Otonomi Daerah dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Setidaknya, ada sekitar 17.000 pulau yang tersebar di wilayah Indonesia. Luasnya wilayah kekuasaan Indonesia ini membuat pemerintah Indonesia kesulitan mengontrol wilayahnya dengan sistem sentralisasi. Karenanya, dibutuhkan kebijakan yang lebih sesuai, seperti sistem desentralisasi.

Otonomi Daerah dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia

Desentralisasi di Indonesia diwujudkan melalui otonomi daerah. Otonomi daerah ini terus dikembangkan agar dapat turut mendorong perkembangan daerah - daerah di seluruh Indonesia. Kali ini, kita akan membahas mengenai bagaimana otonomi daerah dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.

Landasan Peraturan

Dalam Undang Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945, dijelaskan mengenai pembagian wilayah Indonesia, atas daerah provinsi serta kabupaten dan kota. Tepatnya, hal ini dijelaskan dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945.

Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”.

Lalu, pada ayat (2), juga dijelaskan bahwa “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.”

Dalam penjelasan Pasal 18 UUD Tahun 1945, kita dapat memahami bahwa negara Indonesia merupakan negara kesatuan (eenheidsstaat). Karenanya, Indonesia tidak akan memiliki daerah di dalam lingkungannya yang juga berbentuk negara (staat). Sederhananya, Indonesia tidak akan berbentuk negara federal atau federasi.

Untuk itu, pembagian wilayah Indonesia dilakukan atas daerah-daerah provinsi. Lalu, daerah provinsi tersebut masih dibagi lagi dalam daerah yang lebih kecil. Daerah-daerah yang lebih kecil inilah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat administratif.

Secara sederhana, maksud dari penjelasan Undang-Undang tersebut adalah pembagian wilayah Indonesia ke dalam sejumlah daerah-daerah besar dan kecil bersifat otonom, atau yang dapat mengurus rumah tangganya sendiri. Jadi, implementasi dari Pasal 18 UUD 1945 tersebut diwujudkan melalui undang-undang otonomi daerah tersendiri.

Nilai Dasar Otonomi Daerah dan Desentralisasi

Terkait dengan pelaksanaan desentralisasi serta otonomi daerah Indonesia, digunakan dua nilai dasar yang dikembangkan dari UUD 1945. Adapun nilai dasar otonomi daerah dan desentralisasi tersebut, meliputi nilai unitaris dan nilai dasar desentralisasi teritorial.

# Nilai Unitaris

Nilai unitaris adalah nilai persatuan. Hal ini merupakan pandangan bahwa Indonesia tidak memiliki kesatuan pemerintahan lain yang bersifat negara di dalamnya (“Eenheidstaat”), yang artinya kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi dalam kesatuan-kesatuan pemerintahan;

# Nilai dasar Desentralisasi Teritorial

Pemerintah diwajibkan untuk dapat mengimplementasikan politik desentralisasi dan dekonsentrasi yang dilakukan dalam bidang ketatanegaraan.

Terkait dua nilai dasar tersebut, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom serta adanya penyerahan atau pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut.

Titik Pelaksanaan Otonomi Daerah

Penetapan daerah otonom ini tentu juga harus melalui pertimbangan tertentu. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah terletak pada Daerah Tingkat II (Dati II). Pemilihan Dati II sebagai titik berat pelaksanaan otonomi daerah didasari oleh beberapa pertimbangan berikut :

# Dimensi Politik

Dati II cenderung kurang minim fanatisme kedaerahan. Ini meminimalisir risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif.

# Dimensi Administratif

Dati II adalah daerah “ujung tombak” dari pelaksanaan pembangunan. Ini membuat Dati II lebih paham kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya. Karenanya, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat menjadi relatif lebih efektif;

Prinsip Otonomi Daerah

Dalam pelaksanaannya, pelaksanaan otonomi daerah menganut beberapa prinsip, meliputi :

  1. Nyata, otonomi dilakukan secara nyata dengan disesuaikan terhadap situasi dan kondisi obyektif di daerah;
  2. Bertanggung jawab, otonomi diselaraskan atau diupayakan agar dapat mendorong kelancaran pembangunan di seluruh pelosok tanah air;
  3. Dinamis, pelaksanaan otonomi perlu dinamis agar dapat menjadi sarana dan dorongan lebih baik dan maju.

Undang Undang Pemerintahan Daerah di Indonesia

Implementasi dari Pasal 18 UUD 1945 perlu didukung dengan undang-undang khusus terkait otonomi daerah. Dalam pelaksanaannya, saat ini yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Ini adalah undang-undang terbaru yang dikeluarkan guna menyempurnakan peraturan-peraturan yang telah ada sebelumnya.

Masing-masing Undang-Undang atau peraturan terkait pemerintahan daerah yang pernah diimplementasikan di Indonesia pada dasarnya juga memiliki karakter tersendiri. Berikut adalah daftar peraturan terkait otonomi daerah yang pernah berlaku di Indonesia dan kencederungan karakternya :

  1. Desentralisatie Wet 1903 (Dominan Sentralisasi)
  2. UU 1 / 1945 (Dominan Sentralisasi)
  3. UU 22 / 1948 (Dominan Desentralisasi)
  4. UU 1 / 1957 (Dominan Desentralisasi)
  5. Penetapan Presiden 6 / 1959 (Dominan sentralisasi)
  6. UU 18 / 1965 (Dominan Desentralisasi)
  7. UU 5 / 1974 (Dominan Sentralisasi)
  8. UU 22 / 1999 (Dominan Desentraliasi)
  9. UU 32 / 2004 (Mencari keseimbangan)
  10. UU No 23 Tahun 2014 (Efektivitas pemerintahan)

Pengertian Desentralisasi

Pengertian desentralisasi berdasarkan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom guna  mengatur serta mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Proses pelimpahan wewenang Pemerintah Pusat kepada daerah-daerah otonom yang ada di dalam sistem desentralisasi ini tidak cuma karena negara Indonesia menganut konsep negara kesatuan, melainkan karena juga diamanatkan oleh undang-undang tentang Pemerintah Daerah.

Pengertian Otonomi Daerah

Di dalam UU No. 23 tahun 2014, pada bab 1 pasal 1 dijelaskan mengenai pengertian otonomi daerah yakni hak, dan kewajiban daerah otonom guna mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempatnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adanya otonomi daerah merupakan bentuk konsekuensi dari diterapkannya sistem desentralisasi.

Melalui otonomi daerah, diharapkan tidak ada sistem otoritarian pemerintahan pusat yang diartikulasikan dalam frase pusat daerah sehingga terjadi ketimpangan antara pusat dan daerah, Jawa dan Luar Jawa, serta berbagai stereotip lain yang cenderung mengilustrasikan ketimpangan antar daerah.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menekankan adanya prinsip otonomi daerah yang seluas-luasnya. Ini berarti bahwa daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan yang ada di luar urusan pemerintah sesuai yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

Kewenangan kebijakan pemerintah daerah ini dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal-hal tersebut meliputi penyediaan layanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan upaya pemberdayaan masyarakat lain.

Inti dari pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya keleluasaan pemerintah daerah (discretionary power) untuk penyelenggaraan pemerintahan tersendiri atas dasar prakarsa, kreativitas, dan peran-serta aktif masyarakat dalam rangka untuk mengembangkan dan memajukan daerahnya.

Sebagai catatan, jenis otonomi daerah bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lain. Pada intinya, otonomi daerah ini diharapkan memungkinkan para pemangku daerah membangun kerja sama antar daerah dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Kesejahteraan bersama ini ditargetkan mampu mencegah ketimpangan antar daerah.

Meski daerah memiliki otonomi yang cukup luas dalam mengontrol daerahnya, tapi perlu pula dipahami bahwa daerah tidak serta merta bebas dalam membuat seluruh kebijakan untuk daerahnya dalam aspek apa pun tanpa mempedulikan kebijakan dari pemerintah pusat.

Daerah otonom juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah. Segala kebijakan yang diambil daerah dalam rangka otonomi daerah harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Indonesia dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengertian Dekonsentrasi

Dalam otonomi daerah, selain dikenal adanya desentralisasi, juga dikenal adanya konsep dekonsentrasi. Adapun pengertian dekonsentrasi berdasarkan UU No 23 Tahun 2014 adalah bentuk pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal yang berada di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.

Klasifikasi Urusan Pemerintahan

Selanjutnya, mengenai bagaimana tata kelola otonomi daerah ini dilaksanakan, bisa merujuk pada Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah. Adapun klasifikasi urusan pemerintahan berdasarkan Pasal 9 – UU 23/2014, adalah sebagai berikut :

# Urusan pemerintahan absolut

Urusan ini menyangkut urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan dari pemerintah pusat. Adapun yang mencakup urusan pemerintah absolut dari pemerintah pusat, meliputi : (1) Pertahanan; (2) Keamanan; (3) Agama; (4) Yustisi/ peradilan/ kehakiman; (5) Politik Luar Negeri; (6) Moneter & Fiskal.

#Urusan pemerintahan konkuren

Urusan ini dapat dibedakan antara urusan Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintah konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.

Urusan pemerintahan konkuren ini terdiri dari urusan wajib serta pilihan yang diserahkan ke Daerah. Adapun yang termasuk dalam urusan pemerintah konkuren wajib dibagi lagi dalam pelayanan dasar dan non pelayanan dasar.

Pelayanan dasar meliputi : (1) Pendidikan; (2) Kesehatan; (3) PU & PR; (4) Sosial; (5) Perumahan rakyat dan kawasan pemukiman; (6) Ketentraman, Ketertiban umum dan perlindungan masyarakat.

Sedangkan non pelayanan dasar meliputi : (1) Tenaga kerja; (2) PP & PA; (3) Pangan; (4) Pertanahan; (5) Lingkungan hidup; (6) Adm. Kependudukan dan pencatatan sipil; (7) PMD; (8) Pengendalian penduduk dan KB; (9) Perhubungan; (10) Kominfo; (11) Koperasi dan UKM; (12) Penanaman modal; (13) Kepemudaan dan olahraga; (14) Statistik; (15) Persandian; (16) Kebudayaan; (17) Perpustakaan dan (18) Arsip.Sedangkan urusan konkuren pilihan menyangkut potensi, penyerapan tenaga kerja dan pemanfaatan lahan, meliputi : (1) Kelautan dan perikanan; (2) Pariwisata; (3) Pertanian; (4) kehutanan; (5) Energi dan sumber daya mineral; (6) Perdagangan; (7) Perindustrian; dan (8) Tansmigrasi.

# Urusan pemerintahan umum

Urusan ini adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.

Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah

Kewenangan akan suatu permasalahan tertentu bisa diberikan kepada pusat maupun daerah dengan memenuhi kriteria kewenangan yang telah diatur dalam Undang-undang. Adapun kriteria kewenangan yang dimiliki pemerintah pusat, meliputi :

  • lokasinya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;
  • penggunanya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;
  • manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;
  • penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Pemerintah Pusat;
  • peranannya Strategis bagi kepentingan nasional.

Sedangkan kriteria kewenangan dari daerah provinsi, yakni :

  • lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota;
  • penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota;
  • manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota; dan/atau
  • penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah Provinsi.

Sedangkan kriteria kewenangan dari Daerah kabupaten / kota, meliputi:

  • lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota;
  • penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota;
  • manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota;
  • penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota.

Adanya UU no 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah juga menegaskan, bahwa sesuai pasal 18, maka penyelenggara pemerintah Daerah diharuskan untuk memprioritaskan pelaksanaan Urusan pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan pelayanan Dasar.

Adapun pelaksanaan pelayanan dasar pada urusan pemerintahan juga wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dengan berpedoman pada Standard Pelayanan Minimal (SPM) sesuai yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Ketentuan mengenai SPM ini kemudian akan diatur melalui peraturan pemerintah yang diterbitkan kemudian.

Referensi :

  1. Fauzan, Muhammad. 2002. Hukum Pemerintahan Daerah. Yogyakarta: UII Press.
  2. Kaho, Josef Riwu. 2002. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  3. Kansil dan Christine S.T. Kansil. 2002. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
  4. Kuncoro. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga
  5. Pemerintah Indonesia. 2014. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah. Lembaran RI Tahun 2014 No. 23. Jakarta : Sekretariat Negara.
*Penulis: Hasna Wijayati

Materi lain: