Biografi Napoleon Bonaparte - Pemimpin Militer Terbesar Dunia

Pernah mendengar nama Napoleon Bonarparte. Nama ini begitu menggema di hampir seluruh dunia. Namanya sungguh fenomenal dan terkenal dalam sejarah dunia. Ia dianggap sebagai seorang pemimpin besar militer yang paling berjaya selama sejarah.

Jejak langkahnya dalam memimpin militer memang begitu panjang. Berbagai kebesaran sejarah juga berhasil ia raih. Karenanya, biografi Napoleon Bonaparte ini sungguh layak untuk dibahas dan disimak. Dari biografi Napoleon Bonaparte ini, kita mungkin bisa belajar banyak hal mengenai sejarah, politik, perang, damai dan perjuangan.

Tentunya, tidak semua sikap yang diambil oleh Napoleon adalah hal positif. Jadi, pastikan untuk memilah dan memilih bagian mana dari sikapnya yang patut untuk dikagumi, dan bagian mana yang hanya sebagai pengetahuan dan pelajaran. Jadi, siap mendengar kisah biografi Napoleon Bonaparte yang sering dianggap sebagai Pemimpin Militer Terbesar Dunia ini?

Masa Kecil

Napoleon Bonaparte lahir pada tanggal 15 Agustus 1769, di sebuah Pulau Mediterranean yang kala itu diduduki oleh kerajaan Perancis, bernama Ajaccio, Corsica. Dia lahir sebagai anak keempat dari ayahnya yang bernama Carlo Buonaparte (1746-1785) dan ibunya yang bernama Letizia Romalino Buonaparte (1750-1836). Ayahnya, adalah seorang pengacara.

Walaupun merupakan anak keempat, tapi dia adalah anak kedua yang bertahan. Sebab, dua saudaranya yang lain tidak sempat bertahan hidup alias sudah meninggal dunia.

Meskipun orang tua Napoleon adalah kelompok bangsawan Corcisan, tapi keluarganya tidak cukup kaya. Setahun sebelum kelahiran Napoleon, Perancis mengambil alih Corcisa dari negara bagian Genoa, Italia. Karenanya, Napoleon kemudian mengadopsi ejaan bahasa Perancis untuk nama belakangnya.

Tak lama berselang setelah kelahiran Napoleon, pendudukan Corsica oleh Perancis mengalami masalah karena adanya perlawanan warga lokal. Ketika itu, Carlo Buonaparte menjadi orang yang pertama mendukung kelompok nasionalis bersama pemimpinnya, Pasquale Paoli.

Akan tetapi, setelah Paoli terpaksa melarikan diri dari pulau tersebut, Carlo beralih haluan dan mulai mendukung Perancis. Karenanya, ia kemudian diberikan wewenang sebagai assessor di pengadilan daerah di Ajaccio pada tahun 1771.

Dengan kedudukannya ini, maka Carlo bisa dengan mudah mendaftarkan kedua putranya, Joseph dan Napoleon di France's College d'Autun, yakni sebuah akademi militer Perancis di Paris. Napoleon belajar di tanah daratan Perancis dan di sana pula, ia belajar bahasa Perancis.

Masa Awal Perjuangan Napoleon

Awalnya, Napoleon bersekolah di military college of Brienne selama lima tahun. Kemudian, ia segera berhenti dan melanjutkan pendidikannya di akademi militer di Paris. Di bawah bimbingan dari pendidikan militer ini, Napoleon tumbuh menjadi sosok yang tangguh, pantang menyerah, dan keras. Ia memang sungguh menyukai dunia militer yang keras ini.

Namun, di tahun 1785 ayah Napoleon meninggal karena kanker perut saat Napoleon masih menempuh pendidikan di akademi. Kematian ayahnya ini memaksa Napoleon untuk menanggung beban sebagai seorang kepala keluarga dari keluarganya. Napoleon akhirnya lulus lebih awal dari akademi militer.

Setelah lulus, ia menjadi Letnan II artileri dan kembali ke Corsica di tahun 1786. Ketika kembali ke rumahnya di Cosica, Napoleon mulai mendukung secara diam -diam gerakan perlawanan di Corsican terhadap pendudukan Perancis. Ia mendukung pergerakan bersama dengan rekan ayahnya dulu, Pasquale Paoli. Akan tetapi, perlawanan ini jatuh dengan segera.

Lalu di tahun 1789, tercetuslah Revolusi Perancis. Revolusi ini berlangsung selama tiga tahun dan terjadilah penggulingan kekuasaan monarki Perancis. Dengan revolusi ini, berubahlah Perancis menjadi sebuah negara republik Perancis.

Selama masa -masa revolusi, Napoleon pergi meninggalkan Perancis dan hidup di Corcisa. Di sana, ia bergabung dengan Jacobins, sebuah kelompok politik yang pro-demokrasi. Di tahun 1973, terjadilah sebuah dengan kelompok nasionalis dari gubernur Corcisan, Pasquale Paoli (1725-1807).

Karena pergolakan ini, keluarga Bonaparte pun terpaksa harus melarikan diri dari tanah tempat tinggalnya. Mereka akhirnya pergi ke Perancis. Di sana, Napoleon kembali bertugas sebagai seorang anggota militer.

Perjalanan Hidup

Pada tahun 1796, Napoleon menikah dengan Josephine de Beauharnais (1763-1814). Istrinya tersebut adalah seorang janda yang lebih tua enam tahun darinya dan sudah memiliki dua orang anak remaja. Namun, Napoleon tidak memiliki keturunan dari istrinya itu.

Tentu saja Napoleon juga berkeinginan untuk memiliki seorang pewaris yang merupakan darah dagingnya sendiri. Karena belum juga mendapat keturunan hingga tahun 1809, Napoleon memutuskan untuk bercerai dari Josephine, sehingga ia bisa menikah dengan wanita lain dan mendapatkan keturunannya.

Di tahun 1810, Napoleon menikahi Marie Louise (1791-1847). Istrinya kali ini adalah seorang putri dari kerajaan Austria. Dari istrinya yang baru ini, ia akhirnya bisa mendapatkan keturunan. Setahun setelah pernikahan mereka, Marie Louise melahirkan seorang anak lelaki yang diberinya nama Napoleon François Joseph Charles Bonaparte (1811-1832).

Putranya inilah yang di kemudian hari dikenal sebagai Napoleon II dan di diberi gelar sebagai the title king of Rome. Selain putra yang diperoleh dari Marie Louise, Napoleon juga memiliki beberapa anak lain hasil hubungan gelapnya dengan wanita lain.

Memulai Karir Militer yang Lebih Tinggi

Di Perancis, Napoleon bekerja sama dengan kelompok revolusioner yang dipimpin oleh Maximilien Robespierre (1758-1794). Ia juga merupakan anggota kelompok Jacobin yang memegang peran kunci dalam terror terhadap pemerintah di tahun 1793 hingga 1794. Masa itu, terjadi sebuah pemberontakan revolusi.

Selama masa pergolakan tersebut, Napoleon mendapatkan promosi sebagai Brigadir Jenderal di satuan tentaranya. Namun, ketika Robespierre kehiangan kekuasaannya pada Juli 1794, Napoleon pun menjadi tahanan rumah.

Di tahun 1795, Napoleon membantu pemberontakan melawan pemerintah di Paris. Karenanya, ia mendapatkan ganjaran dan dipromosikan sebagai mayor jenderal.

Pemerintahan Perancis masa itu memang sering dipenuhi dengan gejolak perpolitikan. Sejak tahun 1792, pemerintah revolusi Perancis sudah mengalami konflik militer dengan beberapa negara di Eropa. Hal ini tentu jadi tantangan tersendiri bagi para tentara Perancis, termasuk Napoleon.

Di tahun 1796, Napoleon memimpin tentara Perancis untuk melawan kelompok militer dari Austria yang jumlahnya lebih besar. Austria adalah salah satu negara pesaing Perancis ketika terjadi pertempuran di Italia. Dalam pertempuran ini, Napoleon sukses memenangkan peperangan ini.

Kesempatan Besar untuk Memimpin

Di tahun 1797, Perancis dan Austria menandatangani Perjanjian Campo Formio. Dari perjanjian ini, Perancis Diuntungkan karena wilayah kekausaan baru. Tahun berikutnya, lima orang yang merupakan kelompok pemimpin pemerintahan Perancis sejak tahun 1795, memberikan sebuah kesempatan menarik bagi Napoleon.

Napoleon diberi tawaran untuk memimpin invasi di Inggris. Namun, Napoleon menolak karena merasa bahwa kekuatan angkatan laut Perancis tidak cukup kuat untuk melawan Kerajaan Britania Raya yang hebat dalam hal angkatan lautnya. Sebaliknya, Napoleon mengusulkan untuk melakukan invasi ke Mesir.

Invasi terhadap Mesir ini sekaligus menjadi strategi untuk menghalangi rute perdagangan Inggris menuju ke India, yang memang harus melalui Mesir. Usulan ini pun disambut oleh para pemimpin Perancis tersebut dan aksi invasi ke Mesir dilancarkan.

Rupanya, Napoleon sukses meraih kemenangan melawan para militer Mesir dalam the Mamluks, sebuah perang di Piramid yang berlangsung pada bulan Juli 1798. Meski demikian, angkatan laut di bawah pimpinannya hampir dibinasakan oleh pasukan Inggris dalam Perang di Sungai Nil yang terjadi pada bulan Agustus 1798.

Sekitar tahun 1799, pasukan Napoleon mengumumkan invasinya terhadap Kekuasaan Syria di Ottoman. Sayang, pasukan Napoleon gagal dan berakhir di bawah kepungan di wilayah Israel. Dalam kondisi seperti itu, Napoleon yang ambisius dan licik memilih kabur meninggalkan pasukannya di Mesir dan kembali ke Perancis.

The Coup of 18 Brumaire

Pada November 1799, dalam sebuah peristiwa yang dikenal sebagai the coup of 18 Brumaire, Perebutan Kekuasaan 18 Brumaire, Napoleon menjadi bagian dari kelompok yang sukses menggulingkan kepemerintahan Perancis.

Pemerintahan Perancis kemudian digantikan dan dipimpin oleh tiga orang kelompok konsulat. Napoleon menjadi consulat pertama, sehingga membuatnya menjadi figure pemimpin politik Perancis yang memegang tampuk kekuasaan. Dengan kekuasaannya ini, Napoleon semakin senang karena memiliki keleluasaan untuk memimpin pergerakan militer untuk menaklukan dunia.

Ia pun, memulai perang -perang atas nama Perancis. Pada Juni 1800, pada sebuah perang Marengo, Napoleon sukses mengalahkan musuh bebuyutan dari Perancis, yakni Austria. Austria dipukul mundur hingga ke Italia. Dari kemenangan ini, Napoleon pun memiliki kekusaan yang semakin besar di Perancis. Di tambah lagi, pada Treaty of Amiens yang ditandatangani tahun 1802, Inggris setuju untuk berdamai dengan Perancis, meski hanya dalam kurun waktu setahun.

Di samping upaya perang, Napoleon juga bekerja keras untuk mengembalikan stabilitas Perancis pasca revolusi. Ia memusatkan pemerintahan, melakukan reformasi di berbagai bidang mulai dari perbankan, edukasi, pendidikan, seni, dan bahkan berusaha meningkatkan hubungan baik antara rezim dan Paus, yang merupakan representasi dari kepercayaan utama Perancis, Katolik.

Pada masa revolusi Perancis, Paus memang banyak dilupakan dan tidak diperhatikan. Hal paling menarik dari apa yang dilakukan oleh Napoleon adalah kecerdikannya dalam membentuk Kode Napoleon atau Napoleonic Code. Ini adalah sebuah aturan yang membuat sistem hukum Perancis jadi lebih singkat dan menjadi pondasi dari hukum sipil Perancis hingga saat ini.

Di tahun 1802, Napoleon melakukan amandemen konstitusi yang membuatnya menjadi konsulat seumur hidup pertama yang pernah ada. Dua tahun berikutnya, yakni tahun 1804, ia bahkan menobatkan dirinya sendiri sebagai Kaisar Perancis dengan sebuah upacara mewah di Cathedral of Notre Dame di Paris.

Rezim Napoleon I - The Reign of Napoleon I

Dari tahun 1803 hingga 1815, Perancis berada di bawah kekuasaan Napoleon yang gila akan perang. Napoleon pun membawa Perancis ke dalam deretan konflik peperangan dengan berbagai koalisi nasional di Eropa. Hal ini membuat kondisi keuangan Perancis memburuk.

Karenanya, di tahun 1803, Napoleon menjual wilayah Perancis, Louisiana, di Amerika Utara, sebagai upaya untuk mendanai masa depan peperangan yang dilakukan oleh Perancis. Wilayah ini dijual kepada Amerika Serikat yang baru merdeka, dengan harga $15 million. Transaksi ini kemudian banyak dikenal sebagai the Louisiana Purchase.

Pada Oktober 1805, Inggris Raya mengalahkan Napoleon pada perang Trafalgar. Akan tetapi, di tahun yang sama pada bulan Desember, Napoleon sukses meraih kemenangan terbesarnya dalam perang di Austerlitz. Dalam perang tersebut, ia berhasil mengalahkan Austria dan Rusia. Kemenangan ini menghasilkan sebuah resolusi berupa pembubaran the Holy Roman Empire dan membentuk sebuah Konfederasi Rhine.

Tahun -tahun berikutnya, mulai tahun 1806 hingga tahun 1809, Napoleon terus melancarkan perangnya. Beruntung, Napoleon selalu mendapatkan kemenangannya. Ia bahkan sukses membentuk pelabuhan sebagai blockade melawan perdagangan Inggris.

Selama tahun -tahun tersebut pula, Napoleon berusaha membangun kembali aristokrasi di Perancis untuk menghapuskan secara total revolusi Perancis, dan memulai sistem kebangsawanan. Keluarga dan kawan -kawan setia dari Napoleon lah yang ikut dalam kelompok aristocrat. Kerajaan Perancis di bawah pimpinannya, kemudian mulai berlanjut untuk menguasai wilayah barat dan tengah benua Eropa.

Kejatuhan Napoleon

Di tahun 1810, Rusia menarik diri dari sistem continental bentukan Napoleon. Napoleon yang merasa marah lalu membalas dengan mengirim pasukan besar untuk menyerang Rusia di musim panas tahun 1812. Pada peperangan ini, Rusia memilih strategi untuk mundur. Tapi, Napoleon terus saja bergerak maju untuk menyerang.

Pasukan Napoleon terus saja melakukan perjalanan hingga ke wilayah dalam Rusia. Pada September, mereka akhirnya terlibat perang di Borodino. Napoleon lalu berlanjut menuju ke Moscow. Tiba di sana, ternyata hampir seluruh populasi di Moscow telah dievakuasi. Kota itu bahkan telah sengaja dibakar oleh Rusia, agar semua aset dan bekal habis.

Kala itu, Rusia mulai memasuki musim dingin. Hal ini pun membuat pasukan Napoleon menderita kelaparan dan kelelahan sehingga memaksa pasukan ini keluar dari Mosko. Dalam kondisi kelelahan dan kelaparan seperti itu, tiba -tiba pasukan Napoleon mendapat serangan hebat dari tentara Rusia. Sekitar 600.000 pasukan Napoleon terpontang -panting, dan hanya sekitar 100.000 pasukan yang berhasil keluar dari Rusia.

Di saat yang sama, Perancis juga sedang menghadapi Peninsular War Peninsular War (1808-1814). Perancis yang menghadapi Spanyol dan Portugis yang mendapatkan bantuan dari Inggris. Dalam perang ini pun, pasukan Napoleon juga harus menelan pil pahit kegagalan.

Kegagalan -kegagalan dalam peperangan lain pun turut menyusul di Battle of Leipzig tahun 1812. Ia dikalahkan oleh Austria, Prussia, Rusia, dan Swedia. Menghadapi semua kekalahan tersebut, Napoleon memutuskan mundur ke Perancis. Di bulan Maret 1814, koalisi beberapa negara Eropa pun menyerang Paris.

Pada 6 April 1814, Napoleon pun dipaksa untuk turun tahta. Melalui perjanjian Fontainebleau, ia diasingkan ke Elba, sebuah pulau Mediterranean island di pesisir Italia. Di sana, ia diberikan kedaulatan, tapi hanya untuk pulau kecil tersebut. Sementara istri dan anaknya, pergi ke Austria.

Namun, pada 26 Februari 1815, setahun setelah diasingkan, Napoleon memilih untuk melarikan diri dari Elba dan berlayar menuju Perancis. Ia membawa serta pengikutnya berjumlah sekitar 1000 orang.

Tanggal 20 Maret, dia tiba di Paris. Rupanya, ia mendapatkan sambutan meriah di Paris. Raja Louis XVIII (1755-1824) yang baru memimpin pun melarikan diri, dan Napoleon memulai sebuah kampanye yang dikenal sebagai Kampanye 100 hari.

Mendengar berita kembalinya Napoleon di Perancis, kelompok koalisi Austria, Inggris, Prusia dan Rusia pun segera menyiapkan perang. Perancis memang sudah dianggap sebagai musuh. Napoleon berusaha untuk mempertahankan diri. Ia menyiapkan pasukannya dan mencoba menyrang musuh satu per satu, sebelum pasukan musuh mulai menyerangnya.

Pada Juni 1815, ia menginvasi Belgia. Pada 16 Juni, ia berhasil mengalahkan Prusia di Perang Ligny. Akan tetapi, dua hari kemudian, di tanggal 18 Juni, sebuah perang di Waterloo dekat Brussel pecah, dan di sana Perancis mendapat serangan hebat dari Inggris dan Prusia. Pada 22 Juni 1815, Napoleon sekali lagi turun tahta.

Hari Hari terakhir Napoleon

Pada Oktober 1815, Napoleon diasingkan ke tempat yang jauh, yakni disebuah pulau milik Inggris, Saint Helena, yang terletak di Samudra Atlantik wilayah selatan. Di sanalah, ia meninggal pada tanggal 5 Mei 1851, di usia 51 tahun. Ia meninggal karena sakit kanker perut.

Di pulau tersebut pula, Napoleon dikuburkan. Sebetulnya, Napoleon pernah meminta untuk dikuburkan di Siene, di antara masyarakat Perancis yang begitu ia cintai.

Meski demikian, di tahun 1840, jenazahnya dibawa kembali ke Perancis dan dimakamkan di ruang bawah tanah di Les Invalides di Paris. Itu adalah tempat di mana para pemimpin militer Perancis dikuburkan.

Napoleon telah tiada untuk selamanya. Meski ia dianggap sebagai musuh dari banyak negara di Eropa dan negara -negara lain yang diserangnya, tapi rakyat Perancis masih mengagumiya. Apalagi, jasanya juga masih bisa dirasakan, yakni dalam membuat kode hukum sipil yang pertama kali dibuat tahun 1790.

Kode hukum sipil ini pertama diresmikan pada tanggal 21 Maret 1804, yang kemudian dikenal sebagai Napoleonic Code atau Kode Napoleon. Kode Napoleon ini menjadi sebuah ajaran kekal dari revolusi Perancis yang berisi tentang : kebebasan Indivisu, Kebebasan bekerja, kebebasan berpendapat, dan karakteristik negara, serta persamaan hak dalam hukum.

Kode hukum sipil yang dibuat Napoleon ini sebetulnya memiliki nilai yang baik. Akan tetapi, kode hukum ini sekaligus dikembangkan menjadi suatu aturan yang bertolak belakang. Yakni memberikan perlindungan khusus terhadap para pemilik properti, memberi kebebasan yang lebih luas dari para majikan, tapi sedikit kepedulian terhadap para pekerja. Hukum ini juga mengizinkan perceraian, dan hanya dengan sedikit hak legal bari kaum perempuan.

Referensi:

1. http://www.biography.com/people/napoleon-9420291#early-years
2. http://www.history.com/topics/napoleon
3. http://www.notablebiographies.com/Mo-Ni/Napoleon-Bonaparte.html
4. https://www.britannica.com/biography/Napoleon-I
*Penulis: Hasna wijayati