Biografi B.J. Habibie: Kiprah Dari Kedirgantaraan Sampai Kursi Pemerintahan

Siapa yang tidak mengenal sajak legendaris ini? Sebuah sajak yang dikarang dalam keadaan sakit akibat serangan virus influenza di sebuah klinik Universitas Bonn di Jerman. Bacharuddin Jusuf Habibie, pemuda kelahiran Pare-Pare pada 26 Juni 1936 yang sangat mencintai dunia kedirgantaraan.

Lahir dari keluarga terpelajar, membuat Habibie semakin semangat dalam menggapai mimpi-mimpinya. Berbagai dorongan datang dari keluarga termasuk ayahnya Alwi Abdul Djalil Habibie. Semasa kecil, ia mendedikasikan waktunya untuk konsisten dalam belajar. Di tengah kesibukan mempersiapkan kualitas diri untuk menggapai mimpi, Habibie tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim untuk melaksanakan ibadah.

Setelah menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah menengah atas, Habibie meninggalkan Sulawesi menuju pulau Jawa. Perjalanannya menuju pulau Jawa tepatnya di Jawa Barat, tidak lain adalah melanjutkan pendidikan. Di Institut Teknologi  Bandung (ITB), Habibie mengukir mimpi-mimpinya.

Berbeda dengan mahasiswa lainnya, Habibie hanya selama enam bulan menjadi mahasiswa ITB. Hal itu terjadi karena setelah kepergian sang ayah, ibu Habibie bertekad akan memberikan pendidikan terbaik baginya.  Jerman adalah negara tujuan yang dipersiapkan sang Ibu untuk Habibie. Dorongan kuat dari sang Ibu, akhirnya mengantarkan Habibie ke sekolah Aachen di Jerman.

Telentang!!!
Djatuh! Perih! Kesal!
Ibu Pertiwi
Engkau pegangan
Dalam perjalanan
Djandji pusaka dan sakti
Tanah tumpah darahku

Habibi adalah Ein Wunderkind

Julukan “Ein Wunderkind” yang secara khusus ditujukan kepada Habibie, merupakan julukan yang diberikan oleh Rama Wangun Wijaya seorang rohaniawan katolik. “Ein wunderkind” jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia memiliki arti anak ajaib.

Ketika menjadi mahasiswa di Jerman, Habibie terkenal sebagai mahasiswa yang suka mendebat Profesor. Sebut saja Profesor Ebner. Sekalipun sedikit terlambat untuk mengikuti perkuliahan, dalam diri Habibie sama sekali tidak ada rasa sungkan, justru suasana kelas seketika berubah menjadi arena adu gagasan. Sampai suatu ketika, para mahasiswa dikelas mendadak sebagai pendengar. Saking lamanya perdebatan itu, tanpa disadari kelas menjadi kosong. Di kelas hanya tinggal sang Profesor dan Habibie.

Keajaiban lainnya, Habibiemampu melewati rangkaian seleksi yang ketat untuk menimba ilmu di Universitas Jerman. Berangkat dari keberhasilan meraih gelar Insinyur di usia 24 tahun dengan nilai rata-rata 9,5. Tidak berhenti pada gelar Insinyur, semangat Habibie sangat tinggi dalam melanjutkan pendidikannnya untuk memperoleh gelar Doktor.

Terbukti gelar Doktor Ingenieur dari Technische Hochshule Die Facultaet Fue Maschinenwesen  ia raih dengan nilai suma-cum laude. Prestasi ini merupakan prestasi yang membanggakan bagi Habibie dan masyarakat Jerman. Karena sangat jarang yang mampu mengusai bidang ini secara sempurna. Hal ini terbukti, sejak perang Perang Dunia ke II sampai pertengahan tahun 60an selain Habibie, hanya ada tiga orang yang beruntung mendapatkannya. Dan itu artinya Habibie menduduki urutan ke empat.

Kemahiran Habibie dalam bidang teknologi kedirgantaraan rupanya tidak hanya sebatas dalam lingkup di Universitas saja. Habibie mendapatkan kesempatan lebih luas lagi untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologinya secara konkret dan nyata.

Kesempatan itu ia peroleh di tempat kerjanya Hamburger Flugzeubau (HFB). HFB merupakan sebuah perusahan industri pesawat terbang di Jerman yang terbilang cukup besar. Bergabungnya Habibie dengan HFB, tidak sebagaimana yang difikirkan. Duduk manis dengan gaji yang tinggi.

Justru Habibie dihadapkan dengan banyak tantangan. Tantangan pertama adalah memecahkan persoalan yang menyangkut kestabilan konstruksi di bagian belakang pesawat terbang F-28 yang saat itu sedang dikembangkan. HFB bekerjasama dengan industri pesawat terbang Fokker B.V Belanda, untuk memecahakan masalah ini.

Akan tetapi, belum terpecahkan. Di tangan Habibie, persoalan ini terselesaikan dengan jangka waktu enam bulan. Rupanya, kepiawaian Habibie dalam menyelesaikan persoalan tersebut membuat HFB menyodorkan tantangan berikutnya. Tantangan yang diberikan adalah pemecahan persoalan  yang menyangkut konstruksi gantungan mesin di bagian pesawat eksekutif. Seperti tantangan sebelumnya, hanya dalam jangka waktu tujuh bulan, Habibie dengan sangat rapi menyelesaikan persoalan tersebut.

Merelakan Gaji 10.000 Dolar Demi Ibu Pertiwi

Dedikasi pemuda kelahiran Pare-Pare ini sangat besar bagi Indonesia. Keterikatannya dengan Indonesia, nampak pada sikap Habibie yang mengorbankan kepentingannya sendiri untuk kepentingan Ibu Pertiwi. Gaji 10.000 dolar per bulan (10 juta rupiah saat itu) di  Jerman, ia relakan. Sementara di Indonesia, Habibie  hanya mendapat 250.000 rupiah per bulan. Untuk setingkat menteri, gaji senilai 250.000 rupiah sudah terbilang cukup banyak masa itu. Hal tersebut merupakan catatan tersendiri bagi Presiden Soeharto terhadap Habibie.

Kepulangannya ke Indonesia, semata-mata karena untuk mengabdi pada Ibu Pertiwi. Dengan kepiawaiannya, Habibie mengembangkan gagasan-gagasan yang cemerlang dalam mempengaruhi arah perkembangan bangsa dengan berbasiskan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sebagai salah satu contoh pemikiran Habibie yang sangat brilian adalah suatu nilai tambah yang dapat dicapai dengan penguasaan terhadap teknologi oleh produsen. Seperti halnya baja, baja akan memiliki nilai tambah ketika teknologi berperan didalamnya.

Kumpulan baja yang di proses melalui pengerjaan teknologi dan kemudian berubah menjadi kapal laut, menjadikan baja jauh memiliki harga lebih tinggi dibandingkan dengan hanya sekedar kumpulan baja. Penggambaran yang cukup singkat dan mudah dipahami. Pemikiran-pemikiran Habibie ini merupakan target pencapaian jangka panjang  dimana setiap generasi akan merasakan manfaatnya.

Karisma Habibie di Panggung Politik Orde Baru

BJ. Habibie yang akrab di sapa dengan panggilan Rudy semasa mudanya, rupanya memiliki karismatik tersendiri di panggung politik Orde Baru. Terlahir dari keluarga terpelajar, membuatnya cinta dengan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bidang yang ia tekuni selama ini justru membuat elite pemerintah Orde Baru melirik kompetensinya. Pengalaman kerja di pusat-pusat teknologi canggih di Jerman dan penguasaan yang sempurna terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang ia miliki merupakan daya tarik tersendiri dan saat itu sedang dibutuhkan oleh Indonesia.

Dengan latar belakang sebagai seorang ilmuwan di bidang teknologi yang handal serta gagasannya tentang strategi pembangunan alternatif berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, mengantarkan Habibie pada sebuah hal yang sangat asing dari bidang yang ia tekuni.

Di dunia politik masa Orde Baru, Habibie menorehkan segala kemampuannya. Habibie mulai mendapatkan kepercayaan dari pemerintah untuk merealisasikan gagasan-gagasannya menjadi kenyataan. Hal itu dibuktikan dengan lahirnya Keputusan Presiden No. 44 Tahun 1989 sebagai dasar lahirnya Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS). Sejak membawahi BPIS, keberhasilan Habibie dibidang teknologi memberikan dampak signifikan pada perubahan ekonomi nasional pada masa itu.

Angin segar persetujuan akan gagasan-gagasan pembangunan yang ditawarkan Habibie ini mendapat respon positif dari Presiden Soeharto. Terbukti pada gagasan mengenai pembangunan industri yang mempunyai nilai tambah tinggi termuat di dalam GBHN.

Telah terbukti memang, karisma Habibie di panggung politik masa Orde Baru sebagai teknikal memiliki pengaruh politik pada tingkat nasional. Pengaruh politik ini tidak atas dasar dukungan massa, bukan pula sebagai sosok politisi yang mempunyai suara massa yang besar.

Namun, Habibie merupakan pemuda terpelajar yang memiliki dedikasi tinggi untuk Indonesia dengan gagasan - gagasan cemerlangnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu meyakinkan Presiden Soeharto di tengah kemelut pertarungan politik dan pengaruh para elite yang berkuasa pada masa Orde Baru.

Doktrin Islam Tentang “Keselamatan” Oleh Habibie Melalui ICMI

BJ. Habibie dikenal sebagai sosok yang ulet, tekun, dan konsisten dengan satu bidang yang sedang digeluti. Terbukti selama pengabdiannya dalam lima Kabinet Pembangunan  secara bertutur-turut, Habibie tidak keluar dari garis tupoksinya sebagai seorang teknolog.

Walaupun dengan kemampuannya memiliki pengaruh politik, tidak membuat Habibie melirik kursi politik yang sedang di perebutkan pada masa Orde Baru. Tidak berhenti pada kursi Kabinet Pembangunan, justru permintaan mengejutkan untuk memimpin organisasi cendekiawan Islam datang dari perkumpulan muslim di Indonesia yang dikenal sebagai Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Bagaimana mungkin seorang insinyur dan pembuat pesawat terbang menjadi pemimpin para cendikiawan Islam ? apalagi Habibie tidak memiliki gelar sebagai sarjana Islam.

Dengan melaui proses dan pertimbangan yang panjang, akhirnya Habibie menerima permintaan sebagai calon ketua ICMI. Tidak terpikirkan sama sekali dalam benak Habibie   mengabdi pada Ibu Pertiwi melalui peran baru bahkan terkesan asing baginya. Terpilihnya Habibie sebagi ketua umum ICMI, memberikan tugas baru dalam bidang nonteknikal.

Bidang ini, rupanya tidak menjadi persoalan rumit bagi Habibie, justru memberikan kesempatan luas untuk mengembangkan teknologi dengan proyek-proyek strategisnya sebagaimana progam-progam unggulan yang di emban sebagai Menristek/ Ketua BBPT kala itu. Begitu cerdasnya Habibie memainkan perannya sebagai Menristek/ Ketua BBPT sekaligus ketua umum ICMI.

Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) sebagai wadah diskusi yang hangat untuk membicarakan pencapaian-pencapaian negeri di masa yang akan datang. Pemikiran teknikal dan nonteknikal mencair dalam beberapa diskusi ringan yang berlangsung. Doktrin Islam mengenai keselamatan baik dunia maupun akhirat di sampaikan Habibie dengan metode khas dirinya.

Metode yang digunakan Habibie tidaklah jauh dari latar belakangnya sebagai seorang ilmuwan di bidang teknologi. Dengan piawainya Habibie menggambarkan keselamatan yang berdampingan dengan penguasaan ilmu pengetahuan teknologi. Kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan kendaraan untuk menuju keselamatan dunia maupun akhirat. Dengan semangatnya pula Habibie menambahkan bahwa keselamatan dunia akhirat sekaligus dapat diperoleh melalui penguasaan iptek.

Sebagai ketua umum ICMI, ruang aspirasi sosial-keagamaan di sediakan oleh Habibie. Pengaruh kedudukan  strategis Habibie semakinmeluas. Sekelompok masyarakat yang tergabung dalam ICMI justru yang paling aktif menyuarakan pendapat-pendapatnya.

Di tengah suasana terbungkamnya suara-suara rakyat, melalui forum ICMI suara-suara yang di dengungkan sudah mulai terdengar sampai pada tingkat nasional mengenai berbagai persoalan bangsa dari sosial, ekonomi sampai politik. Jika ditarik kebelakang, seluruh pencapain Habibie dari seorang Ilmuwan sampai menduduki jabatan sebagai ketua umum ICMI merupakan buah hasil konsistensinya dalam menekuni satu bidang yang kemudian dapat memberikan pengaruh kepada bidang-bidang lainnya.

Sumber:

  1. Ali, Fachry.2013. Esai Politik Tentang Habibie Dari Teknokrasi ke Demokrasi. Jakarta: Mizan
  2. Makka, A. Makmur.1995. Enam Puluh Tahun B.J. Habibie.Jakarta: Penerbit PT Pustaka Cidesindo 
  3. “Dialog dengan Habibie”  dalam Majalah Bulanan Ilmu dan Budaya, No. 6 Maret 1985
*Penulis: Tiara Sari