Mazhab Organis dan Evolusioner dalam Teori Sosiologi Setelah Auguste Comte

Mazhab Organis dan Evolusioner dalam Teori Sosiologi Setelah Auguste Comte

Sejak kemunculannya, kajian sosiologi terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Setelah pertama kali dicetuskan oleh Auguste Comte, para tokoh sosiologi turut mulai melakukan kajian mengenai objek sosiologi ini dengan berbagai pendekatan dan metode.

Perkembangan sosiologi setelah Auguste Comte ini secara umum dapat dibagi ke dalam enam mazhab. Pembagian mazhab mazhab ini berdasarkan pada pemikiran para tokoh sosiologi yang memiliki ciri khas pemikiran. Para tokoh sosiologi dengan pemikiran yang selaras digolongkan ke dalam satu mazhab yang sama, sehingga dapat saling mendukung satu ide dengan ide lainnya.

Adapun keenam mazhab tersebut, meliputi : (1) Mazhab geografi dan lingkungan, (2) Mazhab Organis dan Evolusioner, (3) Mazhab Formal, (4) Mazhab Psikologi, (5) Mazhab Ekonomi, (6) Mazhab Hukum.

Masing -masing mazhab ini akan diuraikan secara terperinci dalam tiap tiap artikel. Kali ini, kita akan membahas lebih lanjut mengenai mazhab organis dan evolusioner. Kelima mazhab lain telah dijabarkan dalam artikel terpisah pada website ini.

Tokoh pendukung mazhab organis dan evolusioner

Teori teori sosiologi yang berkembang ternyata juga banyak mendapatkan pengaruh dari ajaran-ajaran serta teori-teori di bidang biologi secara luas. Apalagi, sejak abad pertengahan, sudah ada banyak ahli pikir masyarakat yang mengadakan analogi antara masyarakat manusia dengan organisme manusia.

Lalu, setelah beberapa abad berikutnya, pengaruh dari kajian biologi terhadap sosiologi ini kembali muncul. Pemikiran inilah yang kemudian banyak menyumbang gagasan dalam mazhab organis dan evolusioner.

Adapun tokoh yang populer dengan ide dalam mazhab ini adalah Herbert Spencer (1820-1903) dari Inggris. Herbert Spencer inilah yang pertama kali menuliskan idenya mengenai masyarakat atas dasar data empiris yang kongkret. Selain itu, ada juga W.G. Sumner (1840-1910) yang turut mengembangkan pemikiran serupa, serta ajaran Emile Durkheim (1855-1917) dari Perancis, dan Ferdinand Tonnies dari Jerman (1855-1936).

Pemikiran Herbert Spencer dalam mazhab organis dan evolusioner

Herbert Spencer banyak mencetuskan ide terkati masyarakat yang dikaji berdasarkan pada data empiris yang konkret. Spencer menawarkan suatu model kongkret yang secara sadar ataupun tidak sadar, kemudian banyak pula diikuti oleh para sosiolog sesudah dirinya.

Spencer sendiri mengungkapkan bahwa suatu organisme memiliki potensi untuk bertambah sempurna ketika bertambah kompleks pula, serta ketika ada diferensiasi antara bagian-bagiannya.

Sederhananya, aanya organisasi fungsi ini akan memunculkan organisasi yang lebih matang pada antar bagian organisme tersebut. Selain itu, akan tercipta pula integrasi yang lebih sempurna.

Jika dipandang dari sudut evolusioner, maka tahapan organisme ini akan menunjukkan sifatnya yang semakin sempurna. Dari sini, dapat dipahami bahwa suatu organisme tentuya akan terdapat kriterianya, yaitu kompleksitas, diferensiasi, dan integrasi.

Ketiga kriteria ini pada dasarnya akan dapat diterapkan pada setiap bentuk masyarakat. Ketika terjadi evolusi sosial dan perkembangan sosial, maka hal ini meunjukkan pula adanya pertambahan dari diferensiasi dan integrasi, peningkatan pembagian kerja, dan suatu transisi dari keadaan homogen menuju ke keadaan heterogen.

Pada kajiannya ini, Spencer sebenarnya bermaksud membuktikan bagaimana kondisi masyarakat tanpa diferensiasi yang terjadi pada tahap pra industri. Ia ingin menunjukkan bahwa masyarakat pada kondisi tersebut, secara intern tidaklah stabil. Hal ini dikarenakan masyarakat terlibat dalam pertentangan- pertentangan yang berlangsung di antara mereka sendiri.

Spencer dalam bukunya yang berjudul Principles of Sociology; 3 jilid, juga mengajukan gagasannya bahwa pada masyarakat industri yang sudah mengalami diferensiasi secara mantap, maka berikutnya barulah akan muncul suatu stabilitas terdiferensiasi yang mantap. Lalu, akan ada stabilitas yang menuju pada keadaan hidup yang damai.

Ajaran Spencer ini ternyata banyak memberikan pengaruh bagi masyarakat di Amerika Serikat. Bahkan, ada juga seorang sosiolog Amerika yang sangat terpengaruh, juga mengungkapkannya melalui metode analisis Spencer adalah W.G. Sumner (1840- 1910).

Pemikiran W.G. Sumner dalam mazhab organis dan evolusioner

W.G. Sumner adalah sosiolog pendukung mazhab organis dan evolusioner asal Inggris yang juga menggunakan metode analisis Spencer. Hasil karyanya yang cukup berpengaruh adalah Folkways.

Karya ini adalah karya klasik dalam kepustakaan sosiologi, yang di dalamnya memuat tentang kebiasaan-kebiasaan sosial yang muncul secara tidak sadar dalam masyarakat, yang menjadi bagian tradisi.

Dalam folkways, memuat hampir semua aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan sosial, upacara sopan santun, kesusilaan, dan sebagainya. Aturan-aturan tersebut adalah kaidah-kaidah kelompok yang masing - masing memiliki tingkat atau derajat kekuatan yang berbeda-beda.

Kaidah-kaidah yang dianggap sedemikian pentingnya dinamakan sebagai tata kelakuan (mores). Kaidah-kaidah yang diuraikan ini tidak menjadi bagian dari suatu masyarakat secara menyeluruh. karenanya, Sumner membedakannya ke dalam dua kelompok, yakni kelompok sendiri (ingroup) dengan kelompok luar (out-groups).

Pembedaan dari dua kelompok ini memiliki tujuan tertentu, yakni agar bisa memberikan petunjuk bahwa terdapat orang-orang yang diterima suatu kelompok dan ada pula yang tidak diterima. Pembedaan yang dilakukan ini menimbulkan berbagai macam antagonisme, pertentangan dan pertikaian.

Pemikiran Emile Durkheim dalam mazhab organis dan evolusioner

Para sosiolog era kini banyak yang meragukan untuk memasukkan ajaran-ajaran Emile Durkheim (1855-1917) ini ke dalam mazhab organis dan evolusioner. Sebab, ajaran Durkheim ini banyak mengandung metode pendekatan yang beragam.

Meski begitu, masih terdapat ajaran dari Durkheim yang bisa digolongkan ke dalam mazhab ini, terutama yang tertuang dalam karyanya berjudul Division of Labor. Durkheim dalam karyanya tersebut menyatakan bahwa unsur baku yang ada di dalam masyarakat adalah faktor solidaritas.

Karenanya, Durkheim berusaha untuk membedakan antara masyarakat yang memiliki ciri faktor solidaritas mekanis dengan masyarakat yang memiliki solidaritas organis. Masyarakat-masyarakat dengan solidaritas mekanis, dapat dilihat dari ciri khas warga-warga masyarakatnya yang belum mempunyai diferensiasi dan pembagian kerja.

Para warga masyarakat di sini memiliki berbagai kepentingan yang sama dan juga kesadaran yang sama pula. Sedangkan pada masyarakat dengan solidaritas organis, masyarakat ini merupakan perkembangan dari masyarakat dengan solidaritas mekanis. Di sini, masyarakatnya telah mempunyai pembagian kerja yang ditandai dengan adanya derajat spesialisasi tertentu.

Ketika solidaritas masyarakat mengalami kemunduran, maka dapat muncul keadaan anomie dalam masyarakat. Pada keadaan ini, para warga masyarakat tidak lagi memiliki pedoman yang digunakan untuk mengukur kegiatan-kegiatannya dengan nilai dan norma yang ada.

Pemikiran Ferdinand Tonnies dalam Mazhab Organis dan Evolusioner

Gagasan utama yang disampaikan oleh Tonnies adalah mengenai bagaimana warga dari suatu kelompok mengadakan hubungan dengan sesamanya. Dasar dari hubungan tersebutlah yang dianggap penting dalam menentukan bentu kehidupan sosial tertentu.

Menurut Tonnies, dasar hubungan tersebut dapat berupa banyak hal. Di satu pihak, misalnya ada faktor perasaan, simpati pribadi, dan kepentingan bersama. Sedangkan pada pihak lain, dasar yang digunakan bisa berupa kepentingan-kepentingan yang rasional dan ikatan-ikatan yang sifatnya tidak permanen.

Tonnies juga mengajukan adanya dua bentuk kehidupan sosial. Bentuk tersebut, yang pertama dinamakan paguyuban (gemeinschaft), dan yang kedua adalah patembayan (gesellschaft). Masing -masing bentuk kehidupan sosial ini memiliki ciri khas masing -masing untuk membedakannya.

Pada patembayan, warga-warga kelompok yang ada di dalamnya terikat oleh kekuatan-kekuatan yang ada di luar dirinya. Karenanya, untuk selamanya, pada kondisi ini tidak akan dapat terjadi hubungan timbal-balik yang harmonis di antara warga kelompoknya.

Kedua bentuk kehidupan sosial ini digunakna oleh Tonnies sebagai kriteria dalam melakukan analisis terhadap setiap aspek atau bagian dari masyarakat. Menurutnya, kedua bentuk kehidupan sosial ini pada dasarnya dapat mencapai keserasian, dan sangat memungkinkan pula untuk mempertahankan keserasian tersebut, dalam masyarakat yang modern.

Referensi :

  1. Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta
  2. Poloma, Margaret. M. 2007. Sosiologi Kontemporer. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
*Penulis: Hasna Wijayati

Bacaan lain: