Eksistensi Radio

Bagi saya pribadi radio adalah suatu media massa yang mampu memenuhi kebutuhan informasi dan hiburan. Terdengar jadul memang, tapi mengapa harus terasa seperti itu? Sekitar tahun 1950-an televisi berhasil membuat radio tersingkir dari perhatian masyarakat/khalayak.

Padahal, sebelumnya radio sudah bersaing keras dengan film bioskop, kaset, electronic games. Keunggulan radio sendiri terletak pada kemudahan untuk mengonsumsinya dimana saja. Kita dapat mendengarkan radio di tempat tidur, di mobil, di sekolah, di kantor.

Pada pertengahan tahun 1980-an jaringan radio siaran bangkit kembali, khususnya di Amerika. Setiap jaringan menawarkan program spesial. ABC (American Broadcasting Company) saja, sampai memiliki tujuh jaringan yang berbeda, dari jaringan informasi (talkshow dan berita) sampai ke ABC FM (khusus cerita dan hiburan). NBC (National Broadcasting Company) memiliki tiga jaringan, CBS (Columbia Broadcasting System) memiliki dua jaringan.  Pengeluaran untuk iklan mencapai 320 juta pada tahun 1984.

Mari kita kembali pada awal perkembangan radio di dunia. Kita harus melingkari Amerika dan Inggris sebagai pioneer sejarah radio siaran. Radio ditemukan setelah mesin cetak. Donald McNicol (Elvinaro dkk,2004: 124), menyatakan bahwa radio siaran dimulai pada tahun 1802 oleh Dane dengan ditemukannya suatu pesan dalam jarak pendek dengan menggunakan alat sederhana berupa kawat beraliran listrik.

Kemajuan radio selanjutnya diteruskan oleh James Maxwell, yang menemukan rumus-rumus yang mewujudkan gelombang elekromagnetis, yang digunakan radio dan televisi. Adanya gelombang tersebut dibuktikan oleh Heinrich Hertz dengan melalui eksperimennya pada tahun 1884 (Effendy, 1990:21-22). Lee De Forest melakukan eksperimen pertamanya pada tahun 1916 dengan menyiarkan kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat (Wilson dan Hughes).

Berkat eksperimen tersebut, beliau dijuluki the father of radio broadcasting. Dari angle lain, Dr. Frank Conrad berhasil menyiarkan musik pada tahun 1919. Baru sejak 1920 masyarakat Amerika Serikat dapat menimati siaran radio dengan berbagai program.

Saya sendiri mengenal radio sejak kecil dan menikmatinya. Entah mengapa saya memiliki cita-cita untuk menjadi bagian dari perusahaan radio (walaupun kenyataannya tidak), maka saya memutuskan untuk mengambil studi di bidang tersebut. Radio bagi saya memiliki kesan yang sangat kuat.

Sewaktu saya menempuh pendidikan sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah atas, saya beserta teman-teman sering mendengarkan dan meminta sejumlah lagu pada radio anak muda di kota Bandung. Berbeda dengan sekarang, kemajuan teknologi nampaknya menggerus keinginan teman-teman seusia saya untuk mendengarkan radio.

Kemudahan mendapatkan musik yang disukai, kini seakan membuat radio tidak diperlukan lagi. Informasi dalam bentuk video pun sangat mudah didapat dengan membuka sebuah website khusus yang menampilkan banyak video dan film. Padahal mendengarkan cerita dari radio lebih terasa asik dan kuat akan imajinasi.

Radio Siaran di Indonesia

Kita tidak dapat melupakan bangsa Belanda di Indonesia jika membicarakan sebuah sejarah. Yah, perkembangan radio di Indonesia berlangsung ketika masa penjajahan Belanda dan Jepang sampai saat ini.

Mungkin ada yang pernah mendengar BRV (Bataviase Radio Vereniging), inilah radio siaran pertama di Indonesia. Didirikan pada 1925 di Batavia (Jakarta). Baru setelah itu diikuti oleh Yogyakarta, Semarang, Surakarta, dan Surabaya mendirikan lembaga-lembaga radio swasta. NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep Mij) menjadi lembaga terbesar yang berdiri di Bandung, Jakarta dan Medan. Ada juga SRV (Solosche Radio Vereniging) yang didirikan oleh Mangkunegoro VII dan Ir. Sarsito Mangunkusumo, pada 1 April 1933.

Berbeda saat zaman Jepang, lembaga-lembaga radio belanda dinonaktifkan dan diurus oleh jawatan khusus Hoso Kanri Kyoku yang berpusat di Jakarta dan membuka banyak cabang di kota lain di Indonesia. Pada masa ini rakyat Indonesia hanya boleh mendengarkan Hoso Kanri Kyoku saja. Resiko mendengarkan radio lain secara sembunyi-sembunyi berakibat kehilangan nyawa.

Proklamasi oleh Bung Karno dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak dapat disiarkan secara langsung di radio, karena masih dikuasai oleh jepang. Namun pada pukul 19.00 WIB teks proklamasi dengan bahasa Inggris dan Indonesia berhasil disiarkan, dengan cakupan wilayah yang sempit (hanya Jakarta).

Pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah tersebut mengudara keluar tanah air, dengan bayaran para petugasnya diberondong senjata Jepang. Tidak menyerah, malah mendirikan pemancar gelap dengan stasiun call “Radio Indonesia Merdeka” wakil presiden Mohamad Hatta menyampaikan pidatonya kepada rakyat Indonesia melalui radio dan mendirikan sebuah organisasi radio siaran. Hingga akhirnya tanggal 11 September menjadi hari ulang tahun Radio Republik Indonesia.

Dimasa Orde baru, radio swasta diharuskan me-relay berita dari RRI. Namun pada masa reformasi sudah tidak dilakukan lagi. Radio mempunyai peran penting pada masa ini untuk memberikan informasi dan kebijakan pemerintah, seperti: keluarga berencana, kebersihan lingkungan, imunisasi dan masih banyak lagi.

Pada era reformasi Indonesia membuat suatu Komite Penyiaran Indonesia (KPI). Seiring bermunculannya radio-radio swasta maka dibentuk juga PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia). Tercatat sekitar 900 radio swasta di Indonesia menjadi anggota PRSSNI. Walaupun masih banyak yang tidak menjadi anggota.

Kemballi kepada fokus saya yang mempertanyakan lagi eksistensi radio. Bukan! Saya tidak mengatakan bahwa radio tidak eksis lagi. Hanya saja saya melihat realita yang terjadi di kehidupan saya yang kini, dimana generasi muda kekurangan mendengarkan radio dan lebih cenderung menyukai arah visual, memang.

Radio yang memiliki kecepatan dalam menyampaikan informasi, daya tembus, dan tentu daya tarik sangat efisien bagi kehidupan sekarang yang dituntut serba cepat. Maka pikirkanlah lagi untuk  mendengarkan radio. Terlebih kini dalam bentuk yang lebih mudah diakses.

 Referensi:
  1. Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala dan Siti Karlinah.2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatam Media.
  2. Effendy, Onong Uchjana. 2002. Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikalogis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  3. Effendy, Onong Uchjana. 2001. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
*Penulis: Devrila Muhamad Indra