Mengenal Lebih Dekat Fatimah Az Zahra
Fatimah Az Zahra lahir dari dua sosok yang amat sangat mulia, yakni Nabi Muhammad SAW dan Khadijah sang pemilik ketaqwaan paling tinggi. Fatimah lahir di Ummul Qura berbarengan dengan proses perbaikan bangunan Ka’bah oleh kaum Quarisy.
Nama “Fatimah” sendiri memiliki arti sebagai perempuan yang penuh dengan berkah. Hal itu tentunya sejalan dengan harapan sang ayah dan ibu bahwa Fatimah akan menjadi seorang wanita yang penuh dengan berkah.
Fatimah tumbuh di dalam pendidikan taman dua hati yang mulia. Dibesarkan dalam rumah yang paling agung nan suci diseluruh dunia. Berbeda dengan dengan bayi-bayi yang baru lahir lainnya, Fatimah disusui langsung oleh Khadijah. Sebagaimana pada saat itu kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang Arab yakni menyusukan anaknya pada orang lain.
Khadijah sebagai wanita yang cerdas begitu serius memperhatikan pertumbuhan Fatimah. Balutan iman nampak pada sosok Fatimah yang tenang jiwanya. Ia tidak mengenal kecuali iman, dan ibunya tidak memperkenalkan kepadanya kecuali iman.
Kedudukan mulia Fatimah nampak pula pada ilmu yang dipelajarinya. Ia mempelajari ilmu yang belum dipelajari oleh oleh remaja lainnya. Untaian ayat-ayat suci Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah pun ia pelajari bersama beliau.
Keistimewaan - keistimewaan Fatimah
1. Berada disekeliling sosok mulia
Naungan kemuliaan yang mengelilingi Fatimah yaitu, pertama adalah ayahnya. Ayahnya yang merupakan Nabi Allah. Dia adalah Nabi Muhammad SAW. Kedua adalah ibundanya yang bernama Khadijah. Wanita pertama yang masuk Islam.
Satu-satunya wanita yang didatangi malaikat Jibril untuk menyampaikan salam dari Allah. Ketiga adalah Hasan dan Husain yang merupakan kedua anaknya sekaligus cucu kesayangan Rasulullah. Keempat adalah suaminya yakni Ali bin Abi Thalib. Pemuda yang mencintai Allah dan Rasul Nya serta dicintai Allah dan Rasul Nya.
Kelima adalah pamannya yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib yang tidak lain adalah pemimpin para Syuhada. Dia merupakan saudara sepersusuan Nabi. Keenam adalah paman ayahnya yakni Abbas bin Abdul Muthalib. Abbas dikenal sebagai sosok yang dermawan. Ia rela mengorbankan hartanya dan makan bagi mereka yang kelaparan.
2. Menebus Ayahnya dengan Dirinya Sendiri
Salah satu wujud dari keshalihan Fatimah adalah pembelaan kepada ayahnya yang menjadikan dirinya sebagai tebusan atas perlakuan kaum Quarisy dengan kejam dan bengis. Dari Abdullah bin Mas’ud ra, “Bahwasannya Nabi Muhammad SAW melaksanakan shalat di dekat Ka’bah. Abu Jahal dan para sahabatnya duduk di dekat beliau. Sebagian mereka berkata, ‘Siapa diantara kalian yang mau membawa kotoran unta Bani Fulan dan meletakkannya di punggung Muhammad ketika sujud ?’. Sontak, ketika Muhammad sujud, seketika kotoran itu melayang diantara kedua pundaknya. Nampak jelas sorak tawa mereka melihat peristiwa itu, hingga sampai datang Fatimah yang membuang kotoran unta tersebut dari punggung Muhammad.’
3. Mampu Bertahan dalam Pemboikotan
Fatimah menjadi bagian dari orang-orang yang diboikot oleh kaum musyrikin. Menahan lapar dan merasakan pengisolasian pun ia rasakan. Mulai dari tidak adanya pasokan bantuan makanan yang dengan sengaja sudah direncanakan oleh kaum musyrikin dengan tujuan kaum muslimin menjadi susah. Walaupun begitu, mereka menyerahkan semuanya hanya kepada Allah.
Beruntunglah masih ada sebagian kaum Quarisy yang memiliki rasa iba atas penderitaan-penderitaan kaum muslimin. Salah dari seorang mereka mengisi untanya dengan muatan kebutuhan, yang kemudian di giring ke arah perbukitan lalu dilepaskan tali kendalinya dengan tujuan agar sampi pada orang-orang yang diboikot.
Pemboikotan yang berlangsung selama tiga tahun ini membawa kesengsaraan bagi kaum muslimin. Berkat keimanan yang kokoh di hati, menguatkan mereka untuk senantiasa bersabar dalam menghadapi kesulitan. Hingga pada akhirnya pertolongan Allah datang sehingga mereka dapat bebas dari pemboikotan yang menyisakan luka amat dalam.
4. Lembaran Sejarah Jihadnya
Sepak terjang Fatimah dalam medan jihad sungguh luar biasa. Perempuan hebat dan mulia akhlaknya. Ketika perang Uhud, gerak cepat Fatimah terlihat saat mengobati luka Rasulullah. Dari Abu Hazim bahwasannya dia mendengar Sahl bin Sa’ad ditanya tentang luka yang dialami Rasululullah ketika perang Uhud.
Sahl menjelaskan bahwa wajah Rasulullah terluka, gigi serinya pecah dan topi perangnya pun ikut rusak. Kemudian Fatimah binti Rasulullah membersihkan darahnya, sementara Ali bin Abi Thalib mengucurkan air pada beliau.
Ketika Fatimah mendapati air malah memperbanyak keluarnya darah, dia mengambil potongan tikar dan dia bakar sampai menjadi abu, lalu dia meletakannya di luka beliau sehingga pendarahannya terhenti.
Fatimah juga ikut dalam medan jihad pada perang Khandaq dan perang Khaibar bersama Rasulullah dan para sahabatnya. Selain itu ia ikut bergabung pula pada penaklukan kota Mekah.
Pernikahan dengan Ali bin Abi Thalib
Tepat setelah perang Badar Kubro Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah memerintahkanku agar aku menikahkan Fatimah dengan Ali”. Dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata, “Aku mengkhitbah Fatimah kepada Nabi SAW”.
Dengan mahar baju besi, ditambah selimut, dan kain beludru, perlengkapan rumah yang terbuat dari kulit yang dialasi daun kering, geriba, alat mengayak, cangkir minun, alat penggiling dan dua bejana.
Balutan kesederhanaan pun menghiasi rumah tangga Ali dan Fatimah.
Tidur tanpa ranjang yang megah. Hanya dengan beralaskan ranjang yang terbuat kulit kambing. Tidak pula dengan bantal-bantal sebagai penyangga istirahatnya di malam hari. Ketika siang hari ranjang tersebut dibasahi dengan air.
Fatimah hanya dibekali kain beludru dan bantal yang dirajut dari daun kering. Kemudian beberapa alat penggilingan, wadah air dari kulit, dan dua bejana lengkap digunakan untuk menggiling tepung.
Kemandirian Fatimah pun terlihat dari rumah tangganya tanpa pembantu. Semua pekerjaan ia kerjakan sendiri. Mulai dari menyapu rumah yang membuat bajunya berdebu hingga menyalakan api di bawah kuali pun ia lakukan sendiri.
Buah pernikahan Ali dan Fatimah dikaruniai seorang anak bernama Hasan. Selang satu tahun Hasan berumur satu tahun, lahirlah Husain pada bulan Sya’ban di tahun keempat Hijriah.
Pada tahun kelima Hijriah, Fatimah melahirkan seorang anak perempuan yang diberikan nama Zainab. Dan dua tahun setelah kelahiran Zainab, Fatimah kembali melahirkan anak perempuan lagi yang diberi nama Ummu Kultsum.
Suatu ketika Ali bin Abi Thalib meminta Fatimah untuk menemui Rasulullah untuk meminta seorang pembantu. Ali begitu resah dengan keadaan Fatimah yang serba sendiri melakukan pekerjaan rumah tangga.
Pekerjaan beratnya menggiling tepung membuat kedua tangannya melepuh. Kemudian Fatimah mendatangi Rasulullah. Lalu Nabi bertanya, “Apa yang membuatmu datang kepadaku wahai anakku?”. Dia menjawab, “Aku datang untuk mengucapkan salam kepadamu.”
Fatimah merasa malu untuk menyampaikan niat kedatangannya, lalu kembali pulang. Kemudian Fatimah dan Ali kembali mendatangi Rasulullah untuk meminta pembantu. Rasulullah pun menjwab, “Tidak, demi Allah!
Aku tidak bisa memberikan sesuatu pun kepada kalian berdua, sedangkan aku meminta Ahlu Shuffah untuk menahan rasa lapar, dan aku tidak mendapati sesuatu apapun untuk diberikan kepada mereka. Akan tetapi aku akan menjual sesuatu untuk aku diinfakkan kepada mereka.”
Mendengar jawaban Rasulullah, Ali dan Fatimah bergegas untuk pulang. Kemudian Rasulullah mendatangi rumah keduanya dan berkata, “Tetaplah ditempat kalian, maukah kalian aku beritahu suatu hal yang lebih baik daripada apa yang kalian minta ?” Keduanya pun menjawab, “Ya”.
Lanjut Rasulullah menjelaskan, “Ada beberapa kalimat yang diajarkan Jibril kepadaku, hendaklah kalian bertasbih setelah shalat sebanyak sepuluh kali, bertahmid sepuluh kali, bertakbir sepuluh kali. Dan apabila kalian beranjak untuk istirahat di tempat tidur, maka bertasbihlah kalian sebanyak 33 kali, bertahmid sebanyak 33 kali, dan bertakbir sebanyak 33 kali.
Tidak tanpa makna semua perkataan yang di ucapkan Rasulullah. Dalam surah Al-Insan : 22 yang artinya : “ Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan).” Betapa kenikmatan melimpah dan sempurna yang Allah berikan.
Allah cukupkan orang yang fakir dengan kasih sayang. Sungguh ini tergambar dalam gelombang rumah tangga Ali dan Fatimah. Keduanya mampu bersabar dengan gelombang kesusahan. Kelapangan jiwanya tak terbatas. Raut wajahnya pun tak menampakan rasa ketakutan, justru raut bahagia yang selalu terpancar.
Bisikan Luka dan Kebahagiaan dari Rasulullah kepada Fatimah. Bisikan yang berisikan luka dan kebahagiaan datang dari ayahnya. Sebelum Rasulullah wafat, Fatimah mendatanginya. Kala itu, sambutan hangat dari Rasulullah lembut menyapa Fatimah.
Kemudian Fatimah menundukkan kepalanya disamping kanan dan kiri Rasulullah. Pada bisikan pertama, mata Fatimah nampak berkaca-kaca seolah berita kesedihan telah ia terima. Lalu pada bisikan kedua, Fatimah tertawa lepas.
Hal ini berlangsung pada waktu yang bersamaan. Tahukah apakah yang dibisikan Rasulullah kepada Fatimah sehingga membuatnya menagis dan tertawa pada waktu yang bersamaan ?
“Pada kali pertama beliau berbisik kepadaku, ‘Bahwasannya Jibril menyimak bacaan Al-Quran beliau setiap tahunnya, tetapi tahun ini Jibril menyimak bacaan beliau dua kali.
Dan aku mengira hal itu sebagai tanda dekatnya ajalku, maka bersabar dan bertawakallah engkau wahai putriku, sebaik-baik orang yang mendahuluimu adalah aku.’ Maka aku menangis.
Namun ketika melihat kesedihanku, beliau berbisik pada kali kedua, ‘Apakah kamu tidak ridha menjadi pemimpin wanita alam semesta ini atau pemimpin wanita dari umat ini ?’ Maka aku tertawa.”
Wafatnya Pemimpin Wanita Ahli Surga
Detik-detik kematian Fatimah membuat beberapa orang terdekatnya dirundung kesedihan. Kucuran air mata Hasan dan Husain tak terbendung melihat ibunya terbaring lemah di atas ranjang. Kebingungan dan kesedihan Ali pun juga nampak ketika Fatimah tak mampu menggerakkan bibirnya. Kedua putrinya Zainab dan Ummu Kultsum ikut pula merasakan kesedihan.
Tepat pada hari Selasa tahun kesebelas Hijriah, tiga hari sebelum bulan Ramadhan usai Fatimah telah kembali pulang kepada Rabb-Nya. Suami dan keempat anaknya menangis dan sangat merasa kehilangan atas kepergian Fatimah.
Dengan perasaan yang begitu berat melepas kepergian Fatimah, orang-orang berbondong-bondong berkumpul di Masjid An-Nabawi untuk menshalatkannya. Selanjutnya, pada malam hari jenazah Fatimah dikuburkan di pemakaman Baqi.
Sumber :
1. H.R Bukhari (no.3185) dan Muslim (1794/108) oleh Yusuf dari Abu Ishaq.
2. H.R Muslim (No.1790) Di Kitab Al-Jihad was Sair dan Bukhari (Juz 7/ hal 430, 431) di Kitab Al- Maghazi.
3. H.R Al- Bukhari (Juz 6/hal 462) di Kitab Al-Anbiya dan Muslim (no.2450) di Kitab Fadhail As-Shahabah.
4. Kitab Al-Majma’ No. 15208 oleh Al-Haitsami.
5. Mahmud, Al-Mishari. 2016. Biografi 35 Shahabiyah Nabi. Terjemahan oleh Pipih Imron Nurtsani. 2016. Surakarta : Insan Kamil Solo.