mulai terbiasa. Paling-paling, muncul pertanyaan seperti, “Menyelamatkan dunia lagi?” dan pertanyaan aneh lainnya yang tak dihiraukan Sukarno. Ia benar -benar ingin menghipnotis dunia melalui suara atau orasinya.

Pidato Pertama Sukarno

Sukarno adalah seorang murid di Horgere Burger School. Dia adalah satu di antara dua murid pribumi yang bersekolah di sana, karena 300-an murid lainnya adalah keturunan Belanda. Suatu ketika di acara Studieclub, sang ketua berpidato dan menyampaikan bahwa “…adalah suatu keharusan bagi generasi kita menguasai betul bahasa Belanda.” Tentu semua orang setuju karena semua murid, termasuk gurunya yang hadir saat itu adalah orang Belanda.

Tapi, ada satu orang yang bukan orang Belanda, yakni Sukarno. Mendengar hal tersebut, Sukarno merasa tidak setuju. Spontan saja, ia melompat ke atas meja dan mulai berorasi dengan lantang, seperti saat ia berlatih berorasi sendirian di kamarnya.

“…Tidak. Saya tak setuju. Tanah kebanggaan kita ini pernah bernama Nusantara. Nusa berarti pulau, antara berarti diantara. Nusantara berarti ribuan pulau-pulau, dan banyak di antara pulau-pulau ini yang lebih besar dari seluruh negeri Belanda. Jumlah penduduk negeri Belanda hanya segelintir dibandingkan dengan penduduk kita. Bahasa Belanda hanya digunakan enam juta orang. Mengapa suatu negeri kecil yang terletak di sebelah sana menguasai suatu bangsa yang dulu pernah begitu perkasa, hingga dapat mengalahkan Kublai Khan yang kuat itu?”

Itulah orasi pertama Sukarno yang begitu lantang, untuk pertama kalinya, dalam sejarah hidupnya. Orasi yang melegakan buatnya, meski berikutnya, ia harus mendapat banyak teguran miring dari seluruh isi sekolah.

Ia tak pernah menyesal pernah mengucapkan kata -kata tersebut. Bahkan, ia semakin gemar mengasah keahliannya dalam berpidato. Ia pun gemar sekali mengikuti Pak Cokro yang sering berpidato pada rakyat di daerah -daerah lain. Ia mengamati gaya Pak Cokro berpidato dan berusaha mengembangkan gayanya sendiri.

Hingga suatu ketika Pak Cokro berhalangan untuk datang pada suatu rapat dan meminta Sukarno untuk menggantikannya. Betapa girangnya Sukarno mendengarnya. Ini adalah kesempatannya untuk berorasi, meski hanya di hadapan sedikit orang, tapi Sukarno dengan serius mempersiapkan pidatonya.

Benar saja, ia menata pidatonya dengan begitu sempurna sehingga mampu membakar semangat rakyat dan kawan seperjuangannya. Mendengar pidato Sukarno, para pendengar membelalakkan mata seolah disihir oleh suara Sukarno. Meski Sukarno adalah anak muda, tapi kepercayaan diri dan harapannya sungguh luar biasa.

Jadi, ya, seperti itulah sosok Sukarno berjuang menjadi seorang orator hebat yang diakui seluruh negeri. Kemampuan orasi Sukarno yang luar biasa hebat bukan didapat dengan instan dan mudah, melainkan dari perjuangan, kerja keras, kepercayaan diri dan harapan yang tinggi. Sampai akhirnya, ia dapat menatah sosok dirinya yang begitu handal sebagai seorang orator.

Dalam hal apa pun, kita tentu dapat menjadi seorang ahli bila melakukan perjuangan dan kerja keras yang demikian. Intinya, pantang menyerah, percaya diri, dan terus mencoba. Begitulah sosok yang hebat seperti Sukarno dapat terlahir.

 Referensi :Wijayati, Hasna. 2016. Bung Karno : Jejak Langkah Bapak Revolusi Indonesia. Yogyakarta : People.