Logical Fallacy : Sesat Pikir dalam Logika

Dalam berlogika, kita harus bisa berpikir secara tepat. Meskipun setiap orang memiliki logika yang bisa berbeda, tapi ada patokan khusus dalam berlogika agar informasi yang diolah dalam pikiran bisa menghasilkan analisa yang tepat. Repotnya, terkadang kita bisa melogika sesuatu dengan cara yang salah.

Melogika sesuatu dengan cara yang salah ini biasa disebut dengan istilah Logical Fallacy. Istilah logical fallacy dalam bahasa Indonesia disebut sebagai “sesat pikir”. Lantas, apa yang dimaksud dengan logical fallacy?

Logical fallacy atau sesat pikir adalah suatu kesimpulan yang tidak jelas, yang bisa terjadi ketika kita berpikir atau memproses data. Jadi, kesimpulan yang kita tangkap bisa berbeda dari maksud yang ingin diungkapkan oleh si penyampai informasi, atau kita mungkin meragukan informasi yang kita tangkap itu.

Contohnya, semisal ada data A. Kemudian kita kita menerima data itu, kita berpikir B, atau ragu, eh kok sepertinya A adalah B ya?

Jika ternyata A tidak sama dengan B, artinya terdapat kesalahan dalam proses berpikir kita. Nah, pada kondisi inilah, kemungkinan kita sedang terjebak dalam logical fallacy atau kekeliruan dalam berlogika atau sesat pikir.

Jenis Logical Fallacy

Dalam berlogika, kita mengenal ada beberapa jenis logical fallacy. Setidaknya, terdapat 10 jenis logical
fallacy
sering terjadi atau kita temui di dalam keseharian kita. Barangkali, kita pun sering terjebak dalam logical fallacy ini. Apa saja jenis-jenis sesat pikir atau logical fallacy ini?

1# Sesat Pikir “Ad hominem”

Sesat pikir ini terjadi ketika si X dan si Y beradu argumen. Ketika beradu argumen, si X bukannya membantah argumen Y, melainkan justru menyerang pribadi si Y.

Contoh:

X : “Kita sebaiknya menggunakan
teori yang tepat untuk analisa masalah ini.”
Y : “Ah, dasar cungkring loe, pendapat orang cungkring mana bisa dipakai.”

Nah, kalimat inilah yang termasuk serangan ad hominem, karena yang bukan mengarah pada logika “pemikiran”, tapi justru ke pribadi yang tidak ada hubungannya dengan pembahasan.

Contoh lain:

X : Riset yang Aku lakukan menunjukkan kalau media sosial memang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.
Y : Aku tidak sependapat denganmu, loh. Aku rasa, Kamu terlalu lebay.
X : Apa Kamu mempertimbangkan margin of error dari risetku?
Y : Tidak! Karena kurasa, Kita tidak bisa mempercayai orang tolol sepertimu.

2# Sesat Pikir “Straw Man”

Jenis sesat pikir ini dapat terjadi ketika si X dan si Y beradu argumen tentang suatu masalah, tapi tanggapan yang diberikan sudah di luar konteks masalah yang dibahas.

Contoh:

Misalnya Si X meminta Si Y untuk segara membayarkan biaya kos-kosan. Menanggapi hal itu, si Y justru berkata: “Ah, ternyata bagimu uang itu lebih penting ketimbang persahabatan kita ya!”
Apa yang disampaikan Si Y inilah yang merupakan logical fallacy straw man. Sebab, Si X dari awal tidak pernah mempermasalahkan atau pun membahasa persahabatan mereka.

3# Sesat Pikir “Hasty Generalisation”

Sesat pikir jenis ini dapat terjadi ketika seseorang menggunakan sedikit data untuk melakukan generalisasi. Ingat! Generalisai tidak boleh dilakukan dengan data yang tidak memadai jumlahnya. Generalisasi yang baik hanya bisa dilakukan hanya jika jumlah sample memenuhi kriteria. Nah,
mengenai kriteria teknik sampling ini ada bahasannya tersendiri ya.

Contoh sesat pikir hasty generalisastion ini misalnya Si X bertemu dengan Ayu dan Diah yang merupakan orang Solo. Ayu dan Diah memiliki wajah yang manis dan ramah. Lalu, Si X berpendapat bahwa semua gadis Solo adalah gadis yang manis dan ramah. Pendapat Si X inilah hasty generalization.

4# Sesat Pikir “Begging the Question” atau “Petitio Principii”

Bentuk logical fallacy ini terjadi ketika seseorang menggunakan pola pikir yang melingkar-lingkar, sehingga pola pikirnya menjadi tidak jelas bagian mana yang argumen dan mana pendukung.

Contoh:

Ibu : Nak, ayo bersihkan meja belajarmu!
Anak : Kenapa?
Ibu : Karena meja belajarmu harus dibersihkan!

Apa yang disampaikan si Ibu adalah sesat pikir begging the question. Ibu tidak menjelaskan alasan kenapa meja belajar anaknya harus dibersihkan, sesuai pertanyaan si anak. Tapi, si Ibu justru memberikan jawaban yang sama dengan perintah sebelumnya, “Karena meja belajarmu harus dibersihkan”. Jawaban si Ibu bukanlah penjelasan, melainkan argumen yang melingkar.

5# Sesat Pikir “Post Hoc

Jenis sesat pikir Post Hoc terjadi ketika kita yakin, bahwa suatu peristiwa saling berhubungan karena
kejadiannya berdekatan waktunya. Sederhananya, lantaran A terjadi sebelum B, berarti A yang menyebabkan terjadinya B, sementara keyakinan ini tanpa didukung bukti.

Contoh:

Si X kejatuhan cicak di kepalanya, lalu ia mengalami kecelakaan. Si X meyakini kalau dia mengalami
kecelakaan karena cicak.

6# Sesat Pikir “Ad Ignorantum”

Sesat pikir ini terjadi ketika seseorang berargumen bahwa A itu sama dengan B, padahal ia tidak tahu apa itu A.

Contoh:

X: Buku tulisan Mawar itu tidak bermutu. Tidak menarik dibaca. Ceritanya basi.
Y: Kamu sudah membacanya ya?
X: Lah, ngapain mesti baca buku yang tidak bermutu?

Apa yang disimpulkan si X adalah suatu sesat pikir. Ia sendiri tidak pernah membaca buku tulisan Mawar, tapi ia sudah bisa menyatakan bahwa buku itu tidak bermutu, tidak menarik dan basi. Seharusnya, ia menyelesaikan dulu bacaannya, baru pendapatnya bisa diterima.

7# Sesat Pikir “Burden of Proof Reversal”

Sesat pikir ini dapat terjadi ketika seseorang memberikan argument, tetapi ketika ia ditanyakan buktinya oleh orang lain, ia justru meminta orang itulah yang membuktikan.

Contoh:

X: Pemimpin itu orang baik!
Y: Buktinya apa kalau dia orang baik?
A: Lha, memangnya Kamu bisa buktikan kalau dia itu bukan orang baik? Tidak bisa kan? Ya berarti dia itu orang baik.

8# Sesat Pikir “Non Sequitur”

Sesat pikir ini terjadi ketika argumen yang disampaikan seseorang benar, akan tetapi kesimpulannya yang diambil salah. Atau bisa juga terjadi ketika argumen dan kesimpulan sama-sama benar, akan tetapi tidak ada hubungan logis dari keduanya.

Contoh:

X : Rokok ini berbahaya. Bisa menyebabkan kematian dan kanker.
Y : Orang-orang mati karena Kanker, bahkan sebelum rokok ditemukan. Jadi, rokok tidak menyebabkan kanker.

9# Sesat Pikir “False Dichotomy”

Jenis sesat pikir ini dapat terjadi ketika dalam berargumen, si A memaksa si B untuk hanya memilih antara dua pilihan saja yang tersedia, antara X atau Y saja, dan tidak memberikan ada opsi lain.

Contohnya:

Dalam dunia politik Indonesia, masyarakat mengenal adanya sebutan “cebong” dan “kampret”. Lalu, jika seseorang sedikit mengkritik pemerintah, dia digolongkan dalam kaum “kampret”, dan sebaliknya jika sedikit saja memuji keberhasilan dari kinerja pemerintah, dia disebut kaum “cebong”.

Contoh lain, seseorang ditanya : Kamu kelompok kapitalis atau sosialis?

Pertanyaan ini adalah contoh false dichotomy. Pertanyaan ini seolah menyiratkan bahwa tidak ada kelonpok selain kapitalis atau pun sosialis, atau kedua kelompok ini seolah saling bertentangan.

10# Sesat Pikir “Bandwagon

Jenis sesat pikir ini terjadi ketika seseorang beranggapan bahwa sesuatu itu benar karena mayoritas orang memiliki pendapat yang sama dengannya. Padahal, tidak ada dasar yang jelas dan logis untuk pernyataannya.

Contoh:

X : Orang-orang dalam kelompok “XYZ” itu rasis.
Y : Kenapa? Kamu bahkan belum pernah bertemu dengan mereka?
X : Yak arena orang-orang menyatakan begitu. Artinya itu benar.