Tuntunan dan Tata Cara Melaksanakan Shalat Gerhana (Kusuf)
Peristiwa gerhana baik bulan ataupun matahari, tentunya menjadi kejadian alam yang langka bagi umat manusia, karena terjadinya gerhana bulan atau gerhana matahari ini tidak terjadi seperti perputaran bumi dan bulan seperti hari-hari biasa.
Artinya ketika gerhana bulan terjadi, posisi bumi sedang berada antara matahari dan bulan dalam posisi lurus, sehingga pantulan cahaya bulan yang berasal dari cahaya matahari tertutupi oleh bayangan bumi yang berada di antara keduanya.
Adapun gerhana matahari terjadi karena posisi bulan yang berada di tengah-tengah antara bumi dan matahari, sehingga ada bagian bumi yang tertutupi oleh cahaya matahari. meskipun ukuran bulan lebih kecil daripada bumi, bayangan bulan tentu mampu menutupi belahan bumi.
Pada peristiwa seperti inilah umat Islam disunnahkan untuk menjalankan shalat gerhana, baik ketika gerhana bulan atau ketika gerhana matahari. Terjadinya gerhana ini, juga bukan merupakan suatu tanda akan kematian atau kelahiran seseorang atau yang lainnya. Melainkan sebuah bukti akan kebesaran dan keagungan Allah swt. Dzat Yang Maha Menciptakan, dan atas kuasa-Nya peristiwa ini bisa terjadi.
Menjalankan Shalat Gerhana..., Sebuah Sunnah yang Sangat Dianjurkan
Dalam agama Islam menjalankan shalat gerhana, tentu merupakan suatu sunnah tersendiri yang sangat dianjurkan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits berikut ini:
عَنِ المُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ، يَقُولُ: انْكَسَفَتِ الشَّمْسُ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ، فَقَالَ النَّاسُ: انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا، فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِ
Dari Mughirah bin Syu’bah ra., ia berkata,”Telah terjadi gerhana matahari pada zaman
Rasulullah saw. (yaitu) pada hari wafatnya Ibrahim (putra Nabi). Kemudian orang-orang berkata,’Terjadinya gerhana matahari itu karena wafatnya Ibrahim. Kemudian Rasulullah saw. bersabda,:
“Sesungguhnya matahari dan bulan itu adalah dua dari tanda-tanda (ayaat) Allah swt. Gerhana keduanya tidak disebabkan karena wafatnya seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Maka apabila kalian melihat keduanya (Gerhana Matahari dan Bulan), maka berdoalah kepada Allah dan shalatlah sampai terang kembali.” (HR. Bukhari)
Bagaimana Menyikapi Peristiwa Gerhana, ???
Seperti yang dijelaskan dalam hadits di atas, umat Islam sangat dianjurkan untuk shalat dan berdoa ketika sedang terjadinya gerhana. Selain itu pula, ada beberapa syariat yang mulia yang harus kita ketahui bersama ketika sedang menjalankan shalat gerhana ini. Antara lain adalah:
1. Berserah diri dan takut atas segala kehendak Allah swt., karena dengan inilah bisa mengingatkan diri kita masing-masing mengenai ‘peristiwa hebat’ yang terjadi ketika Hari Kiamat terjadi. Serta mengingat segala kesalahan dan dosa yang pernah kita perbuat. Sehingga membuat kita takut atas siksa atau adzab diturunkan, yang tidak lain hanya karena ulah diri kita sendiri
2. Mengingat kembali tentang apa yang pernah disabdakan Nabi Muhammad saw., dimana Beliau ditampakkan oleh Allah gambaran surga dan neraka, sehingga dalam khutbahnya (setelah shalat gerhana) Beliau bersabda :
«يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنَ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ، يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلبَكَيْتُمْ كَثِيرًا»
”Wahai umat Muhammad, Demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah karena ada seorang hamba baik laki-laki maupun perempuan yang berzina. Wahai Umat Muhammad, Demi Allah, jika kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Bukhari)
3. Memanggil dengan seruan “Asshalaatu Jaa’miah”, sebuah panggilan untuk melaksakan secara berjama’ah. Dalam peristiwa ini, tidak diberlakukan adzan dan iqamah, karena seruan adzan dan iqamah hanyalah untuk menjalankan shalat lima waktu.
4. Disunnahkan untuk mengeraskan bacaan shalat (ketika berdiri). Baik di waktu gerhana bulan (malam) ataupun gerhana matahari (siang)
5. Meskipun masuk kategori sunnah, yang boleh dilakukan sendiri. Shalat gerhana ini lebih baik dilaksanakan secara berjama’ah. Hal ini me-ruju’ kepada beberapa riwayat hadits yang menceritakan bahwa Nabi saw., senantiasa melaksanakan shalat gerhana di masjid.
6. Kaum perempuan diperbolehkan untuk mengikuti shalat gerhana ini secara berjama’ah, dengan posisi di belakang barisan kaum laki-laki.
7. Disunnahkan untuk memanjangkan bacaan surat, sebagaimana yang telah Nabi saw., lakukan. Namun demikian, imam harus mengetahui kemampuan dari ma’mum yang ikut menjalankan shalat gerhana tersebut.
8. Menyampaikan khutbah setelah menjalankan shalat, yang materinya berisi akan kebesaran, keagungan, dan kekuasaan Allah atas segala yang telah diciptakan-Nya. Termasuk matahari dan bulan yang menjadi sebuah pertanda siang dan malam. Dan keduanya bisa hancur dan bahkan saling bertabrakan ketika Hari Kiamat tiba.
9. Memperbanyak bacaan istighfar, memohon ampunan kepada-Nya, serta berdzikir, dan berdoa kepada Allah agar terhindar segala siksaan. Baik ketika di dunia maupun di akhirat.
Itulah beberapa akhlak mulia yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw., yang diajarkan kepada umatnya manakala terjadi peristiwa alam, gerhana. Maka, sepantasnyalah diri kita masing-masing bisa meniru akhlak mulia tersebut.
Tata Cara Melaksanakan Shalat Gerhana
Meskipun sama-sama menjalankan ibadah shalat sunnah, namun pada shalat gerhana ini ada sedikit perbedaan, yakni jumlah ruku' dalam satu rakaat. Jika biasanya shalat satu rakaat, satu ruku’, maka dalam menjalankan shalat gerhana ini terdapat dua ruku’ dalam satu rakaat.
Lebih jelasnya, urutan atau tertibnya shalat gerhana ini adalah sebagaimana berikut :
- Niat, untuk menjalankan shalat sunnah gerhana
- Membaca takbiratul ihram, yaitu bertakbir seperti shalat yang biasa dilakukan
- Membaca do’a iftitah dan ber-ta’awudz, kemudian membaca surat al-Fatihah dilanjutkan membaca surat yang panjang sembari dikeraskan suaranya, (dibaca jahr), sebagaimana terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra. : “Nabi Saw. men-jahar-kan (mengeraskan) bacaannya ketika shalat gerhana ”(HR. Bukhari- Muslim)
- Ruku’ serta memanjangkan ruku’-nya;
- Berdiri dari ruku' (i’tidal) sembari mengucapkan “Sami’allaahu liman hamidah, Rabbanaa wa lakal hamd(u)’;
- Setelah i’tidal, tidak langsung sujud seperti shalat yang biasa kita kerjakan, namun dilanjutkan dengan membaca surat al- Fatihah dan surat yang panjang. Adapun panjangnya tidak melebihi atau lebih pendek dari surat yang dibaca di rakaat pertama.
- Setelah itu ruku’ kembali (ruku’ yang kedua) yang panjang atau lamanya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya;
- Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal);
- Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’ yang telah dilakukan,
- Kemudian duduk di antara dua sujud
- Kemudian sujud kembali;
- Kemudian bangkit dari sujud, kemudian mengerjakan rakaat kedua seperti rakaat yang pertama, adapun bacaan dan gerakan-gerakannya bisa lebih pendek dari rakaat sebelumnya;
- Sebelum mengakhiri shalat duduk tasyahud terlebih dahulu
- Kemudian diakhiri dengan salam.
Setelah melaksanakan shalat, kemudian imam menyampaikan khutbah kepada para jama’ah yang berisi anjuran untuk berdzikir, berdoa, ber-istighfar, sedekah, sebagai permohonan ampun dan bekal untuk kehidupan dunia dan akhirat.
Semoga dengan tambahan ilmu, tentang shalat gerhana di atas bisa menambah wawasan kita dan perilaku kita sehari-hari, khususnya ketika terjadi peristiwa gerhana, baik gerhana bulan atau gerhana matahari. Wallaahu a’lam bis shawwaab
Sumber:
- al-Maktabah al-Syaamilah. V.3.48.
- Kamus Besar Bahasa Indonesia. offline v. 1.1
- Kemenag.go.id
- Id.Wikipedia.org