Biografi Ibnu Sina, Ilmuwan Paling Berpengaruh di Dunia

Peradaban Islam termasuk salah satu peradaban maju yang pernah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Kita dapat menghitung ada cukup banyak ilmuwan Islam yang sukses dengan berbagai penemuan. Sebut saja Al Ghazali, Al-Khwarizmi, Al-Farabi, Ibnu Batutah, Ibnu Khaldun, Al Battani, dan juga Ibnu Sina.

Bicara soal Ibnu Sina, kamu tentu sering mendengar namanya dalam literature - literatur pendidikan bukan? Ia adalah sosok ilmuwan yang sangat legendaris. Namanya tak hanya tercatat sebagai seorang ahli di satu bidang ilmu saja, melainkan di banyak bidang sekaligus.

Ibnu Sina adalah salah satu ilmuwan Islam terpopuler dan terbesar sepanjang sejarah. Ia merupakan seorang astronom, astrofisikawan, kimiawan, sosiolog, ekonom, matematikawan, ahli geografi, dan juga seorang fisikawan. Deretan karya besarnya talah diakui oleh para ilmuwan dan peneliti lain di seluruh dunia, sepanjang masa.

Memangnya sebesar apa sih nama Ibnu Sina beserta karya dan sumbangsihnya terhadap ilmu pengetahuan? Mari kita lihat biografi Ibnu Sina beserta kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan.

Biografi Ibnu Sina (Kehidupan dan Pendidikannya)

Ibnu Sina juga dikenal dengan nama Avicenna. Avicenna adalah nama populernya di dunia barat. Jadi, kalau kamu mencari tahu tentang biografi dan karnya dalam bahasa Inggris, maka gunakan naman Avicenna.

Nama aslinya dalam bahasa Arab adalah Ibn Sīnā. Sedangkan nama panjangnya adalah Abū ʿAlī al-Ḥusayn ibn ʿAbd Allāh ibn Sīnā. Ibnu Sina dilahirkan pada tahun 270 Hijriah atau 980 Masehi di dekat Bukhara, Iran, yang kini wilayah tersebut lebih dikenal dengan nama Uzbekistan.

Orang tua Ibnu Sina merupakan seorang pegawai tinggi yang menjabat di masa pemerintahan Dinasti Saman. Dengan latar belakang orang tuanya yang terhormat, ia pun mendapat kesempatan untuk belajar tentang banyak hal.

Ibnu Sina tumbuh dan dibesarkan di Bukhara. Di tempat itu pula, ia banyak belajar tentang ilmu –ilmu agama Islam, dan ilmu umum lainnya.

Sejak kecil, Ibnu Sina memang merupakan anak yang cerdas dan gemar belajar. Ia menjadi murid al-Jūzjānī dalam jangka waktu yang lama. Ia bahkan telah mampu menghafalkan seluruh isi Al-Qur’an ketika usianya 10 tahun.

Para pendidik yang mendampingi Ibnu Sina tampaknya mampu membaca kelihaian pikirannya. Lalu, tutornya, Nātilī meminta Ibnu Sina kecil untuk mempelajari logika matematika. Dengan segera, ia mampu menguasainya dan bahkan mengungguli kemampuan gurunya sendiri.

Dengan kemauanannya sendiri, Avicenna atau Ibnu Sina kemudian belajar tentang Hellenistic. Di usia 16 tahun, Ibnu Sina memutuskan belajar tentang ilmu pengobatan. Bagi Ibnu Sina , ilmu pengobatan adalah salah satu hal yang dianggapnya mudah.

Hal ini dibuktikannya ketika Sultan dari Bukhara jatuh sakit dengan suatu penyakit yang membingungkan dan sulit diatasi oleh para tabib. Kemudian, Ibnu Sina pergi tempat tidurnya dan menyembuhkan sang sultan.

Sebagai suatu rasa terima kasih, Sultan Bukhara pun membuka perpustakaan the royal Sāmānid khusus untuk Ibnu Sina.

Di usia 21 tahun, Ibnu Sina mulai menulis sangat banyak hal. Setidaknya, sudah ada 240 judul yang ditulis atas namanya. Tulisan -tulisannya ini meliputi banyak bidang, termasuk geometri, astronomi, matematika, fisika, metafisika, ilmu bahasa, musik dan bahkan puisi.

Ibnu Sina bahkan menyelesaikan sebuah buku bernama Kitāb al-shifāʾ, Dānish nāma-i ʿalāʾī (Buku Ilmu Pengetahuan) dan Kitāb al-najāt (Buku Keselamatan), ia pun juga mulai mengkaji tentang tabel -tabel astronomi dengan cara yang baru dan lebih akurat.

Untuk menemukan uraian lengkap mengenai kehidupan pribadi dari Ibnu Sina memang tidak mudah. Kebanyakan keterangan tentang profil dan perjalanan hidup Ibnu Sina hanya didapat dari autobiografi yang ditulisnya dalam periode yang lama untuk protégé al-Jūzjānī.

Meski demikian, diketahui bahwa Ibnu Sina adalah sosok orang yang sangat mencintai kehidupan. Ia juga sangat senang untuk bergaul dengan banyak orang. Ia mempunyai banyak teman baik, walaupun ia juga masih mempunyai orang -orang lain yang gemar memfitnah dan menjadi musuhnya.

Suatu ketika, saat menenami Alā al-Dawla, Avicenna menderita kolik. Karena telah menguasai ilmu pengobatan, ia pun berusaha untuk mengobati dirinya sendiri. Ia menggunakan benih seledri sebagai obat dan menyuntikannya ke tubuhnya.

Namun, persiapan pengobatan ini tidak dilakukannya sendiri. Ada seorang pelayannya yang menyiapkan bahan -bahan yang ia resepkan sendiri. Sayangnya, entah karena kecorobohan atau karena tidak sengaja, pelayannya memberikan 5 takaran ramuan aktif, dan bukannya seperti yang tertulis pada resep yang seharusnya hanya dua saja.

Hal ini kemudian menyebabkan Ibnu Muna mengalami keracunan. Lebih parahnya lagi, ramuan obat yang diberikan untuk Ibnu Muna juga ditambah dengan opium.

Hal ini membuat Ibnu Muna semakin lemah. Dalam kondisinya yang semakin lemah, Ibnu Muna masih berjuang keras. Pada bulan Maret, di saat bulan Suci Ramadhan tahun 1037, ia pun meninggal di Hamadan, Iran.

Karya - Karya Hebat Ibnu Sina

Semasa hidupnya, Ibnu Muna dikenal sebagai seorang dokter muslim yang hebat. Namanya bahkan sangat melegenda dan hasil pemikirannya pun sangat berpengaruh terhadap dunia medis hingga kini. Tulisannya juga berkontribusi besar terhadap filosofi Aristotelian dan ilmu pengobatan.

Ia telah menulis Kitāb al-shifāʾ (Buku Pengobatan), sebuah karya filosofi dan ilmiah yang sangat luar biasa dan merupakan ensiklopedia ilmiah lengkap.

Ia juga menulis Al-Qānūn fī al-ṭibb (Aturan -aturan pengobatan). Buku ini termasuk buku paling terkenal dalam sejarah dunia pengobatan.

Jika diringkas, karya -karya besar Ibnu Sina yang paling populer di antaranya ada As- Shifa, An- Najat, dan Al- Isyarat. Ia juga menulis banyak karangan pendek lain yang dikenal dengan nama Maqallah.

Karya -karya Ibnu Sina ini banyak mempengaruhi perkembangan pemikiran peradaban Islam dan bahkan juga perkembangan pengetahuan dunia barat. Kehebatannya adalah menyusun metode -metode keilmuan yang dilengkapi dengan argumen -argume kuat. Dengan begitu, gagasan -gagasan Ibnu Muna adalah gagasan yang rasional.

Ia menguasai tradisi intelektual Helenisme, dan juga konsep metafisika Aristoteles, serta termasuk filsafat Al- Farabi.

Pengaruh Pemikiran Ibnu Sina terhadap filosofi dan ilmu pengetahuan

Pada tahun 1919–20, Edward G. Browne, British Orientalist dan pemerintah Persia menyatakan bahwa Avicenna atau Ibnu Sina adalah seorang filsuf yang lebih handal ketimbang tabib, tapi juga seorang tabib yang lebih handal daripada filsuf.

Hal ini dinyatakan karena pemikiran Ibnu Sina yang luar biasa hebat tentang filosofi. Bahkan, pemikirannya tentang filosofi dan ilmu pengetahuan masih sangat komprehensif untuk dipelajari di era modern seperti sekarang ini.

Ibnu Sina bahkan disebut sebagai satu –satunya filsuf besar Islam yang sukses membangun sistem filsafat dengan sangat lengkap dan terperinci. Sistem filsafat ini pula yang kemudian mendominasi pemikiran filsuf -filsuf beberapa abad kemudian.

Hasil pemikirannya yang lebih baik itulah yang sebetulnya sangat dibutuhkan untuk menjadikan filosofi dan ilmu pengetahuan memiliki pandangan yang lebih komprehensif dan benar -benar nyata. Pandangannya terhadap dunia lebih mengarah pada teosentris atau berpusat pada Tuhan, ketimbang antroposentris atau berpusat pada manusia.

Perspektif inilah yang kemudian sangat populer dalam dunia Roman. Semesta merupakan suatu kesatuan yang terbentuk secara natural, supernatural, dan preternatural.

Ilmu semesta yang diajarkan oleh Ibnu Sina adalah berpusat pada Tuhan sebagai Sang Pencipta -Pembuat Pertama. Pemikirannya ini pun dilengkapi dengan berbagai argumen yang mencerahkan pemikiran manusia.

Ia menjelaskan dengan cara yang cerdas mengenai perspektif yang ia dapatkan dari Kitab Suci Qurʾān. Yang terpenting, penjelasannya memuat argumen -argumen yang jelas, lugas, kuat dan dapat diterima oleh banyak orang.

Kitāb al-shifāʾ yang ditulisnya merupakan suatu buku ensiklopedia yang mencakup ilmu logika berpikir, fisika, matematika dan metafisika. Awalnya, ilmu pengetahuan disamakan sebagai suatu kebijaksanaan. Kemudian, Ibnu Sinalah yang mengklasifikasikan ilmu pengetahuan menjadi beberapa kelompok yang lebih fokus dan jelas.

Sebagai contoh, pada bab fisika, ia membicarakan mengenai alam dengan delapan prinsip dasar, meliputi ilmu pengetahuan umum tentang benda angkasa, bumi, dan elemen pokok seperti meteorology, botani, mineralogi, zoology, dan psikologi atau ilmu pengetahuan tentang jiwa.

Adapun golongan ilmu pengetahuan penting yang dirancang oleh Ibnu Sina adalah tentang ilmu kedokteran, astrologi, ilmu firasat, necromancy, tafsir mimpi, jimat, alkimia, dan lain sebagainya.

Untuk ilmu matematika sendiri, Ibnu Sina menggolongkannya ke dalam empat prinsip utama, meliputi angka dan aritmatika, geometri dan geografi, astronomi, serta musik.

Pengaruh Pemikiran Ibnu Sina terhadap dunia medis

Ibnu Sina sangat populer dengan karyanya berjudul “Cannon of Medicine”, yang dibukukan di: The Reynolds Historical Library, Lister Hill Library, University of Alabama at Birmingham.

Banyak para ahli kedokteran dan ilmu pengobatan yang sangat menyukai karya Ibnu Sina ini dan menjadikannya panutan. Ibnu Sina dan pengetahuannya yang hebat mengenai ilmu kedokteran dan pengobatan menjadikannya sangat berpengaruh terhadap sekolah medis di Eropa, bahkan hingga era modern sekarang ini. Bahkan, The Canon of Medicine (Al-Qānūn fī al-ṭibb) menjadi salah satu sumber bacaan utama.

Edisi 1556 dari The Canon of Medicine, dibagi ke dalam lima buku. Buku pertama terdiri dari empat risalah. Risalah pertama terkait pemeriksaan yang meliputi elemen bumi, air, tanah dan api, serta tentang anatomi tubuh.

Risalah kedua tentang pemeriksaan dan gejala. Ketiga mengenai kesehatan, sakit dan kematian. Risalah keempat mengenai pengobatan, terapi dan perawatan.

Kemudian, untuk buku II yakni the Canon is a “Materia Medica,”. Buku III berjudul “Head-to-Toe Diseases,” untuk buku IV berjudul “Diseases That Are Not Specific to Certain Organs”. Dan buku ke-5 “Compound Drugs”.

Di kalangan ilmuwan dan pemerhati medis di Barat, Ibnu Sina adalah sosok yang sangat tenar. Ia dikenal karena keahliannya yang hebat di bidang kedokteran. Setiap penemuannya, terutama terkait ilmu kejiwaan, adalah pengetahuan yang berharga.

Penemuannya dalam ilmu kedokteran yang paling banyak dikaji memang merupakan ilmu kejiwaan. Falsafahnya tentang Jiwa mencakup ranah metafisika dengan pembahasan yang dalam dan pembaruan yang lebih baik.

Bahkan, para sarjana Barat yang begitu mengaguminya pun memberinya gelar The Prince of the Physicians. Dunia Islam pun juga memberikan gelar kehormatan terhadap kecerdasan Ibnu Sina yakni sebagai Al-Syaikh-al-Rais, yang berarti pemimpin utama (dari para filsuf).

Referensi:

  1. http://www.britannica.com/biography/Avicenna
  2. Murtiningsih. 2012. Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah. Jogjakarta: IRCiSoD.
*Penulis: Hasna Wijayati

Ilustrasi:

1. http://ishtartammuz.files.wordpress.com/2014/02/avicenna-ibn-sina.jpg
2. portal-ilmu.com