Gerakan Rakyat Indonesia

Gerakan Rakyat Indonesia atau yang disingkat dengan Gerindo berdiri pada tanggal 24 Mei 1937. Tempat didirikannya Gerindo, yaitu di Jakarta. Gerindo berusaha untuk menjunjung tinggi asas kooperasi terhadap pemerintahan Belanda.

Pembentukan Garinda diawali dengan sikap parindra yang kurang revolusioner. Kemudian tokoh – tokoh mantan pattindo yang bersifat nonkooperasi, membentuk Gerindo. Organisasi ini sebagai kelanjutan dari partindo yang bersifat revolusioner, namun tetap sesuai dengan situasi politik dan berdasarkan pada asas kooperasi.

Organisasi politik gerindo bercorak internasional dan sosialis, dan menentang faham fasisme. Gerindo dapat dinyatakan memiliki pendirian yang lebih tegas, sekalipun bersifat kerja sama. Organisasi ini juga berusaha untuk mewujudkan suatu pemerintahan negara yang memberikan kemerdekaan politik, sosial, dan ekonomi bagi rakyat.

Partai gerindo merupakan partai yang terbuka untuk masyarakat umum. Gerindo bahkan menerima anggota dari berbagai masyarakat, antara lain peranakan Arab, peranakan Cina, dan Peranakan Eropa. Tujuan dari didirikannya Gerindo yaitu sebagai berikut.

  1. Mencapai Indonesia merdeka
  2. Memperkokoh ekonomi Indonesia
  3. Mengangkat kesejahteraan kaum buruh
  4. Memberikan bantuan bagi kaum pengangguran

Pemilihan dan penyusunan dari pengurus besar Gerindo melalui suatu referendum, terjadi pada tanggal 1 Oktober 1940. Pada saat itu, ketua Gerindo yaitu A.K.Gani, ketua mudanya adalah Mr. Sartono, dan sekretaris gerindo, yaitu R.Wilopo. Gerindo mengusahakan suatu bentuk masyarakat yang bersendikan demokrasi sosial, politik, dan ekonomi, serta memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Menurut Gerindro, keadilan dapat dicapai dengan cara menjunjung tinggi asas demokrasi. Asas demokrasi dapat dicapai, salah satunya dengan cara pemerintah Belanda harus membebaskan pemimpin – pemimpin bangsa Indonesia yang telah diasingkan. Tokoh – tokoh bangsa Indonesia yang telah diasingkan Belanda ke Tanah Merah, Digul Atas (Papua), antara lain Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.
Pelajar – pelajar di Indonesia mula – mula mendirikan perkumpulan – perkumpulan pemuda yang bersifat kedaerahan.Perkumpulan tersebut, antara lain Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Sekar Sukun, yang didirikan oleh pemuda Sunda, Jong Ambon, dan Jong Celebes. Namun, setelah pemuda – pemuda tersebut menginsafi kedudukan sebagai putera Indonesia, dan bukan lagi putra daerah, pada tahun 1930 diadakan peleburan perkumpulan – perkumpulan pemuda itu menjadi Indonesia Muda atau IM.

Simak juga: Sejarah Perhimpunan Indonesia

Indonesia Muda dalam pergerakannya berpedoman pada 3 pengakuan, yaitu:

  1. Bertanah air satu, tanah air Indonesia
  2. Berbangsa satu, bangsa Indonesia
  3. Berbahasa satu, bahasa Indonesia

Ketiga pengakuan dari Indonesia Muda diadakan pada tangga; 28 Oktober . akibatnya, setiap tanggal 28 Oktober diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda. Kondisi ini memicu pergerakan pemuda Indonesia menjadi lebih kuar dan kesadaran untuk memperjuangkan tanah air menjadi teratur.

Pemerintah Belanda tidak tinggal diam dengan didirikannya Indonesia Muda. Mereka berusaha untuk merintangi segala usaha yang dilakukan oleh Indonesia Muda. Usaha – usaha yang dilakukan Belanda dengan cara larang – larangan di sekolah atau school – verbod, maupun dengan cara memecah belah, yang dijalankan oelh adviseur van inlandsche zace yaitu penasihat pemerintah Belanda mengenai pergerakan rakyat dan binnenlandsch bertuur atau pamong praja Belanda yang menganjurkan untuk mendirikan gerakan pemuda yang didasarkan atas kebudayaan daerah.

Meskipun terdapat beberapa pemuda yang tersesat dan terpikat, namun pemuda – pemuda Indonesia tetap bernaung di bawah panji – panji pergerakan pemuda yang menghendaki Indonesia Merdeka.Dalam perkembangannya, Gerindo mengalami perpecahan, sehingga Muh. Yamin dikeluarkan dari organisasi. Muh. Yamin membentuk partai baru yang disebut dengan Parpindo atau Partai Persatuan Indonesia).

Referensi:

  1. Sardiman. 2007. Sejarah 2: SMA Kelas XI Program Ilmu Sosial. Jakarta: Yudhistira.
  2. Kurnia, A dan Suryana, M. 2007. Sejarah 2: SMP Kelas VIII. Jakarta: Ghalia Indonesia.
  3. Anshoriy, N. 2008. Bangsa Gagal Mencari Identitas Kebangsaan. Yogyakarta: LKis Yogykarta.
*Penulis: Indriyana Rachmawati