Pengertian Protista, Ciri Ciri, Jenis dan Penjelasan Lengkap

Sahabat portal ilmu, sebelumnya kita telah membahas tentang monera. Monera yang memiliki dua kingdom yaitu bakteri dan archae. Di mana keduanya merupakan organisme yang sama – sama memiliki sel tunggal.

Selanjutnya, artikel ini masih membahas tentang mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, tepatnya Biologi. Namun, pembahasan kali ini akan menjabarkan tentang pengertian protista. Apa itu protista?

Penggunaan istilah nama protista diambil dari bahasa Yunani. Protista ini terdiri dari dua kata. Protos diartikan sebagai pertama atau mula – mula. Kemudian, kritos yang diartikan sebagai membuat atau menyusun.

Protista ini merupakan hewan yang bersel tunggal. Bersel tunggal atau uniseluler. Protista ini hidup dengan membentuk koloni atau berkelompok pada tempat yang lembap. Beberapa golongan protista ada yang memiliki kemiripan ciri dan sifat seperti hewan, tumbuhan, ataupun jamur.

Demikian pemaparan tentang istilah dan makna dari protista. Seperti yang telah dijelaskan bahwa terdapat protista yang memiliki ciri dan sifat seperti hewan, tumbuhan, dan jamur. Pembahasan selanjutnya akan memaparkan tentang protista mirip hewan atau protozoa.

Protista Mirip Hewan atau Protozoa

Protista yang mirip dengan hewan ini memiliki ciri – ciri tertentu. Adapun ciri – ciri yang dimiliki oleh protista mirip hewan atau protozoa yaitu sebagai berikut. Pertama, protozoa merupakan hewan yang bersel satu atau dikenal dengan uniseluler.

Kedua, ukuran sel dari protozoa yaitu berkisar antara 3 – 1000 µm. Ketiga, sel dari protozoa ini memiliki membran inti atau eukariotik. Keempat, protozoa tidak memiliki dinding sel. Kelima, protozoa hidup di habitat yang basah atau berair.

Keenam, reproduksi protozoa secara aseksual dengan membelah diri atau pembelahan biner. Ketujuh, di lingkungan yang kurang baik, protozoa akan mempertahankan diri dengan cara membentuk kista.

Kedelapan, protozoa memiliki alat gerak berupa kaki semu atau pseupodia, bulu cambuk atau flagela, atau rambut getar atau silia.

Setelah memahami tentang ciri – ciri yang dimiliki oleh protozoa, ternyata protozoa memiliki beragam jenis. Pembahasan selanjutnya akan memaparkan tentang jenis – jenis dari protozoa.

Jenis – Jenis Protozoa

Jenis – jenis dari protozoa ini dibedakan berdasarkan alat geraknya, yang menghasilkan empat kelas. Adapun keempat kelas tersebut yaitu Rhizopoda atau Sarcodina, Flagelata atau Mastigophora, Ciliata atau Ciliophora, dan Sporozoa atau Apikompleksa.

Adapun penjelasan dari masing – masing kelas protozoa tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, Kelas Rhizopoda atau Sarcodina. Rhizopoda berasal dari kata rhizo dan podos. Rhizo yang berarti akar. Podos yang berarti kaki. Rhizopoda atau Sarcodina (sarkodes yang berarti daging). Kelas ini memiliki ciri – ciri, yaitu sebagai berikut.

  • Melakukan reproduksi secara aseksual dengan cara membelah diri.
  • Habitatnya dapat ditemui di perairan yang mengandung banyak zat organik.
  • Memiliki bentuk tubuh yang tidak tetap, terdiri dari ektoplasma dan endoplasma.
  • Merupakan hewan yang bersel satu atau dikenal dengan uniseluler.
  • Alat geraknya berupa tonjolan sitoplasma yang dinamakan dengan pseupodia atau kaki semu.

Selain memiliki ciri – ciri di atas yang membedakan dengan kelas yang lain. Rhizopoda memiliki struktur tubuh, yang terdiri dari: vakuola kontraktil, nukleus, vakuola makanan, pseupodia, uroid, mitokondria, endoplasma, dan ektoplasma yang terdiri dari lapisan hialin dan plasmagel.

Nukleus atau inti sel ini memiliki fungsi untuk mengatur seluruh kegiatan yang terjadi di dalam sel. Vakuola kontraktil atau rongga berdenyut ini memiliki fungsi untuk organ ekskresi sisa makanan.

Selain itu, vakuola kontraktil ini juga berfungsi untuk menjaga agar tekanan osmosis sel selalu lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan osmosis disekitarnya. Vakuola makanan atau rongga makanan ini memiliki fungsi untuk alat pencernaan.

Adapun contoh dari Rhizopoda, yaitu sebagai berikut:

Amoeba, ada yang hidup di dalam tubuh manusia dan beberapa ada yang hidup di lingkungan bebas. Contohnya yaitu Entamoeba histolitica, Entamoeba dysentriae yang dapat menyebabkan penyakit disentri, dan Entamoeba coli yang dapat membantu dalam proses pembusukan sisa metabolisme.

Struktur tubuh Amoeba terdiri dari membran sel, ektoplasma, endoplasma, dan organel – organel sel. Masing – masing dapat dijelaskan sebagai berikut.

  • Membran sel merupakan suatu bagian pelindung. Selain itu, merupakan pintu gerbang untuk masuk atau keluarnya zat.
  • Ektoplasma merupakan sitoplasma yang bening dan terdapat di dekat membran sel.
  • Endoplasma merupakan sitoplasma yang berada di sebelah dalam dari ektoplasma. Endoplasma lebih kental jika dibandingkan dengan ektoplasma. Selain itu, juga nampak keruh karena adanya butiran – butiran atau granula. Endoplasma bersama dengan ektoplasma ini berperan dalam pergerakan amoeba. Adanya perubahan kadar air pada salah satu sisi tubuh amoeba dapat menyebabkan terjadinya aliran sitoplasma dan terbentuknya pseudopodia. Gerakan amoeba dengan pseudopodia ini dinamakan dengan gerak amebid.
  • Organel – organel sel merupakan alat – alat yang berada di dalam endoplasma. Contohnya berupa inti sel, vakuola makanan yang digunakan untuk mencernakan makanan, dan vakuola kontraktil yang digunakan untuk mengatur kadar air di dalam sitoplasma atau osmoregulator dan sebagi alat untuk ekskresi zat sisa yang berbentuk cair.

Makanan amoeba pada umumnya berupa ganggang, bakteri, protozoa yang lain, dan tumbuhan yang telah mati. Makanan diambil dengan cara menangkap atau fagositosis.

Amoeba memasukkan makanan ke dalam vakuola makanan lalu mencernanya melalui gerakan kaki semu.

Sedangkan, pernapasan amoeba. Pertukaran gas terjadi melalui seluruh permukaan tubuh. Oksigen kemudian berdifusi dari air melalui membran sel. Kemudian, masuk ke dalam sel.

Oksigen digunakan untuk mengoksidasi makanan sehingga dapat menghasilkan energi dan karbon dioksida sebagai zat sisa. Selanjutnya, karbon dioksida dikeluarkan melalui membran sel.

Radiolaria, ini memiliki habitat di laut. Fosil dari Radiolaria ini tersusun atas silikat yang membentuk tanah radiolaria yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk penggosok.

Foraminifera ini memiliki habitat di laut. Fosil dari Foraminifera dapat membentuk tanah globigirena yang dapat digunakan sebagai penunjuk sumber minyak bumi.

Kedua, Kelas Flagellata atau Mastigophora. Flagellata berasal dari kata flagellum. Flagellum ini memiliki arti bulu cambuk. Flagellata atau Mastigophora ini memiliki arti yaitu mastix yang berarti bulu cambuk sedangkan phoros yang berarti membawa.

Adapun ciri – ciri yang dimiliki oleh kelas flagellata, yaitu sebagai berikut.

  • Ukuran tubuh flagellata yaitu antara 35 – 60 µm.
  • Flagellata merupakan hewan yang bersel satu atau uniseluler.
  • Flagellata memiliki bentuk sel yang tetap dan tidak mempunyai rangka.
  • Pada umumnya flagellata memiliki kloroplas.
  • Alat gerak flagellata berupa flagel.
  • Kebanyakan tempat hidup flagellata di air tawar.
  • Flagellata memiliki sifat autotrof dan memakan zat organik yang berwujud larutan.
  • Reproduksi flagellata ini secara aseksual dengan cara membelah diri secara memanjang atau vertikal.

Demikian beberapa ciri – ciri kelas flagellata yang membedakan dengan kelas – kelas yang lain. Selanjutnya, dipaparkan tentang struktur tubuh yang dimiliki oleh flagellata yaitu sebagai berikut.

Struktur tubuh yang dimiliki oleh flagellata terdiri dari flagela, stigma, nukleolus, nukleus, kloroplas, vakuola kontraktil, dan pelikel. Vakuola kontraktil ini merupakan suatu tempat yang digunakan untuk pembuangan zat sisa.

Kloroplas merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis. Nukleus merupakan inti sel. Pelikel merupakan lapisan terluar yang terbentuk dari protein.

Adapun contoh dari flagellata yaitu sebagai berikut.

Trichonympha dan Myxotricha yang dapat hidup di dalam usus rayap. Selain itu, membantu rayap dalam mencerna kayu. Hal tersebut disebabkan Trichonympha dan Myxotricha memiliki enzim selulosa.

Euglena viridis, Volvox, dan Pandorina yang memiliki kloroplas. Hal ini berperan sebagai produsen dalam ekosistem perairan. Trichomonas vaginalis yang dapat menyebabkan peradangan pada vagina manusia atau dikenal dengan vaginitis.

Noctiluca miliaris yang dapat hidup di laut. Selain itu, dapat menyebabkan laut tampak menjadi bercahaya pada saat malam hari.

Trypanosoma gambiense yang dapat hidup dalam kelenjar ludah lalat Tsetse atau Glossina palpalis yang mana dapat menyebabkan penyakit “tidur”.

Ketiga, Kelas Ciliata atau Ciliophora. Ciliata berasal dari kata cilia atau silia yang memiliki arti bulu getar. Sehingga, ciliata merupakan protozoa yang memiliki bulu getar yang dapat digunakan untuk alat geraknya.

Sedangkan, silia sebagai alat penerima rangsang. Selain itu, silia juga berfungsi sebagai pengambil makanan. Adapun ciri – ciri yang dimiliki ciliata atau ciliophora yaitu sebagai berikut.

  • Ciliata merupakan hewan yang bersel satu yang memiliki bentuk tubuh tetap.
  • Ciliata memiliki dua buah inti sel. Inti sel tersebut yaitu makronukleus merupakan alat reproduksi aseksual dan mikronukleus merupakan alat reproduksi seksual.
  • Ciliata memiliki celah mulut dan dilengkapi dengan anus sel.
  • Pada dinding sel ciliata terdapat rambut getar atau silia. Silia ini digunakan sebagai alat gerak.
  • Reproduksi ciliata dilakukan secara seksual dengan konjugasi. Kemudian, reproduksi secara aseksual dengan cara membelah diri.
  • Ciliata hidup di perairan tawar di mana banyak mengandung zat organik.

Demikian ciri – ciri dari ciliata yang membedakan dengan kelas yang lain, selanjutnya bagaimana dengan struktur tubuh ciliata. Struktur tubuh yang dimiliki oleh ciliata, yaitu sebagai berikut.

Adapun contoh dari protista, yaitu sebagai berikut. Pertama, Stentor yang memiliki bentuk seperti terompet dengan tangkat yang melekat pada substrat.

Kedua, Paramecium caudatum, yang melakukan reproduksi secara aseksual dengan cara membelah diri atau arah transversal. Kemudian, secara seksual dengan cara konjugasi.

Ketiga, Balantidium coli, yang berhabitat di kolon manusia. Selain itu, itu dapat menimbulkan penyakit balantidiosis atau disentri balantidium.

Keempat, Kelas Sporozoa atau Apikompleksa. Sporozoa terdiri dari dua kata yaitu spora dan zoon. Spora yang diartikan sebagai benih dan zoon yang diartikan sebagai hewan.

Sporozoa merupakan kelompok protizoa yang tidak memiliki alat gerak, baik berupa silia, flagel maupun pseudopodia. Pergerakan dari Sporozoa ini dilakukan dengan cara mengubah kedudukan tubuhnya. Tubuh Sporozoa ini berbentuk bulat panjang atau lonjong.

Sporozoa ini pada umumnya bersifat parasit yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Respirasi dan ekskresi dari Sporozoa dilakukan dengan cara difusi. Makanan diperoleh dengan cara menyerap zat makanan dari hospesnya.

Kelas ini memiliki ciri – ciri tertentu yang dapat membedakan dengan ketiga kelas sebelumnya. Adapun ciri – ciri yang dimiliki oleh kelas Sporozoa, yaitu sebagai berikut.

Pertama, Sporozoa dapat membentuk semacam spora dalam siklus hidupnya. Kedua, Sporozoa merupakan hewan yang bersel satu. Ketiga, Sporozoa tidak mempunyai alat gerak.

Keempat, reproduksi Sporozoa ini dilakukan secara aseksual dengan schizogoni atau membelah diri dalam tubuh inang. Selain itu, sporogoni atau membentuk spora dalam tubuh inang.

Lebih lanjut, reproduksi secara seksual dapat dilakukan dengan cara peleburan gamet di dalam tubuh nyamuk atau inangnya.

Adapun contoh dari sporozoa yaitu Plasmodium. Plasmodium ini dapat hidup di sel inangnya, yaitu nyamuk. Plasmodium memiliki beberapa jenis, adapun jenis dari Plasmodium dan peranannya yaitu sebagai berikut.

  • Plasmodium ovale yang dapat menyebabkan malaria ovale tertiana atau limpa.
  • Plasmodium malariae yang dapat menyebabkan malaria kuartana dengan masa sporulasi setiap 1 – 3 x 24 jam.
  • Plasmodium vivax yang dapat menyebabkan malaria tertiana, dengan masa sporulasi atau gejala demam setiap 2 x 24 jam.
  • Plasmodium falcifarum yang dapat menyebabkan malaria tropika dengan masa sporulasi setiap 1 – 3 x 24 jam.

Cara reproduksi dan siklus hidup dari Plasmodium ditemukan oleh Grassi dan Ronald Ross. Vektor yang berasal dari Plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria yaitu nyamuk Anopheles betina.

Plasmodium hidup dengan cara parasit pada sel – sel darah merah manusia atau vertebrata yang lain. Selama hidupnya, Plasmodium ini mengalami dua fase yaitu fase sporogoni dan fase skizogoni.

Fase sporogoni dapat terjadi di dalam tubuh nyamuk Anopheles betina. Sedangkan, fase skizogoni ini terjadi di dalam tubuh manusia. Sporozit atau parasit malaria masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk.

Sporozit masuk ke dalam sel hati lalu mengalami pertumbuhan dan pembelahan berganda dengan membentuk kriptozoid atau dinamakan fase eksoeritrositer. Selama lebih kurang tiga hari, sporozit meninggalkan sel hati masuk ke dalam sel darah merah.

Kemudian, berubah menjadi tropozit atau dinamakan fase eritrositer. Selanjutnya, inti tropozit ini mengalami pembelahan secara berganda. Lalu masing – masing inti tersebut dibungkus oleh sitoplasma sehingga membentuk merozoit atau dinamakan fase skizogoni.

Ketika sel darah merah pezah, sebagian merozoit menyerang sel darah merah yang lain dan sebagian yang lain berubah menjadi gametosit. Pada saat nyamuk mengisap darah yang mengandung merozoit, gametosit akan ikut masuk ke dalam tubuh nyamuk bersamaan dengan sel – sel darah.

Gametosit akan berubah menjadi gamet jantan atau dinamakan dengan mikrogametosit dan gamet betina atau makrogametosit. Apabila terjadi pembuahan maka akan terbentuk zigot. Di dalam dinding lambung nyamuk, kemudian zigot berubah menjadi ookinet.

Lalu, ookinet menembus dinding lambung. Kemudian, menempel di sebelah luar. Pada dinding lambung tersebut ookinet kemudian berubah menjadi ookista. Inti ookista membelah menjadi sporozoit.

Kemudian, sporozoit bergerak menuju kelenjar air liur. Dan siap untuk masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitannya. Berikut ini merupakan gambaran dari siklus hidup Plasmodium.

Peran Protozoa dalam Kehidupan. Beberapa protozoa memiliki manfaat yang baik bagi kehidupan. Meskipun demikian, beberapa protozoa yang lain juga bertanggung jawab untuk berbagai penyakit yang ditimbulkan.

Adapun manfaat dari protozoa, yaitu sebagai berikut.

  • Membantu proses pembusukan sisa makanan. Kehidupan protozoa di dalam tubuh manusia dapat digunakan untuk membantu proses pembusukan sisa – sisa makanan. Contoh protozoa yang membantu proses pembusukan sisa makanan yaitu Entamoeba coli yang dapat hiduo di dalam usus besar.
  • Sebagai bahan dasar untuk pembuatan alat gosok. Endapan cangkang radiolaria di dasar perairan akan membentuk tanah radiolaria. Di mana tanah tersebut mengandung zat kersik dan dapat digunakan untuk bahan penggosok.
  • Sebagai indikator untuk minyak bumi. Endapan kerangka tubuh Globigerina di dasar perairan akan membentuk tanah globigerina. Endapan tersebut pada umumnya digunakan untuk petunjuk adanya minyak bumi.

Lebih lanjut, selain memiliki manfaat, Protozoa juga memiliki dampak yang membahayakan kehidupan karena dapat menjadi penyakit bagi manusia dan hewan. Adapun dampak dari protozoa yaitu sebagai berikut.

  • Plasmodium sp yang dapat menyebabkan penyakit malaria. Hospes perantaranya yaitu nyamuk Anopheles betina.
  • Leismania donovani yang dapat menyebabkan penyakit kala – azar pada manusia. Penyakit ini antara lain ditandai dengan gejala dan hati yang membengkak, serta demam yang berkepanjangan. Hospes perantaranya yaitu nyamuk Pholobotomus.
  • Trichomonas vaginalis yang dapat menyebabkan penyakit gatal – gatal pada vagina dan keputihan.
  • Trypanosoma gambiense dan Trypanosoma rhodesiense yang dapat menyebakan penyakit tidur pada manusia. Hospes perantaranya yaitu lalat tsetse (Glossina palpalis dan Glossina morsitans).
  • Trypanosoma cruzi yang dapat menyebabkan penyakit chagas pada anak – anak.
  • Entamoeba histolitica yang hidup di dalam usus halus manusia dan dapat menyebabkan penyakit disentri.
  • Entamoeba ginggivalis yang hidup di rongga mulut dan dapat menyebabkan penyakit ginggivitis.
  • Balantidium coli yang hidup di dalam usus tebal atau kolon manusia yang dapat menyebabkan penyakit diare (balantidiosis).
  • Trypanosoma evansi yang dapat menyebabkan penyakit sura pada ternak. Hospes perantaranya yaitu lalat Tabanus.

Setelah memahami tentang Protista yang mirip hewan. Pembahasan selanjutnya akan menjelaskan tentang Protista yang mirip dengan tumbuhan atau Alga.

Baca juga: Fungi atau Jamur: Ciri, Struktur, Cara Hidup, Reproduksi, dan Klasifikasi

Protista Mirip Tumbuhan atau Alga

Protista yang mirip dengan tumbuhan memiliki ciri – ciri tertentu agar mudah dikenali. Adapun ciri – ciri yang dimiliki oleh Protista mirip tumbuhan atau alga, yaitu sebagai berikut.

Pertama, Protista mirip tumbuhan ada yang uniseluler dan multiseluler. Kedua, Protista mirip tumbuhan memiliki dinding sel yang tersusun dari selulosa. Ketiga, sel Protista mirip tumbuhan memiliki membran inti atau eukariotik.

Keempat, struktur tubuh Protista mirip tumbuhan seperti tumbuhan talus. Hal tersebut disebabkan belum memiliki akar, batang, dan daun sejati.

Kelima, Protista mirip tumbuhan memiliki pigmen warna, antara lain klorofil, xantofil atau warna kuning, karoten atau warna keemasan, fikoeritrin atau warna merah, fikosianin atau warna biru, dan lain – lainnya.

Keenam,  Protista mirip tumbuhan dapat melakukan proses fotosintesis sehingga dapat dikatakan memiliki sifat fotoautotrof. Ketujuh, habitat Protista mirip tumbuhan berada di wilayah perairan dan di tempat yang lembab.

Kedelapan, reproduksi Protista mirip tumbuhan secara aseksual dilakukan dengan cara membelah diri ini terjadi pada alga uniseluler. Kemudian, membentuk fragmentasi ini dilakukan oleh alga multiseluler.

Selain memiliki ciri –ciri di atas, Protista mirip tumbuhan atau Alga memiliki beragam jenis. Pembahasan selanjutnya akan menjelaskan tentang jenis – jenis Alga.

Jenis – jenis Alga ini diklasifikasikan berdasarkan pada warna pigmennya. Ganggang diklasifikasikan menjadi lima kelompok, yaitu Alga hijau, Alga Merah, Alga Keemasan, Alga Api, dan Alga Cokelat. Adapun penjelasan dari kelompok – kelompok tersebut, yaitu sebagai berikut.

Alga hijau atau Chlorophyta. Alga ini kandungan pigmen utama yang dimiliki yaitu klorofil atau hijau. Selain itu, memiliki pigmen tambahan berupa karoten. Alga hijau hidup di perairan, baik tawar maupun air laut.

Lebih lanjut, alga hijau ini bersimbiosis dengan jamur membentuk lichen. Ganggang hijau memiliki struktur tubuh yang beraneka ragam. Ada yang uniseluler dengan cara hidup soliter atau berkoloni dan multiseluler.

Ganggang hijau menjadi penting. Hal tersebut disebabkan leluhur ganggang hijau dipercaya sebagai asal mula semua tumbuhan  yang ada di darat. Hal ini didukung oleh hipotesis, sebagai berikut.

Pertama, ganggang hijau memiliki klorofil a dan b. Kedua, ganggang hijau memiliki dinding sel berupa selulosa. Ketiga, ganggang hijau mampu menyimpan makanan dalam bentuk zat tepung atau amilum.

Reproduksi yang dilakukan oleh Alga hijau yaitu secara seksual dan aseksual. Reproduksi secara aseksual dilakukan dengan cara membelah diri, fragmentasi, dan spora.

Kemudian, reproduksi secara seksual dilakukan dengan cara isogami, anisogami, dan oogami. Adapun contoh dari Alga hijau yaitu Protococcus, Chlorella, Chlamydomonas, Spirogyra atau berfilamen, dan Ulva lactua atau berbentuk talus.

Alga cokelat atau Phaeophyta. Alga ini memiliki kandungan pigmen yang utama yaitu fikosantin atau pigmen cokelat. Reproduksi yang dilakukan oleh alga cokelat yaitu secara seksual dan aseksual.

Reproduksi secara aseksual dilakukan dengan cara fragmentasi, zoospora. Sedangkan, reproduksi secara seksual dilakukan dengan cara oogami, sel telur yang dihasilkan oleh oogonia, dan sperma yang dihasilkan oleh anteridia.

Pada dinding sel Alga cokelat, selain terdapat selulosa juga terdapat asam alginat. Kemudian, terdapat pigmen fotosintesis aksesoris atau tambahan klorofil a dan c, xantofil, simpanan karbon karbohidrat.

Adapun contoh dari Alga cokelat yaitu Laminaria sp. yang dapat menghasilkan asam alginat yang dibutuhkan untuk produksi tekstil, makanan, dan kosmetik, Sargassum, Fucus, Turbinaria decurens, dan Macrocystis.

Alga merah atau Rhodophyta. Alga merah memiliki kandungan pigmen utama yaitu fikoeritrin atau pigmen merah. Di mana hampir semua jenis rhodophyta ini hidup di laut. Anggota kelompok ganggang merah ini dapat ditemukan di daerah pantai dengan kedalaman hingga 100 meter.

Ganggang merah multiseluler ini kebanyakan berbentuk lembaran sederhana dengan cabang – cabang halus menyerupai pita. Di dalam selnya terdapat pigmen merah dan pigmen biru. Di mana melalui kedua pigmen tersebut gelombang cahaya yang masuk ke dalam laut diserap.

Kemudian, mentransfer energi cahaya ke klorofil untuk keperluan fotosintesis. Bentuk hasil dari proses fotosintesis tersebut menyerupai dengan glikogen yang biasa dinamakan dengan tepung floridean.

Beberapa jenis ganggang merah dapat digunakan untuk bahan pangan, contohnya dibuat agar – agar. Di negara Indonesia, bahan untuk pembuatan agar – agar berasal dari Eucheuma spinosum. Sedangkan, di negara yang memiliki laut beriklim dingin pada umumnya menggunakan Gelidium dan Gracilaria.

Dalam ekosistem perairan, keberadaan ganggang merah mampu memberikan kontribusi untuk pembentukan batu karang. Hal tersebut dimungkinkan sebab beberapa jenis ganggang merah dapat menyimpan kalsium karbonat di dalam jaringan tubuh.

Reproduksi Alga merah dapat dilakukan dengan cara aseksual dan seksual. Reproduksi secara aseksual dilakukan dengan cara melalui spora. Kemudian, reproduksi secara seksual dilakukan dengan cara oogami.

Contoh dari Alga merah yaitu Eucheuma spinosum merupakan bahan baku agar – agar, Gelidium dan Gracillaria.

Alga keemasan atau Chrysophyta. Alga keemasan memiliki pigmen dominan yang dikandung yaitu xantofil atau pigmen keemasan. Alga keemasan ini tidak memiliki pirenoid, dan memiliki kloroplas dengan ukuran yang kecil.

Alga keemasan hidup di tempat berair, baik air tawar maupun air laut. Struktur tubuh alga keemasan ini ada yang berupa sel tunggal dan ada yang tersusun dari banyak sel. Salah satu anggota utama dari kelompok alga keemasan ini merupakan diatom.

Diatom banyak ditemukan di laut, meskipun beberapa hidup di air tawar. Dalam ekosistem perairan, diatom dapat berperan sebagai fitoplankton sehingga kehadiran mereka dapat menjadi sumber makanan dan oksigen makhluk hidup yang heterotrop.

Struktur diatom sering menyerupai kotak. Hal tersebut disebabkan dinding selnya memiliki dua katup yaitu katup besar dan katub kecil. Katub besar atau epiteka ini bertindak untuk penutup.

Sedangkan, katup kecil atau hipoteka ini sebagai yang ditutup atau bagian dasar. Antara bagian yang ditutup dan penutupnya terdapat suatu celah yang dinamakan dengan rafe.

Sel – sel diatom yang telah mati pada umumnya mengendap di dasar perairan. Kemudian membentuk tanah diatom di dasar laut. Tanah diatom banyak mengandung zat kersik atau silika yang berasal dari dinding sel diatom.

Karena hal tersebut, diatom sering dinamakan dengan ganggang kersik. Zat kersik ini dapat digunakan untuk bahan penggosok. Selain itu, bahan isolasi, bahan pembuat dinamit, bahan pembuat saringan, bahan kedap suara, dan bahan pasta gigi.

Diatom dapat berproduksi secara vegetatif dan generatif. Reproduksi secara vegetatif dilakukan dengan cara membelah diri. Kemudian, reproduksi secara generatif dilakukan dengan cara peleburan dua gamet.

Reproduksi secara vegetatif pada diatom terjadi dengan cara. Mula – mula kedua bagian katup, epiteka, dan hipoteka memisah. Kemudian, masing – masing membawa sitoplasma. Bagian epiteka akan membentuk hipoteka.

Sedangkan, bagian hipoteka akan berubah menjadi epiteka yang kemudian akan membentuk hipoteka yang baru. Hal ini berarti, setiap katup yang berasal dari pembelahan pertama akan membentuk hipoteka sehingga menghasilkan sel anakan yang baru berupa kotak.

Ukurannya lebih kecil dari induknya. Peristiwa tersebut berlangsung berulang kali sehingga ukuran sel diatom mencapai ukuran yang minimum. Apabila sel diatom sudah terlalu kecil dan tidak mampu membelah lagi maka protoplasmanya akan keluar dari dinding sel menajdi suatu badan yang dinamakan dengan auksospora.

Lalu auksospora tumbuh. Apabila sudah mencapai ukuran yang aslinya akan membentuk epiteka dan hipoteka.

Selain itu, pendapat lain menyatakan alga keemasan ini berkembang biak secara seksual dan aseksual. Perkembang biakan secara aseksual dilakukan dengan cara membelah diri atau membentuk spora.

Selanjutnya, reproduksi secara seksual dilakukan dengan cara penyatuan dua gamet. Contoh dari Alga keemasan yaitu Mischococcus, Synura, dan Navicula.

Alga Api atau Pyrrophyta. Beberapa Alga api dapat memendarkan cahaya. Hal tersebut disebabkan adanya senyawa fosfor. Karena mampu memendarkan cahaya maka alga api memiliki sifat fosforesensi.

Fosforesensi ini dapat menyebabkan laut nampak bercahaya di malam hari. Karena hal tersebutlah, maka dinamakan dengan alga api.

Alga api juga dapat menyebabkan peristiwa ride tide. Ride tide merupakan peristiwa di mana air laut berwarna merah kecokelatan. Dari peristiwa inilah, alga menghasilkan racun yang dapat digunaakan untuk membunuh ikan dan hewan laut yang ada disekitarnya.

Demikian penjelasan tentang protista yang menyerupai tumbuhan. Pembahasan selanjutnya akan memaparkan tentang protista yang menyerupai jamur. Perhatikan penjelasan di bawah ini.

Protista Mirip Jamur

Jamur yang dimaksudkan berbeda dengan jamur yang sebenarnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat berdasarkan ciri –ciri yang ditunjukkan. Adapun ciri – ciri dari protista mirip jamur, yaitu sebagai berikut.

Pertama, memiliki sel – sel berflagel di waktu tertentu dalam siklus hidupnya. Kedua, terutama pada jamur air, dinding sel terdiri dari selulosa, bakan zat kirin seperti halnya yang ada pada jamur.

Ketiga, semua anggota dapat membentuk spora. Keempat, hubungan makhluk hidup dalam kelompok ini tidak kuat jika ditinjau secara evolusi. Bahkan, beberapa di antaranya memiliki kemiripan dengan amoeba. Contoh jamur lendir yan bersifat mobil dengan gerakan ameboid dan memperoleh makanan secara fagositosis.

Setelah memahami tentang ciri – ciri dari protista mirip jamur. Selanjutnya, akan dijelaskan tentang klasifikasi protista yang menyerupai jamur, yang terdiri dari tiga filum yaitu filum Myxomycota, Acrasiomycota, dan Oomycota.

Filum Myxomycota. Filum Myxomycota dikenal sebagai jamur lendir plasmodial atau aseluler. Jamur lendir plasmodial ini pada umumnya hidup seperti plasmodium. Jamur ini memiliki lapisan lendir.

Lapisan lendir tersebut memiliki sifat fagositosit terhadap materi tumbuhan di hutan atau lahan pertanian. Pada kondisi yang tidak menguntungkan, seperti pada saat musim kemarau, plasmodium ini berkembang membentuk sporangia (tunggal dinamakan dengan sporangium).

Sporangium merupakan struktur reproduksi yang mampu menghasilkan spora. Kumpulan dari sporangium, dinamakan dengan badan buah. Apabila kondisi memungkinkan untuk tumbuh, contohnya kelembapan tinggi, spora yang dihasilkan oleh sporangium akan berkecambah.

Pada saat proses perkecambahan, spora kemudian dilepas dalam bentuk sel – sel berflagel atau sel – sel ameboid. Pada akhirnya, kedua bentuk sel tersebut bersatu kemudian membentuk zigot. Lalu tumbuh membentuk plasmodium multimukleat kembali.

Filum Acrasiomycota. Filum Acrasiomycota ini dikenal dengan jamur lendir seluler. Jamur lendir seluler ini pada umumnya hidup di dalam tanah. Jamur ini hidup seperti individu sel – sel ameboid.

Ukuran jamur yang kecil menyebabkan jamur lendir seluler sulit dilihat. Apabila suplai makanan berkurang, sel – sel akan melepaskan suatu senyawa kimia yang dapat menyebabkan jamur ini berkumpul membentuk pseudoplasmodium.

Tahap pseudoplasmodium ini bersifat sementara. Kemudian, pada akhirnya akan tumbuh menjadi badan buah dan menghasilkan spora.

Ketika kondisi memungkinkan, spora berkecambah. Kondisi ini ditandai dengan dilepasnya sel – sel ameboid. Dalam hal ini, siklus aseksual kemudian dimulai kembali. Sementara itu, siklus seksual terjadi pada kondisi yang sangat lembap.

Filum Oomycota. Filum oomycota dikenal dengan sebutan jamur air. Jamur ini hidup sebagai parasit pada ikan dan sebagai dekomposer. Sekalipun dinamakan dengan jamur air, beberapa jamur air mampu hidup di daratan.

Mereka yang hidup di darat sebagai parasit pada berbagai serangga dan tumbuhan. Jamur air bertanggung jawab terhadap setiap kejadian kelangkaan kentang pada tahun 1840 yang terjadi di wilayah Irlandia.

Pada umumnya, jamur air ini memiliki sifat saprofit dan hidup pada materi –materi organik yang telah mati. Jamur air memiliki tubuh seperti jamur. Namun, sebagian besar dinding sel jamur air ini terdiri dari selulosa.

Siklus hidup jamur air berbeda dengan jamur pada umumnya. Selama reproduksi aseksual, jamur air menghasilkan spora motil atau 2n zoospora berflagel. Ketika dewasa bersifat diploid, bukan haploid seperti yang terjadi pada jamur.

Pembelahan secara meiosis menghasilkan gamet – gamet yang khusus. Gamet tersebut yaitu sperma dan sel telur. Contoh dari jamur air yaitu Saprolegnia, Phytophtora infestans, dan Plasmopara viticola.

Demikian pemaparan tentang klasifikasi dari protista mirip jamur. Pembahasan selanjutnya akan menjelaskan tentang manfaat protista mirip jamur bagi kehidupan. Sama halnya dengan ganggang dan protozoa, protista mirip jamur juga dapat memberi manfaat pada kehidupan manusia.

Kehadiran jamur air dapat meningkatkan zat hara yang ada di dalam ekosistem perairan. Hal ini dapat dimungkinkan sebab fungsi hidupnya sebagai saprofit atau dekomposer.

Di dalam perairan, jamur air sering terlihat seperti benang – benang yang halus pada ikan – ikan yang telah mati atau materi organik yang terapung di air. Selanjutnya, selain memberikan manfaat, beberapa jamur juga memiliki dampak yang merugikan. Salah satunya yang terjadi pada tanaman kentang.

Demikian pemaparan tentang protista. Protista yang mirip jamur, protista mirip tumbuhan, dan protista mirip hewan telah dijelaskan secara gamblang di artikel ini.

Di mana masing – masing jenis protista diberikan pemaparan tentang ciri – ciri dan contohnya untuk memberikan info yang jelas pada kalian. Semoga dapat membantumu dalam memahami tentang protista. Selamat belajar dan sukses selalu.

Referensi:

  1. Rahardian, R dan Ananda, A. 2012. Mini Book Master Biologi SMA Kelas X, XI, & XI. Jakarta: PT Wahyu Media.
  2. Sudjadi, B dan Laila, S. 2006. Biologi: Sains dalam Kehidupan SMA Kelas X. Jakarta: Yudhistira.
  3. Sridianti. 2016. Ciri-Ciri Rhizopoda Sarcodina. (Online), http://www.sridianti.com/ciri-ciri-rhizopoda-sarcodina.html, diakses tanggal 25 Januari 2017.
  4. Lahiya.com. 2016. Flagellata: Pengertian, Ciri – Ciri, Klasifikasi, dan Struktur. (Online), http://www.lahiya.com/pengertian-ciri-ciri-klasifikasi-dan-struktur-flagellata/#, diakses tanggal 25 Januari 2017.
*Penulis: Indriyana Rachmawati