Mengetahui Macam - Macam Shalat Sunnah (Baik yang Berjamaah atau Munfarid)

Macam - Macam Shalat Sunnah

Jika dalam judul lain sudah dibahas mengenai tentang apa itu yang dimaksud dengan shalat jamaah. Maka, dalam pembahasan kali ini akan sedikit berbeda. Terutama mengenai macam-macam shalat sunnah itu sendiri, juga disertai dengan mana yang  lebih diutamakan untuk melakukannya secara berjamaah. Juga, shalat sunnah mana yang boleh dilakukan secara sendirian.

Arti dari Berjama’ah dan Munfarid

Dalam hal shalat, baik itu yang wajib ataupun yang sunnah pasti kita temui istilah jamaah dan munfarid. Artinya shalat yang dilakukan secara bersamaan (minimal dua orang atau lebih), sehingga ada yang berposisi sebagai satu orang imam dan yang lainnya adalah makmum, maka shalat tersebut adalah disebut sebagai shalat berjamaah.

Adapun jika seseorang melakukan shalat secara sendirian, maka shalat tersebut disebut dengan shalat munfarid. Misalnya: sholat tahajud, shalat tahiyyatul masjid, dan lain-lain. Dan itu semua dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh syara’.

Macam - Macam Shalat Sunnah (Berjamaah ataupun Munfarid)

Macam-macam shalat sunnah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Shalat Hari Raya ‘Idul Fitri

Shalat sunnah ‘Idul Fitri ini adalah shalat sunnah yang dilakukan secara berjamaah oleh umat Islam setelah menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan selama 29 atau 30 hari. Shalat ‘Idul Fitri ini dilaksanakan pada tanggal 1 Syawal.

Shalat sunnah ini juga khusus dilakukan di masjid atau tempat lain yang besar dan luas, seperti di lapangan. Sehingga mampu menampung banyak jamaah. Shalat sunnah ini terdiri dari dua rekaat, yang setelah takbiratul ihram pada rekaat pertama diulangi lagi sebanyak tujuh kali, dan sebanyak lima kali ketika berdiri pada rekaat kedua.

Setelah melaksanakan shalat ‘Idul Fitri inilah kemudian seorang khatib naik ke mimbar untuk menyampaikan khutbah yang akan disampaikannya. Untuk shalat sunnah ini disunnahkan untuk mandi dan memakai minyak wangi. Kemudian makan dan minum terlebih dahulu sebelum berangkat ke tempat shalat.

2. Shalat Hari Raya ‘Idul Adha

Shalat Sunnah ‘Idul Adha ini tidak jauh berbeda dengan shalat sunnah ‘Idul Fitri. Adapun yang membedakannya adalah waktu pelaksanaannya yang dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah, serta disunnahkan untuk tidak makan dan minum terlebih dahulu, sampai shalat ‘Idul Adha selesai dilaksanakan.

3. Shalat Kusuf atau Gerhana (Gerhana Bulan atau Gerhana Matahari)

Shalat Kusuf atau lebih dikenal dengan shalat sunnah gerhana ini dilakukan ketika terjadi salah satu fenomena alam yaitu gerhana. Baik itu gerhana matahari atau gerhana bulan. Hukum dari melaksanakan shalat ini adalah sunnah muakkad. Adapun untuk melaksanakan shalat ini adalah ketika terjadinya gerhana tersebut sampai selesainya  gerhana tersebut (kembali dalam kondisi normal)

Shalat gerhana ini baik dilakukan dengan berjamaah (baik itu di masjid ataupun di mushalla) karena setelah melakukan shalat tersebut akan ada khutbah yang menerangkan akan kebesaran Allah swt., mengenai kejadian alam tersebut. Serta anjuran kepada semua jamaah untuk memperbanyak istighfar dan taubatnya.

Shalat Kusuf ini dilakukan juga dengan dua rekaat, yang berbeda adalah cara melaksanakannya.  Untuk cara pelaksanaann shalat Kusuf ini adalah sebagai berikut:

  1. Niat terlebih dahulu (melaksanakan shalat gerhana matahari atau gerhana bulan
  2. Takbiratul ihraam disusul membaca doa iftitah
  3. Membaca surat al-Fatihah dan diteruskan dengan ayat atau surat al-Qur’an yang lain
  4. Kemudian ruku’
  5. I’tidal (berdiri setelah ruku’), diikuti dengan membaca Surat al-Fatihah dan surat pendek
  6. Ruku’ kembali
  7. I’tidal kembali (seperti biasa)
  8. Kemudian sujud
  9. Kemudian duduk diantara dua sujud
  10. Sujud kembali
  11. Kemudian berdiri untuk melakukan rekaat yang kedua (caranya seperti rrekaat pertama atau penjelasaan tadi sampai duduk tasyahud)
  12. Membaca bacaan tasyahud dan shalawat atas Nabi Muhammad saw., beserta keluarganya.
  13. Terakhir adalah salam

Adapun bacaan surat al-Fatihah dan surat pada shalat tersebut, ketika terjadi gerhana matahari adalah dibaca dengan pelan (sirr), sedangkan ketika terjadi gerhana bulan dibaca dengan bacaan yang nyaring (jahr).

4. Shalat Tarawih

Shalat tarawih ini adalah shalat sunnah yang dilakukan seseorang ketika selesai melakukan shalat sunnah rawatib Isya’ atau sesudah Isya’, yang ada pada bulan Ramadhan. Waktu pelaksanaannya sendiri dibatasi sampai terbit fajar. Shalat sunnah tarawih ini tentunya lebih diutamakan dilakuksan secara berjamaah daripada sendiri (munfarid).

Jumlah rekaat ketika melakukan shalat tarawih ini (tergantung madzhab masing-masing) ada banyak, seperti yang sering kita lihat dan sering kita ikuti dalam masyarakat setempat. Ada yang melakukannya sebanyak delapan rekaat ada juga yang dua puluh rekaat. Baik dengan dua rekaat ataupun empat rekaat dengan sekali salam.  Hal yang demikian itu tentu tergantung pada kondisi dan pengetahuan warga setempat.

5. Shalat Tahajjud

Shalat tahajjud ini adalah shalat sunnah yang juga hampir sama dengan shalat tarawih. Jika shalat tarawih hanya dilakukan pada bulan Ramadhan maka shalat tahajjud ini bisa dikerjakan kapan saja diwaktu malam sampai terbit fajar. Boleh dilaksanakan setelah shalat Isya’ atau ketika bangun tidur di malam hari. Utamanya ketika sepertiga malam yang terakhir.

Shalat ini juga seperti shalat sunnat biasa minimal dua rakaat, dan syukur kita bisa menyusulnya dengan shalat sunnah witir.

Simak juga: Shalat Jumat (Pengertian, Hukum, Rukun serta Syarat-Syaratnya)

6. Shalat Witir

Shalat witir ini adalah shalat yang rekaatnya terbilang ganjil dan dilaksanakan pada waktu malam hari. Shalat witir ini jumlah rekaat yang paling minim adalah satu atau tiga atau bisa juga angka-angka lainnya yang jumlahnya ganjil, maksimal sebelas rekaat.

Kata ‘al-Witru’ yang mempunyai arti ganjil ini, tentunya mengandung makna tersendiri. Oleh karena itu pula melaksanakan shalat witir ini juga dihukumi sunnah muakkad (sunnah yang dianjurkan).

Pada bulan Ramadhan, shalat witir dilakukan seseorang setelah melakukan shalat tarawih, atau sampai menjelang sahur. Pada hari-hari biasa, shalat witir ini boleh dilakukan langsung setelah melakukan shalat Isya’ atau setelah shalat tahajjud, atau hanya menjalankan shalat witirnya saja dikarenakan waktunya yang ‘mepet’ dengan waktu fajar atau shubuh. Cara melaksanakan shalat witir ini adalah dengan sekali salam, jika hanya satu rekaat, tentu satu kali salam.

Akan tetapi jika dikerjakan lebih dari satu rekaat, salamnya bisa satu atau dua kali salam. Misalnya: ketika witir dengan tiga rekaat langsung maka pelaksanaannya pun bisa jadi dua. Langsung salam pada rekaat ketiga dan dilakukan tanpa tasyahud awal atau dua rekaat salam dahulu kemudian disusul dengan satu rekaat langsung salam.

7. Shalat Dhuha

Shalat dhuha ini adalah shalat yang dilakukan di pagi hari, ketika matahari sudah sudah mulai terbit dan naik kira-kira satu satu tombak, atau kurang lebih sekitar jam tujuh pagi. Batas waktu shalat dhuha ini adalah sampai menjelang shalat Dzuhur.

Shalat dhuha ini juga seperti shalat sunnah biasanya terdiri dari dua rekaat. Maksimal dikerjakan adalah sampai 12 rekaat. Setelah membaca surat al-Fatihah pada shala dhuha ini dianjurkan untuk rekaat pertama membaca surat as-Syams, kemudian di rekaat ke dua membaca surat ad-Dhuha

8. Shalat Istikharah

Shalat istikharah ini adalah shalat sunnah yang dilakukan oleh diri pribadi (munfarid). Shalat sunnah istikharah ini dilakukan oleh seseorang karena sedang dihadapkan dalam kondisi untuk memilih di antara pilihan yang menurutnya sama-sama baiknya.

Shalat ini dilakukan seseorang untuk berdoa memohon petunjuk dari Allah swt., atas apa yang akan dipilih atau dikerjakannya. Sehingga orang tersebut bisa mendapatkan petunjuk terbaik atas pilihan atau sesuatu yang akan dikerjakannya.

Semisal ketika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan hidupnya seperti: memilih seseorang yang akan dinikahinya, ingin bekerja, ingin berdagang dan lain sebagainya. Tentunya akan merasa ada pilihan yang terbaik antara yang baik.

Shalat sunnah ini juga dilakukan dua rekaat seperti sholat sunnah biasanya. Adapun waktunya adalah pada waktu malam hari, dan diharapkan orang tersebut juga bisa berdoa dengan baik dan sungguh-sungguh. Melalui shalat sunnah inilah seseorang berharap  mendapatkan petunjuk atau pilihan dari Allah swt. atas rencana atau pilihan  yang akan dilakukannya. Adapun petunjuk tersebut bisa melalui mimpi atau melalui cara yang lain.

9. Shalat Tahiyyatul Masjid

Shalat sunnah tahiyyatul masjid ini adalah shalat sunnah yang dikerjakan oleh seorang muslim ketika orang tersebut memasuki masjid dan belum duduk. Shalat sunnah tahiyyatul masjid ini juga sebagai bentuk penghormatan orang tersebut ketika dirinya memasuki rumahnya Allah swt. (dalam hal ini masjid).

Hadits Nabi saw., yang menjelaskan tentang shalat tahiyyatul masjid ini adalah sebagai berikut:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ المَسْجِدَ، فَلاَ يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ» (رواه بخاري و مسلم)

Artinya:
“Jika salah seorang dari kalian semua memasuki masjid, maka (usahakan) jangan duduk dahulu sebelum melakukan shalat dua rekaat” (HR. Bukhari-Muslim)

Shalat ini tidak dibatasi waktu dan tempat kecuali ketika muadzin yang sedang mengumandangkan adzannya, baru kemudian ketika adzan sudah selesai, disunnahan untuk melaksanakan shalat sunnah tahiyyatul masjid tersebut.

10. Shalat Sunnah Rawatib

Shalat sunnah rawatib ini adalah shalat sunnah yang mana pelaksanaan dan waktunya  mengikuti shalat wajib lima waktu (shalat fardhu). Baik shalat sunnah itu dilakukan sebelum shalat wajib (sunnah qabliyah) atau sesudah melakukan shalat wajib (sunnah ba’diyah). Shalat sunnah rawatib ini juga ada yang muakkad dan ada yang ghairu muakkad.

Adapun shalat sunnah rawatib yang muakkad ini adalah sebagai berikut:

  • Dua rekaat sebelum shalat Shubuh
  • Dua rekaat sebelum shalat Dzuhur
  • Dua rekaat sesudah shalat Dzuhur
  • Dua rekaat sesudah shalat Maghrib
  • Dua rekaat sebelum shalat ‘Isya

Adapun shalat sunnah rawatib yang ghairu muakkad adalah sebagai berikut:

  • Dua rekaat sebelum shalat Dzuhur (Khusus Dzuhur shalat sunnahnya ada empat rekaat baik sebelum ataupun sesudahnya, dengan dua kali salam artinya dua rekaat yang satunya adalah muakkad dan satunya adalah ghairu muakkad)
  • Empat rekaat sebelum Shalat ‘Ashar (dengan dua kali salam)
  • Dua rekaat sebelum shalat Maghrib
  • Dua rekaat sebelum shalat Isya’

Perlu diketahui bersama bahwa setelah shalat shubuh hingga terbitnya matahari, juga setelah shalat ‘ashar hingga matahari terbenam tidak ada istilah shalat sunnah rawatib, karena dua waktu tersebut merupakan waktu yang diharamkan untuk melakukan shalat.

Semua shalat sunnah di atas baik yang dilakukan secara berjamaah ataupun sendirian tentunya secara waktu dan tempat dilakukan dengan berbeda. Begitu pula niat dari shalat sunnah tersebut, yang juga disesuaikan dengan shalat sunnah yang dilakukan.

Hikmah Dibalik Shalat Sunnah Berjamaah atau Shalat Munfarid

Shalat sunnah yang dilakukan baik secara berjamaah atupun munfarid yang dijelaskan di atas tentu mempunyai beberapa hikmah tersendiri. Diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Mendekatkan diri kita kepada Allah swt.
  2. Meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah swt.
  3. Memberikan tambahan terhadap amal ibadah yang kita lakukan
  4. Menjalin persatuan dan kesatuan bersama antara umat Islam
  5. Menjaga hubungan kita baik antara Tuhan kita Allah swt., maupun antara sesama umat manusia

Demikian penjelasan Portal-Ilmu.com mengenai macam-macam dari shalat sunnah yang jumlahnya banyak, bahkan ada beberapa nama shalat sunnah yang lain yang belum sempat dicantumkan. Tetapi dengan yang sedikit ini, semoga bisa menambah wawasan kita tentang shalat sunnah serta bisa kita amalkan dalam kegiatan sehari-hari kita.

Sumber:

  1. Software  Al-Maktabah al-Syamilah v.34
  2. Software  Kamus Besar Bahasa Indonesia v.1.1
  3. Muhammad Rohmadi, Pendidikan Agama Islam Untuk SMP Kelas IX, (Sukoharjo: Graha Multi Grafika, 2007)
  4. Robingan, Munawar Khalil, Teladan Utama Pendidikan Agama Islam 3 : untuk Sekolah
  5. Menengah Pertama Kelas IX, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2011)
  6. Tim Arafah, Pendidikan Agama Islam 3 Untuk Siswa SMP Kelas IX, (Semarang: PT. Aneka Ilmu, 2006)
*Penulis: Abdul Wahid

Materi lain: