Biografi Chairil Anwar - Sastrawan Besar Indonesia

Salah satu biografi sastrawan Indonesia yang paling banyak dicari adalah biografi Chairil Anwar. Siapa dia? Anda tentunya pernah mendengar namanya bukan? Nama Chairil Anwar telah begitu poopuler di Indonesia, bahkan namanya juga banyak dikenal dalam dunia sastra di berbagai negara.

Ia adalah penyair besar yang telah melahirkan berbagai karya sastra yang begitu fenomenal. Ia memiliki julukan populer yang cukup menarik, yakni “Si Binatang Jalang”. Kenapa Chairil Anwar dijuluki “Si Binatang Jalang”? Jangan berburuk sangka dulu ya. Julukan ini ia dapatkan karena karya puisinya yang berjudul “Aku”. Di dalam karya tersebut, Chairil Anwar menuliskan kata “Akulah Binatang Jalang.”

Karya tersebut pula yang membuat nama Chairil Anwar semakin fenomenal dalam dunia sastra. Ia dikenal sebagai penyair Angkatan '45. Hasil karyanya diperkirakan ada sekitar 96 karya.

Berbagai karya Chairil Anwar memiliki karakter yang khas dan menarik. Kebanyakan memiliki tema seputar kematian, individualisme, dan ekstensialisme. Karena karya sastra Chairil Anwar ini yang khas, ia pun dikenal sebagai pelopor puisi ’45 dan puisi modern.

Karya -karya Chairil Anwar telah dimuat dalam tiga buku kompilasi, meliputi : Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949). Serta ada lagi karya lain berjudul Tiga Menguak Takdir yang merupakan buku kumpulan puisi hasil karyanya bersama Asrul Sani dan Rivai Apin (1950). Karya -karya Chairil Anwar ini banyak yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, seperti Bahasa Inggris, Bahasa Jerman, dan Bahasa Spanyol.

Membaca sekilas tentang profil Chairil Anwar membuat Anda sangat tertarik bukan? Ia memang merupakan sosok yang hebat dan penuh dengan inspirasi. Jadi, langsung saja yuk kita tengok biografi Chairil Anwar yang berhasil kita rangkum berikut ini ya.

Profil Chairil Anwar

Sebelum masuk ke uraian tentang biografi Chairil Anwar, mari kita lihat sekilas mengenai profil Chairil Anwar berikut ini.

Nama Lengkap : Chairil Anwar

Tempat Lahir : Medan, Indonesia

Tanggal Lahir : 26 Juli 1922

Meninggal : 28 April 1949

Nama Julukan : Si Binatang Jalang

Kebangsaan : Indonesia

Nama Ayah : Toeloes

Nama Ibu : Saleha

Pendidikan : Hollandsch-Inlandsche School (HIS); Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)

Pekerjaan/ Karir : Penyair/ Sastrawan, Penyiar Radio Jepang di Jakarta saat masa pendudukan Jepang

Jumlah Karya : 96 karya, termasuk 70 puisi

Masa Kecil Chairil Anwar

Chairil Anwar kecil menghasilkan masa -masa awal hidupnya di kota Medan, Sumatera Utara. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya, yakni Toeloes dan Saleha. Kedua orang tua Chairil ini berasal dari kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

Ayah Chairil adalah orang yang cukup ternama. Ia pernah menduduki jabatan terakhir sebagai bupati Inderagiri, Riau. Bahkan, Chairil ini juga masih memiliki ikatan keluarga dengan Soetan Sjahrir, yang merupakan Perdana Menteri pertama Indonesia.

Chairil sendiri merupakan putra tunggal mereka. Sebagai anak tunggal, Chairil kecil banyak dimanjakan oleh orang tuanya. Karenanya, ia tumbuh menjadi sosok yang keras kepala. Ia bahkan sering tidak ingin menikmati kehilangan apa pun yang diinginkan atau disukainya. Sikap ini rupanya adalah sikap yang diturunkan dari kedua orang tuanya.

Dari segi pendidikan, Chairil Anwar sempat mendapatkan pendidikan di sebuah sekolah dasar khusus untuk kaum pribumi, Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Ini adalah sekolah dasar yang dibangun khusus untuk orang-orang pribumi masa penjajahan Belanda. Setelah lulus pendidikan dasar dari sana, Chairil melanjutkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).

Jalan pendidikan Chairil berhenti setelahnya. Ia berhenti sekolah ketika usianya 18 tahun. Meski telah berhenti sekolah, tidak berarti Chairil tidak memiliki cita -cita. Saat itu ia sudah memutuskan untuk menjadi seorang seniman. Keinginannya menjadi seniman bahkan sudah diungkapkannya sejak usia 15 tahun.

Chairil kecil telah tumbuh dewasa. Ketika ia mulai beranjak dewasa, kehidupan Chairil banyak berubah. Ayah dan ibunya bercerai. Chairil memutuskan untuk ikut bersama ibunya. Mereka pun pindah ke Batavia atau kota yang kini kita kenal sebagai ibu kota Indonesia. Meskipun telah berpisah dari ayahnya, Chairil tetap mendapatkan nafkah dari ayahnya.

Di kota Batavia inilah, Chairil mulai lebih akrab dengan dunia sastra. Otak Chairil Anwar terbilang encer. Sekali pun pendidikan yang dia tekuni tidak tinggi, tapi dia mampu menguasai beberapa bahasa asing dengan baik, seperti bahasa Belanda, bahasa Jerman dan bahasa Inggris.

Chairil juga senang membaca buku. Seringkali ia menghabiskan waktu untuk menikmati bacaan dari karya para pengarang ternama internasional. Beberapa pengarang ternama yang karyanya senang i abaca misalnya, Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Edgar du Perron, Hendrik Marsman, dan J. Slaurhoff.

Jika diamati dari karya -karya Chairil selanjutnya, penulis -penulis ini turut memberikan kontribusi terhadap gaya bahasa Chairil. Karya Chairil Anwar banyak yang mengadopsi tatanan karyanya, termasuk mempengaruhi tatanan kesusasteraan Indonesia.

Karir Chairil Anwar sebagai Penyair

Puisi perama Chairil dipublikasikan tahun 1942. Puisi yang ia lahirkan ketika usianya masih 20 tahun tersebut, berjudul “Nisan”. Setelah puisi inilah, nama Chairil Anwar mulai dikenal dalam dunia sastra Indonesia. Namun, ada yang khas dari puisi -puisi Chairil Anwar. Kebanyakan puisi buatan Chairil bertema kematian.

Tema kematian sepertinya masih merupakan tema yang janggal kala itu. Ketika ia pertama kali mengirim hasil karya puisi ke Majalah Pandji untuk dimuat, karya -karya tersebut banyak ditolak. Alasannya, puisi Chairil terlalu individualistis sifatnya. Selain itu, tema tersebut tidak sesuai dengan semangat yang dianut masyarakat kala itu, yakni semangat Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.

Meski begitu, setelah puisi pertamanya ini, ia terus melanjutkan hobinya menulis. Tulisan -tulisan Chairil selanjutnya, selain bertema kematian, juga ada yang bertema pemberontakan, individualisme, hingga eksistensialisme.

Berbagai puisinya ini memiliki karakter khas yang menarik, dan sering dianggap multi-interpretasi. Namun, gaya bahasa ini pula yang membuat tulisan Chairil Anwar menjadi semakin populer dan digemari.

Kehidupan Cinta Chairil Anwar

Karir Chairil Anwar tidak hanya sekedar dalam dunia tulis menulis puisi saja. Ia juga sempat menjadi seorang penyiar radio Jepang di Jakarta. Ketika menjadi penyiar inilah, Chairil jatuh cinta pada Sri Ayati. Namun sayang, bahkan hingga akhir hayatnya, Chairil tidak punya keberanian menyampaikan perasaan cintanya pada Sri Hayati.

Pada akhirnya, ia justru memilih menikah dengan gadis lain benama Hapsah Wiraredja. Pernikahan mereka berlangsung pada tanggal 6 Agustus 1946. Dari pernikahan ini, Chairil Anwar mendapatkan keturunan seorang putri canik yang dinamainya Evawani Alissa.

Kehidupan pernikahan Chairil rupanya tidak berjalan mulus. Pasangan ini kemudian harus menghadapi perceraian di akhir tahun 1948.

Kondisi Fisik Chairil Anwar

Jiwa seni Chairil Anwar memang begitu sehat dan memukau. Namun sayang, hal ini tidak sejalan dengan kondisi fisik Chairil Anwar. Semasa hidupnya, ia harus menghadapi banyak penyakit. Hingga pada akhirnya, ia harus menyerah pada kehidupan.

Nafas terakhir Chairil Anwar dihembuskan di usianya yang ke 27 tahun. Usia yang sungguh pendek bukan? Berakhirnya usia Chairil tentu juga menandai berakhirnya pula upayanya untuk menghasilkan karya sastra. Meski begitu, aneka karya sastra yang sempat ia lahirkan tetap banyak dikenal dan dikagumi hingga sekarang ini.

Mengenai penyebab pasti kematian Chairil Anwar masih belum dapat dikonfirmasi. Banyak dugaan yang menyatakan bahwa penyebab kematiannya adalah penyakit TBC. Namun, catatan rumah sakit menyatakan ia dirawat karena penyakit tifus.

Chairil memang sudah lama mengidap penyakit paru -paru dan infeksi. Penyakit inilah yang membuat fisik Chairil Anwar menjadi lemah hingga akhirnya ia menderita penyakit usus. Ususnya yang rusak pecah dan membuatnya meninggal. Ketika hendak meninggal, suhu tubuhnya sangat tinggi hingga membuat ia mengigau “Tuhanku … tuhanku …”

Ia meninggal di Rumah Sakit CBZ atau sebuah rumah sakit yang sekarang dikenal sebagai Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Di rumah sakit ini, ia dirawat dari tanggal 22 hingga 28 April 1949.

Lalu, pada 28 April 1949, jam setengah tiga sore Chairil Anwar meninggal. Sehari kemudian, Chairil Anwar baru dimakamkan di TPU Karet Bivak. Dari RSCM, ada banyak pemuda dan para Republikan terkemuka yang turut mengantarkannya menuju ke Karet.

Meski masa hidup dan masa berkarirnya singkat, nama Chairil Anwar sudah sempat sukses menarik perhatian banyak orang. Ia juga telah memiliki banyak penggemar. Karenanya, ketika ia dimakamkan, banyak penggemar yang berziarah. Makamnya hingga kini juga masih sering dikunjungi oleh para penggemarnya. Bahkan, hari di mana Chairil meninggal juga diperingati para penggemarnya sebagai Hari Chairil Anwar.

Usia Chairil Anwar yang pendek dikatakan telah diprediksi. Seorang kritikus sastra Indonesia asal Belanda, A. Teeuw bahkan menyatakan bahwa sebetulnya Chairil Anwar telah menyadari bahwa dirinya akan mati muda. Hal ini dilihat dari tema menyerah yang dituliskannya di dalam puisinya dengan judul “Jang Terampas Dan Jang Putus”.

Hasil Karya Chairil Anwar

Di masa hidupnya yang singkat, karya Chairil Anwar sudah menghasilkan cukup banyak karya. Ia menulis sejumlah karya sekitar 94. Di dalam karya tersebut termasuk ada 70 puisi. Banyak dari puisi -puisi karya Chairil Anwar yang belum sempat dipublikasikan semasa hidupnya, dan baru dipublikasikan setelah ia meninggal.

Puisi terakhir yang ditulis Chairil berjudul “Cemara Menderai Sampai Jauh”. Karya ini ditulis Chairil pada tahun 1949. Adapun karya Chairil yang paling fenomenal adalah karya yang berjudul “Aku” dan “Krawang Bekasi”.

Seluruh karya Chairil Anwar ini, kemudian dikompilasikan ke dalam tiga buah buku. Karya -karya tersebut termasuk karya yang asli, modifikasi, serta yang diduga diciplak. Buku kompilasi tersebut diterbitkan oleh Pustaka Rakyat.

Buku kompilasi yang pertama diterbutkan dengan judul “Deru Campur Debu” pada tahun 1949. Lalu, buku kedua diberi judul “Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus”, yang terbit pada tahun 1949. Buku terakhir berjudul “Tiga Menguak Takdir” dan terbit pada tahun 1950. Buku ketiga ini adalah kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin.

Selain itu, ada juga karya “Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949” yang merupakan hasil sunting Pamusuk Eneste, dengan disertai kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono yang terbit pada tahun 1986. Di tahun 1998, diterbitkan pula kompilasi karyanya yang lain dengan judul “Derai-derai Cemara”.

Karyanya yang lain, ada juga yang berjudul “Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide, dan Kena Gempur (1951), terjemahan karya John Steinbeck.

Berbagai karya Chairil Anwar ini tidak hanya dikagumi di Indonesia saja. Karya -karyanya juga diterjemahkan ke dalam bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Jerman, bahasa Rusia dan Spanyol. Berikut adalah beberapa terjemahan karya-karya Chairil Anwar :

  • "Sharp gravel, Indonesian poems", oleh Donna M. Dickinson (Berkeley, California, 1960)
  • "Cuatro poemas indonesios [por] Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati" (Madrid: Palma de Mallorca, 1962)
  • Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New York, New Directions, 1963)
  • "Only Dust: Three Modern Indonesian Poets", oleh Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969)
  • The Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Burton Raffel (Albany, State University of New York Press, 1970)
  • The Complete Poems of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Liaw Yock Fang, dengan bantuan H. B. Jassin (Singapore: University Education Press, 1974)
  • Feuer und Asche: sämtliche Gedichte, Indonesisch/Deutsch oleh Walter Karwath (Wina: Octopus Verlag, 1978)
  • The Voice of the Night: Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, oleh Burton Raffel (Athens, Ohio: Ohio University, Center for International Studies, 1993)
  • Dalam Kumpulan "Poeti Indonezii" (Penyair-Penyair Indonesia). Terjemahan oleh S. Semovolos. Moscow: Inostrannaya Literatura, 1959, № 4, hlm. 3-5; 1960, № 2, hlm. 39-42.
  • Dalam Kumpulan "Golosa Tryoh Tisyach Ostrovov" (Suara Tiga Ribu Pulau). Terjemahan oleh Sergei Severtsev. Moscow, 1963, hlm. 19-38.
  • Dalam kumpulan "Pokoryat Vishinu" (Bertakhta di Atasnya). Puisi penyair Malaysia dan Indonesia dalam terjemahan Victor Pogadaev. Moscow: Klyuch-C, 2009, hlm. 87-89.
  • Boen S. Oemarjati, "Chairil Anwar: The Poet and his Language" (Den Haag: Martinus Nijhoff, 1972).

Kontroversi Chairil Anwar

Selain pernah meraih beragam pujian, Chairil Anwar juga pernah menuai kontroversi karena hasil karyanya. Beberapa puisi hasil karya Chairil pernah dianggap sebagai karya hasil plagiarism oleh H.B Jassin.

Di dalam tulisan yang dimuat di Mimbar Indonesia dengan judul Karya Asli, Saduran, dan Plagiat, H.B Jassin menguraikan tentang bagaimana kemiripan puisi Karawang-Bekasi yang dibandingkan dengan The Dead Young Soldiers karya Archibald MacLeish. Meski menunjukkan perbandingannya, Jassin tidak menyalahkan Chairil.

Jassing mengungkapkan, meskipun karya tersebut mirip, rasa khas dari Chairil tetap ada di dalam karya Chairil sendiri. Sedangkan jika melihat sajak dari MacLeish, Jassin mengungkapkan bahwa karyanya hanya berupa katalisator penciptaan dari karya Chairil Anwar.

Referensi:
1. https://profil.merdeka.com/indonesia/c/chairil-anwar/
2. http://www.biografipedia.com/2015/06/biografi-chairil-anwar-penyair-indonesia.html
3. http://bio.or.id/biografi-chairil-anwar/
Foto:sumber.com
*Penulis: Hasna Wijayati