Investasi dan Transfer Teknologi dalam Globalisasi Ekonomi
Globalisasi mengantarkan dunia memasuki era yang lekat dengan integrasi di berbagai bidang, salah satunya pada aspek ekonomi. Globalisasi ekonomi secara umum mendorong peningkatan arus investasi antar negara agar kian lancar. Selain itu, integrasi ekonomi ini turut membawa perubahan teknologi yang semakin masif.
Perkembangan teknologi di suatu negara dapat terjadi karena inovasi yang berlangsung di dalam negara tersebut, atau karena adanya alih teknologi dari negara lain. Perubahan teknologi yang terjadi karena adanya alih teknologi biasanya terjadi dari negara maju ke negara berkembang. Umumnya, hal ini dipengaruhi oleh adanya investasi yang dilakukan dari negara maju ke negara berkembang.
Proses terjadinya transfer teknologi
Transfer teknologi yang terjadi dari suatu wilayah ke wilayah dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Perpindahan teknologi ini dapat terjadi melalui beberapa cara, meliputi :
- Mempekerjakan tenaga-tenaga ahli di bidangnya. Cara ini membuat negara berkembang dapat dengan mudah mendapatkan teknologi, berupa teknik dan proses manufacturing, terutama pada teknologi yang tidak dipatenkan. Namun, cara ini umumnya hanya cocok untuk skala industri kecil dan menengah.
- Menyelenggarakan suplai mesin-mesin dan alat equipment lain, yang dilakukan melalui kontrak tersendiri dengan pihak yang menguasai teknologi.
- Mengadakan perjanjian lisensi teknologi dengan pihak pemilik teknologi agar dapat memberikan hak kepada setiap orang atau badan melaksanakan teknologi dengan suatu lisensi.
- Expertisi dan bantuan teknologi yang diberikan oleh pihak pemilik teknologi.
Keahlian dan bantuan yang dapat diberikan dalam alih teknologi, dapat berupa:
- Studi pre-investasi.
- Basic pre-ingeenering.
- Spesifikasi masin-mesin.
- Pemasangan dan menjalankan mesin-mesin.
Investasi dan Transfer Teknologi
Salah satu tujuan nasional suatu negara yang paling umum adalah mencapai kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan ini dapat dicapai dengan peningkatan kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi bisa ditingkatkan dengan sarana teknologi yang kian meningkat. Untuk bisa meningkatkan teknologi ini, suatu negara butuh melakukan inovasi atau bisa dengan memanfaatkan transfer teknologi yang didapat dari negara lain.
Dengan adanya transfer teknologi, diharapkan akan terjadi peningkatan ilmu pengetahuan. Hal ini pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap proses transformasi kegiatan ekonomi suatu negara. Kecenderungan transformasi ini berlangsung dari masyarakat agraris menuju masyarakat industrialisasi.
Lantas, bagaimana untuk bisa mendapatkan transfer teknologi ini? Salah satu yang paling umum dilakukan adalah dengan penanaman modal asing. Investasi asing menjadi salah satu jalan yang diharapkan mampu memacu terjadinya alih teknologi dari negara maju ke negara berkembang.
Sebab, bagi negara berkembang, mengadakan inovasi tersendiri untuk menciptakan teknologi bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan alokasi dana yang tidak sedikit untuk bisa mengembangkan teknologi. Belum lagi, sumber daya manusia dan lainnya juga harus mumpuni sehingga teknologi yang tercipta bisa cukup bermanfaat.
Karena modal untuk penciptaan teknologi sendiri sangat tinggi, maka bagi negara berkembang, investasi asing dianggap memerankan peranan penting dalam rangka transfer teknologi. Transfer teknologi yang berlangsung diharapkan mampu memacu terjadinya industrialisasi yang berdampak positif bagi perkembangan ekonomi negara.
Pengaturan Transfer Teknologi dalam TRIPs Agreement
Dalam hubungan internasional, kerja sama antar negara harus berlangsung dengan menyesuaikan pada kaidah atau norma internasional yang ada. Dalam hal perdagangan internasional, prinsip umum yang paling banyak dianut oleh negara-negara dunia adalah prinsip dari Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).
Di dalam WTO, terdapat banyak ketentuan yang mengatur tentang kerjasama ekonomi dalam berbagai skema. Salah satunya adalah dalam hak kekayaan intelektual. Skema perjanjian yang mengatur tentang hak kekayaan intelektual ini dimuat dalam perjanjian TRIPs atau Trade Related Intelektual Property Rights.
Di dalam TRIPs Agreement ini pula, telah disepakati tentang filosofi mendasar untuk melakukan alih teknologi. Alih teknologi dianggap sebagai komponen penting dalam TRIPs karena teknologi berkaitan erat dengan beberapa kekayaan intelektual seperti paten dan merek.
Permasalahan transfer teknologi dalam TRIPs Agreement dapat dilihat dalam rumusan kedua ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8 TRIPs. Dalam pasal 7 tersebut, dijelaskan bahwa masalah transfer teknologi secara tegas dinyatakan sebagai komponen penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi negara peserta TRIPs.
Lalu pada ketentuan Pasal 8 TRIPs, dijelaskan bahwa dalam transfer teknologi ini dibutuhkan adanya perlindungan kesejahteraan masyarakat dan gizi (public health and nutrition), dan ditekankan pula kebutuhan akan pengembangan sektor-sektor vital untuk kepentingan publik dalam rangka pengembangan teknologi dan sosio ekonomis negara peserta TRIPs.
Dalam hal ini, masing-masing negara mendapat hak untuk sampai pada derajat tertentu guna mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menunjang pengalihan teknologi sesuai yang diharapkan.
Direct Investment dalam Transfer Teknologi
Indonesia juga merupakan negara yang menaruh perhatian khusus terhadap proses transfer teknologi. Proses alih teknologi di Indonesia dapat berlangsung melalui cara-cara tertentu. Jika dilihat dari bentuk hukumnya, proses transfer teknologi atau alih teknologi di Indonesia dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni :
Masalah direct investment dijelaskan dalam UU No. 1/1967 yang menjelaskan bahwa investor harus menanamkan modalnya dalam bentuk pendirian perusahaan (Perseroan Terbatas, mengelola dan melakukan kontrol langsung atas usahanya serta langsung menanggung resiko atas investasinya (pasal 1).
Investasi langsung ini harus dilakukan oleh para investor yang umumnya berasal dari perusahaan transnasional atau multinasional dari negara maju. Biasanya, para investor dari negara maju ini akan tertarik untuk menanamkan modalnya di negara lain, seperti di Indonesia, dengan beberapa motivasi, seperti :
- Adanya kejenuhan pasar di negaranya. Hal ini membuat iklim kompetisi di negara tersebut cenderung tidak sehat dan sangat ketat.
- Adanya peluang pasar di negara tujuan investasi yang menguntungkan, serta pasar yang ada di sekitar negara tersebut, sehingga perusahaan dapat melakukan ekspansi pasar.
- Adanya ‘cost of production’ yang tinggi di negara asal, karena mahalnya faktor-faktor produksi, seperti upah tenaga kerja, sumber daya alam, harga bahan baku, dan lainnya. Sementara itu, ada negara tujuan investasi yang secara signifikan berbeda dan cenderung lebih menguntungkan dalam hal bisnis.
- Pendayagunaan kembali mesin-mesin atau teknologi yang di negaranya sudah usang dan dilarang dipakai, semisal karena alasan dampak negatif.
Lebih lanjut, pada Pasal 2 UU No. 1/1967 tentang alih teknologi ini, juga ditetapkan bahwa “alat-alat perusahaan dan penemuan-penemuan (Invention) baru milik orang asing termasuk kategori modal asing”.
Ketentuan ini berarti bahwa alat-alat dan penemuan milik investor asing dapat dianggap sebagai inbreng (pemasukan yang bernilai ekonomis dan dikonversi sebagai saham). Karenanya, kita perlu waspada agar tidak terjadi mark up harga dan penilaian teknologi secara berlebihan.
Alat-alat dan penemuan-penemuan baru yang dimiliki investor sudah seharusnya sudah dinilai secara inclusive sebagai inbreng pada perusahaan. Hanya saja, jika kita melihat praktek investasi asing di Indonesia, tidak sedikit para investor dengan keahliannya yang masih dapat menuntut adanya royatly di luar interest selaku pemegang saham.
Mereka beralasan bahwa keahlian atau know how untuk mengoperasikan alat-alat tersebut sesungguhnya berada di luar kesepakatan sehingga harus dihargai lagi secara terpisah. Padahal, seharusnya sesuai ketentuan perundangan RI, seharusnya tidak demikian.
Bentuk Transfer Teknologi
Transfer teknologi dapat dilakukan dalam tiga bentuk. Berdasarkan pada UU No. 1/1967 alih teknologi dijabarkan dalam 3 (tiga) pengertian atau tiga bentuk, meliputi :
# Transfer of knowledge or skill
Hal ini terkait transfer of knowledge, yang diatur dalam Pasal 12 UU No. 1/1967. Dalam pasal tersebut, investor diwajibkan untuk mendidik tenaga kerja Indonesia sebagai bagian dari upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan yang dimaksud ini yang idealnya menjadi sarana alih teknologi.
Hanya saja, dalam konsep ini kita harus lebih waspada. Jangan sampai tujuan untuk mendapat pengetahuan atau teknologi dari mereka, justru dialihkan dan membuat kita dijadikan sebagai obyek penelitian guna mengembangkan pengetahuan atau teknologi mereka.
# Transfre of share (divestasi)
Transfer of share atau Indonesianisasi saham (divestasi) adalah bentuk kebijakan yang ditujukan sebagai upaya percepatan penguasaan kendali perusahaan (berikut perangkat lunaknya, informasi dan teknologi).
# Transfer of employee
Transfer of employee ini menggunakan dasar kebijakan pada Pasal 11 yang menetapkan bahwa “Tenaga kerja asing dapat dipakai di perusahaan, PMA, sepanjang jabatan tersebut belum dapat diisi oleh pengusaha Indonesia”. Sebagai catatan tambahan, pasal yang memungkinkan tenaga asing untuk bekerja ini juga dengan kewajiban untuk melakukan transfer keahliannya kepada tenaga kerja Indonesia.
Indirect Investment (Perjanjian Lisensi Paten) dalam Transfer Teknologi
Bentuk lain dari investasi tidak langsung adalah melalui perjanjian lisensi paten. Di Indonesia, perjanjian lisensi paten ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 14/2001 pasal 1 angka 1, yang di dalamnya menetapkan bahwa :
“Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada investor (penemu) atas hasil invensi (penemuannya) di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya”.
Invensi (penemuan) adalah ide inventor (penemu) yang dituangkan dalam suatu kegiatan pemecahan masalah secara spesifik di bidang teknologi, yang dapat berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses (Pasal 1 Angka 2).
Dari aturan ini, kita bisa mengetahui bahwa hakekat paten adalah suatu hak ‘monopoli’ yang diberikan oleh negara kepada pihak investor sebagai bentuk reward atau incentive atas pengungkapan invensi tersebut kepada masyarakat melalui patent description / spesification yang kemudian akan diumumkan pada masyarakat.
Tujuan dari adanya paten adalah untuk memungkinkan masyarakat memperoleh pengetahuan baru sehingga dapat mendorong masyarakat melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan. Ini dapat terjadi karena salah satu syarat pemberian paten adalah harus menyertakan deskripsi paten dan spesifikasinya sehingga memungkinkan ciptaannya tersebut diduplikasi.
Bagi inventor sendiri, paten memberikan keuntungan berupa hak ekonomis untuk mengeksploitasi penemuannya tersebut. Seorang pemilik paten berhak mendapat imbalan rolayti melalui perjanjian lisensi. Selain itu, inventor juga memiliki hak moral agar namanya selaku inventor dicantumkan dalam sertifikat paten selamanya, sekalipun patennya telah dialihkan untuk pihak lain, misalnya jika perusahaan sebagai pemegang paten.
Referensi :
- Gambiro, Ita. 1978. Aspek-Aspek Hukum dan Pengalihan teknologi. Jakarta : BPHN.
- Salim, H dan Budi Sutrisno. 2008. Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
- Sulastri, Endah. 2014. Analisis Kewajiban Alih Teknologi dalam Investasi Asing di Indonesia. Jakarta : Jurnal Filsafat dan Budaya Hukum.
- Undang-undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Materi lain: