Struktur Politik, Relasi Kekuasaan dan Kewenangan Politik
Otoritas politik dalam suatu negara sangatlah khas. Untuk menggambarkannya, ada sebuah analogi menarik yang biasa disampaikan. Analogi ini menggunakan sebuah wilayah desa dengan kondisi keamanan yang tidak cukup baik. Di wilayah desa tersebut, sering terjadi tindak kejahatan dalam berbagai bentuknya.
Sering ada rumah yang kecurian. Beberapa ada yang kerampokan, juga ada tindak premanisme. Pada intinya, kondisi wilayah tersebut sangat jauh dari rasa nyaman karena para para penjahat yang berkeliaran dan berbuat onar. Sementara warga di desa tersebut tidak mampu berbuat apa-apa untuk menanganinya.
Suatu ketika, Anda berinisiatif untuk menghentikan aksi para penjahat itu. Ketika ada penjahat yang beraksi, Anda segera menangkapnya. Satu per satu penjahat Anda tangkap lalu Anda mengurung mereka di ruang bawah tanah yang ada di dalam rumah Anda. Anda memberi makan bagi para penjahat itu agar mereka tetap bisa bertahan hidup.
Aksi ini Anda lakukan secara terus menerus hingga aksi kejahatan yang dulunya sering terjadi di lingkungan Anda berangsur-angsur menghilang. Lalu, Anda pergi ke tetangga sebelah rumah Anda dan menanyakan “Apakah Anda menyadari bahwa desa kita saat ini menjadi lebih aman?”.
Tetangga Anda menjawab “Owh ya, penjahat akhir-akhir ini sudah tidak pernah mencuri dan mengacau lagi di sini. Kenapa ya?” Setelah itu, Anda menceritakan kepada tetangga Anda tentang apa yang sudah Anda lakukan, bahwa Anda menjaga lingkungan lalu mengunci para pencuri dan pengacau itu di dalam ruang bawah tanah Anda.
Anda juga menuturkan bahwa selama ini Anda memelihara para penjahat itu dengan memberikan mereka makan dengan uang pribadi Anda. Jadi, Anda meminta bantuan pada tetangga Anda agar mau ikut iuran untuk memelihara penjahat tadi.
Kemudian, Anda tidak hanya menyampaikan hal tersebut pada tetangga sebelah rumah Anda. Orang-orang lain lagi di lingkungan desa Anda juga Anda beritahu dan Anda mintai iuran. Tetangga Anda mungkin akan memberikan uang pada Anda, entah dengan senang hati, sebagai ucapan terima kasih atau karena rasa takut berhubung Anda memelihara para penjahat di bawah rumah Anda, sehingga mereka takut kalau penjahat itu mungkin Anda lepaskan kembali.
Dari analogi atau ilustrasi di atas, apakah tindakan ini bisa diterima sebagai sebuah bentuk otoritas? Pertanyaan kuncinya sebetulnya adalah “Apakah Anda punya kekuasaan, kewenangan dan legitimasi untuk melakukannya?
Jawabannya, “TIDAK”. Kenapa? Karena Anda bukan pemerintah. Itu bukan bentuk otoritas politik. Anda sekedar menangkap penjahat dan mengurungnya, lalu meminta uang dari orang lain sebagai bentuk balas jasa atas apa yang Anda lakukan.
Di sinilah uniknya pemerintah. Jika Anda menjaga lingkungan dan mengunci para pencuri serta pengacau, lalu meminta uang dari orang lain untuk biaya layanan ini, ini adalah tindak “penculikan dan pemerasan”. Akan tetapi, lain halnya jika pemerintah yang melakukannya, itu disebut “sistem peradilan pidana dan perpajakan”.
Luar biasa bukan? Jadi, bila ditanyakan apa yang khas dari pemerintahan politik? Pemerintah menjadi khas karena ada banyak perbedaan antara “perilaku main hakim sendiri” dan “perilaku khas pemerintah”. Lebih jelasnya, kita akan membahas bagaimana wujud dari struktur politik, serta relasi yang terbentuk antara otoritas atau kewenangan dan kekuasaan politik.
Kewenangan / Otoritas dalam Politik
Dalam suatu negara, otoritas atau kewenangan adalah sesuatu yang khas karena ada balutan kepentingan politik. Secara sederhana, pengertian kewenangan sendiri adalah kekuasaan yang mendapatkan keabsahan (legitimate power).
Perlu digarisbawahi bahwa “kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan”. Ini yang membuat tindakan-tindakan yang kita lakukan di luar kerangka politik atau kenegaraan, tidak bisa diterima sebagai otoritas atau kewenangan. Kenapa? Ya, karena tidak ada keabsahan. Keabsahan dalam perpolitikan hanya muncul dari institusi-institusi yang dimunculkan secara khusus oleh negara.
Relasi Kekuasaan dan Kewenangan
Dalam perpolitikan, kekuasaan dan kewenangan memiliki relasi yang sangat lekat. Adapun kekuasaan politik dirumuskan sebagai kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber demi mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik, sementara itu, kewenangan diartikan sebagai “hak moral” untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik.
Orang yang mempunyai kekuasaan politik belum tentu memiliki hak moral untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik, sedangkan orang yang memiliki kewenangan politik berarti bisa dipastikan ia memiliki hak moral.
Jadi secara lebih sederhana dapat dipahami bahwa kekuasaan tidak selalu berarti ada kewenangan, dan kewenangan pasti mengandung kekuasaan.
Apa itu Pemerintah?
Dalam menjalankan perpolitikan di suatu negara, terdapat otoritas politik tertentu, yang bernama “government” atau “pemerintah”. Apa itu pemerintah? Pemerintah adalah lembaga yang koersif atau bersifat memaksa.
Secara umum, ketika negara membuat undang-undang, akan timbul hukum. Hukum ini di dalamnya memuat hukuman yang dikenakan kepada para pelanggar. Bagi pemerintah, sangat mungkin untuk memiliki sebuah hukum tanpa hukuman khusus untuk pelanggaran, tetapi semua pemerintah melampirkan hukuman kepada hampir semua undang-undang yang dibuatnya.
Aspek Kewenangan
Kewenangan politik adalah properti moral yang di dalamnya memiliki dua aspek, yakni legitimasi politik dan kewajiban politik.
Legitimasi politik: merupakan “hak”, yang dimiliki oleh pemerintah, untuk menyusun dan menghasilkan jenis tertentu dari hukum dan menegakkannya dengan paksaan terhadap anggota masyarakatnya. Singkatnya, legitimasi politik adalah hak untuk memerintah.
Kewajiban politik: merupakan “kewajiban” yang dimiliki oleh warga negara untuk mematuhi pemerintah mereka, bahkan dalam keadaan ketika seseorang tidak akan diwajibkan untuk mematuhi perintah serupa yang dikeluarkan oleh agen non-pemerintah.
Ilustrasi yang dapat menggambarkan hubungan antara kedua aspek kewenangan politik tersebut misalnya, hukum melarang pembunuhan. Ini adalah hak pemerintah dan kita sebagai masyarakat memiliki kewajiban moral untuk tidak membunuh.
Ilustrasi lain, kita berkewajiban untuk membayar pajak atas penghasilan kita di negara-negara yang secara hukum mengharuskan ini, dan kita berkewajiban untuk membayar jumlah tertentu yang diperlukan oleh kode pajak.
Dalam suatu negara dengan kewenangannya, masyarakat yang berpikir pajak terlalu tinggi tidak merasa berhak untuk menghindari sebagian dari pajak mereka. Begitu pula mereka yang berpikir pajak terlalu rendah, tidak merasa berkewajiban mengirim uang tambahan kepada pemerintah.
Dan jika hukum berubah sehingga pajak penghasilan tidak diwajibkan secara hukum, maka seseorang tidak lagi berkewajiban untuk membayarkan sebagian dari penghasilan seseorang itu kepada pemerintah. Jadi, dalam pikiran rakyat, kewajiban membayar pajak penghasilan adalah kewajiban politik. Bagi pemerintah, menentukan besaran pajak dan menariknya adalah legitimasi politik.
Sumber Kewenangan
Sumber kewenangan atau hak memerintah dapat berasal dari banyak hal, meliputi :
- Tradisi, sumber kewenangan ini diperoleh dari keluarga tertentu dan yang dianggap memiliki darah biru.
- Tuhan, dewa dan wahyu yang bersifat sakral.
- Kualitas pribadi, misalnya dilihat dari penampilan maupun karena seseorang memiliki kharisma.
- Peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur dan syarat sehingga seseorang dapat menjadi pemimpin.
- Sumber yang bersifat instrumental yaitu bisa berupa kekayaan dan keahlian.
Peralihan Kewenangan
Menurut Paul Conn terdapat tiga cara peralihan kewenangan, yaitu :
- Turun temurun, adalah jabatan atau kewenangan yang diperoleh dari keturunan atau keluarga.
- Pemilihan, adalah kepemimpinan yang dipilih secara langsung atau perwakilan.
- Paksaan, adalah jabatan dan kewenangan yang secara terpaksa dialihkan dan tidak sesuai dengan prosedur yang telah disepakati, seperti karena revolusi, kudeta atau ancaman kekerasan.
Tipe Kewenangan
Ada beberapa tipe kewenangan yang ada dalam pemerintahan negara, meliputi :
- Kewenangan procedural adalah hak memerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang bersifat tertulis maupun tidak tertulis.
- Kewenangan substansial adalah hak memerintah berdasarkan faktor-faktor yang melekat pada diri pemimpin.
Sekalipun ada dua tipe kewenangan, tapi tipe kewenangan tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ini karena antara satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan setiap masyarakat pasti memakai kedua tipe kewenangan tersebut. Hanya saja yang satu dijadikan sebagai utama dan yang lain sebagai pelengkap.
Rakyat sebagai salah satu subjek yang menerima kewenangan dari pemerintah dapat mengambil berbagai sikap. Beberapa sikap terhadap kewenangan yang mungkin ditujukan adalah : menerima, mempertanyakan (skeptis), menolak, atau dapat berupa kombinasi keduanya.
Prinsip Kewenangan
Ada beberapa prinsip dalam kewenangan yang perlu untuk diwujudkan. Prinsip-prinsip kewenangan tersebut, meliputi :
- Umum: Otoritas negara berlaku untuk warga pada umumnya. Artinya, negara berhak memaksakan aturan pada setidaknya sebagian besar warganya, dan sebagian besar warga memiliki kewajiban politik.
- Kekhususan: Otoritas negara khusus untuk warganya dan penduduk di wilayahnya. Artinya, pemerintah berhak untuk menerapkan aturan pada mereka di wilayahnya, dengan cara yang umumnya tidak berhak untuk memaksakan aturan pada mereka di luar negeri, dan warga negara memiliki kewajiban untuk negara mereka sendiri dari jenis yang mereka tidak menanggung ke negara lain.
- Kemandirian konteks: Otoritas negara tidak terikat pada konteks spesifik dari hukumnya atau perintah lainnya.
- Kelengkapan: Negara berhak untuk mengatur berbagai kegiatan manusia, dan individu harus mematuhi arahan negara dalam lingkup luas itu.
- Supremasi: Dalam lingkup tindakan yang berhak diatur oleh negara, negara adalah otoritas manusia tertinggi. Tidak ada agen non-pemerintah yang dapat memerintah negara, atau agen mana pun memiliki hak yang sama untuk memerintah individu yang dimiliki negara.
Perbedaan Kekuasaan, Kewenangan dan Legitimasi
Telah disebutkan bahwa salah satu aspek kewenangan adalah adanya legitimasi. Pada dasarnya, legitimasi, kekuasaan dan kewenangan memiliki relasi khusus dalam pemerintahan politik. Namun, jelas masing-masing berbeda dan memiliki ciri khasnya. Untuk mengetahui relasi dan perbedaan kekuasaan, kewenangan dan legitimasi, kita harus memahami pengertian khas dari masing-masing istilah tersebut.
Perbedaan dari ketiganya dapat dipahami bahwa yang dimaksud kekuasaan adalah penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana kebijakan politik. Sedangkan kewenangan adalah hak moral untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik (bersifat top down). Adapun legitimasi adalah pengakuan dan penerimaan kepada pemimpin (bersifat bottom up).
Persamaan antara kekuasaan, kewenangan dan legitimasi karena ketiganya menyangkut hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin atau masyarakat.
Referensi :
- Green, Leslie. 1988. The Authority of the State. Oxford: Oxford University Press.
- Hampton, Jean. 1998. Political Philosophy. Boulder: Westview Press.
- Huemer, Michael. 2013. The Problem of Political Authority. Macmillan : Palgrave.
Bacaan lain: