Multinational Corporation (MNC): Pengertian, Peran dan Imbasnya dalam Ekonomi Politik
Globalisasi mengantarkan dunia pada tatanan kerjasama ekonomi yang lebih kompleks. Jika dulu aktor hubungan internasional dalam bidang ekonomi masih banyak diperankan oleh negara, sekarang hal itu seolah tak lagi berlaku. Muncul perusahaan-perusahaan skala internasional yang kini memainkan peran penting dalam hubungan internasional.
Bahkan boleh dibilang, perusahaan skala internasional yang biasa disebut sebagai perusahaan Multinasional atau Multinational Corporation (MNC) ini merupakan aktor utama dalam bisnis internasional. Merekalah yang menjadi pemain utama dalam kegiatan ekspor, impor, transaksi internasional, dan pola operasi internasional lain seperti usaha patungan, penanaman modal asing dan sistem lisensi.
Semakin besarnya pengaruh perusahaan multinasional terhadap pola hubungan internasional ini membuat kajian mengenai MNC menjadi penting. Jadi, kali ini kita akan membahas lebih dalam mengenai pengertian MNC, konsep MNC, ciri khas MNC, juga peran dan imbas keberadaan MNC terhadap kondisi ekonomi dan politik suatu negara.
Pengertian MNC
Pengertian MNC secara sederhana adalah suatu perusahaan yang beroperasi di dua negara atau lebih. Dengan kata lain, MNC ini bisa memiliki pusat di satu negara, sementara cabangnya bisa berada di negara-negara lain di dunia. Perlu digarisbawahi bahwa MNC harus memiliki usaha/ cabang yang operasinya berlangsung di negara lain.
Jadi, tidak sekedar suatu perusahaan menjual barangnya ke negara lain. Jika tidak ada kegiatan usaha dari cabang perusahaan di negara lain, perusahaan tersebut belum bisa dikatakan MNC.
Dalam bahasa Indonesia, MNC atau Multinational Corporation ini sering dikenal sebagai Perusahaan Multi Nasional (PMN). Jika diartikan secara sekilas, pengertian PMN memang sangat mudah dipahami dan diidentikkan dengan pengertian MNC. Namun, perlu diketahui bahwa sesungguhnya, pengertian PMN ini sebetulnya para ahli masih belum dapat mendefinisikan secara baku mengenai konsep PMN.
PMN sendiri kadang rancu dan diidentikkan juga dengan TNC atau Transnational Corporation (TNC). Tidak sedikit yang menganggap bahwa PMN, MNC dan TNC memiliki pengertian sama. Namun, para pakar ekonomi politik banyak yang membedakan pengertian MNC dan TNC.
MNC diartikan sebagai perusahaan yang beroperasi di luar negerinya sendiri, dengan sebaran saham di lebih dari satu negara. Berbeda dengan TNC yang dapat diartikan secara lebih luas.
Pengertian TNC dianggap lebih dari sekedar perusahaan yang beroperasi di dua negara atau lebih, melainkan aktivitas TNC dianggap lebih kompleks karena TNC memiliki manajemen yang sifatnya komprehensif sehingga menjangkau skala perdagangan dan industri global secara luas.
Terlepas dari adanya perdebatan para ahli dalam membedakan pengertian PMN, MNC dan TNC, dapat dikatakan bahwa secara umum, ketiga konsep ini sama-sama memiliki karakter khas berupa operasinya yang berlangsung di lebih dari dua negara sehingga dapat dikatakan sebagai aktor hubungan internasional. Jadi, dalam pembahasan kali ini, kita akan menyamaratakan ketiga konsep ini sebagai MNC. Namun, istilah MNC, TNC dan PMN akan digunakan secara bergantian.
Contoh MNC
Sudah ada banyak perusahaan yang sukses membuka cabangnya di berbagai belahan dunia, sehingga layak disebut sebagai MNC/ TNC/ PMN. Contoh MNC yang telah cukup populer di berbagai negara di dunia, dapat dilihat pada daftar berikut ini :
- General Motors,
- Coca-Cola,
- Firestone,
- Philips,
- Volkswagen,
- British Petroleum,
- Exxon,
- Chevron,
- BMW,
- Google,
- Fiat,
- Dell,
- Dunkin’ Donat,
- Pizza Hut,
- Acer,
- AOL,
- Allianz,
- Adidas,
- Freeport,
- Asus,
- Danone,
- AT&T,
- LG.
Tujuan MNC
Suatu perusahaan menjadi perusahaan multinasional tentu karena memiliki tujuan tertentu. Secara umum, tujuan utama tentu karena pertimbangan adanya potensi keuntungan yang lebih tinggi dengan mendirikan produksi dan kegiatannya di luar negeri. Sebab, semakin luas kegiatan dan pasar, potensi keuntungan yang bisa diperoleh bisa semakin tinggi pula.
Secara lebih terkhusus, tujuan MNC dapat diuraikan dalam beberapa poin berikut :
- Raw material Seeker, mendapatkan bahan mentah untuk diolah/ diproduksi di negara lain.
- Market Seeker, memperoleh pangsa pasar baru di negara lain.
- Cost Minimalizers Seeker, mencapai efisiensi biaya, karena dengan melakukan investasi memungkinkan biaya produksi menjadi lebih rendah.
- Risk Minimalizers seeker, perusahaan dapat menurunkan risiko produksi dan penjualan dengan mencari lokasi baru di negara lain.
- Profit maximization trade off with cost minimization, perusahaan dapat memaksimalkan keuntungan dengan mengurangi biaya produksi yang serendah-rendahnya. Dalam hal ini, perusahaan bisa menghindari biaya yang biasa melekat pada pihak ketiga sebagai perantara.
- Fund seeker, dalam manager finance, suatu perusahaan dapat memperoleh pendanaan dengan meminjam bank ketika dapat menunjukkan performa positif terkait penggunaan dana tersebut secara maksimal demi menghasilkan return semaksimal mungkin.
- Penguatan struktur perusahaan, dengan melayani pasar luar negeri, perusahaan dapat menguatkan struktur perusahaannya. Perusahaan dapat pula menjadi entitas yang kuat dengan memanfaatkan pengetahuan perusahaan mereka di negara lain.
Ciri - Ciri Perusahaan Multinasional
Suatu perusahaan dapat dikatakan sebagai perusahaan multinasional/ MNC ketika memiliki ciri-ciri atau karakteristik tertentu. Berikut adalah ciri-ciri MNC :
- Memiliki lingkup kegiatan income generating (perolehan pendapatan) yang melampaui batas- batas Negara.
- Perdagangan yang terjadi dalam perusahaan multinasional kebanyakan terjadi masih dalam lingkup perusahaan itu sendiri, walaupun antarnegara.
- Terdapat kontrol terhadap teknologi dan modal secara ketak.
- Sistem managemen dan distribusi dikembangkan melintasi batas-batas negara, terutama dalam sistem modal ventura, lisensi dan franchise.
- Membentuk cabang-cabangnya di luar negeri.
- Memiliki visi dan strategi produksi barang yang bersifat global.
- Cenderung memilih kegiatan bisnis tertentu yang bersifat footloose industry (industri yang tidak terikat lokasi), umumnya manufaktur.
Pada prinsipnya, PMN memang memiliki karakteristik yang cukup kompleks. Karakteristik PMN dapat ditinjau dari perspektif ekonomis, organisasional dan motivasional. Sedangkan dalam pemahaman secara ekonomis, karakteristik PMN ini banyak ditinjau dari segi ukuran, penyebaran geografis dan tingkat keterlibatannya di luar negeri.
Melihat dari ciri-ciri PMN ini, maka kita harus bisa membedakannya dengan bentuk perusahaan lain, yang juga seolah memiliki kegiatan di luar negeri. Perlu diketahui bahwa PMN pada dasarnya berbeda dengan bentuk-bentuk perusahaan berikut :
- Perusahaan besar domestik yang sedikit menempatkan investasinya di luar negeri.
- Perusahaan domestik yang mungkin melakukan investasi di luar negeri, hanya saja investasinya dalam unit ekonomi yang lebih kecil.
- Perusahaan besar yang melakukan investasi di luar negeri, akan tetapi hanya di satu atau dua negara saja dan dalam skala kecil.
- Investor besar dengan portofolio yang tidak berusaha mengontrol investasinya serta mengambil resiko kewiraswastaan.
Bentuk - Bentuk MNC
Pengertian MNC memang cukup luas karena tidak menekankan pada satu kegiatan khusus dari suatu perusahaan. Selama perusahaan mengoperasikan perusahaannya di dua negara atau lebih, perusahaan tersebut bisa disebut MNC. Karenanya, untuk membedakan kegiatan-kegiatan MNC atau PMN yang beragam ini, MNC ini dibedakan ke dalam bentuk-bentuk tertentu.
Prof. John Dunning, membedakan PMN ke dalam empat bentuk, yang meliputi :
#1 Multinational Producting Enterprise (MPE),
Fokus yang dilakukan perusahaan multinasional ini adalah di bidang produksi. Jadi, MNC ini memiliki dan mengontrol berbagai fasilitas produksi di lebih dari satu negara.
#2 Multinational Trade Enterprise (MTE),
Fokus dari MTE adalah pada bidang perdagangan. Jadi, perusahaan ini bergerak dengan menjual barang yang diproduksi di dalam negeri secara langsung kepada badan usaha atau orang di negeri lain.
#3 Multinational Internationally owned enterprise (MOE).
Perusahaan ini lebih mengarah pada kepemilikan usaha dari satu induk perusahaan, yang menyebarluaskan cabang-cabang produksi atau perdagangan atau kegiatan perusahaannya di negara lain.
#4 Mutinational (Financial) controlled enterprise (MCE);
Fokus dari perusahaan ini lebih pada permodalan atau pembiayaan. Pada MOE dan MCE, kegiatan perusahaannya diawasi oleh lebih dari satu negara.
PMN yang termasuk MOE biasanya merupakan perusahaan dengan kegiatan perdagangan atau produk yang beragam. Contoh PMN yang termasuk dalam MOE adalah Unilever, Danone dan Royal Dutch. Perusahaan-perusahaan ini memiliki bidang produksi yang beragam dan menempatkan jalur produksi serta pemasarannya secara global, di hampir seluruh negara di dunia.
Pengaruh MNC terhadap Ekonomi Politik Negara
Secara umum, MNC berpusat di negara-negara maju dengan cabang-cabangnya yang diletakkan tersebar di negara-negara berkembang. Inilah yang seringkali menyebabkan interaksi antara MNC dengan negara seringkali tidak imbang.
Bagaimana pun juga, keberadaan MNC di suatu negara dapat berpengaruh besar terhadap proses pembangunannya, terutama bagi negara-negara berkembang. Sebab, kekuatan MNC bisa sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.
Kekuatan dan pengaruh MNC terhadap suatu negara dapat dilihat dari negara-negara berkembang yang dapat mengalami ketergantungan terhadap MNC. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh keunggulan teknologi dan modal yang dimiliki MNC dibanding negara.
MNC dengan keunggulan teknologi dan modal yang dimilikinya dapat mempengaruhi kondisi ekonomi negara, seperti dalam pembukaan lapangan kerja, akses pasar, transfer teknologi, dan sejenisnya.
Bisa dibilang, MNC mampu merasuk dalam berbagai sendi dan kegiatan ekonomi suatu negara. Semakin besar dan luas aktivitas MNC di suatu negara, maka pengaruhnya terhadap kebijakan dan aturan di tingkat nasional pun semakin besar. Bahkan, bukan tidak mungkin jika MNC mampu berpengaruh terhadap kebijakan dan aturan di tingkat internasional sekalipun.
Kehidupan komunitas di negara-negara berkembang pun hampir seluruhnya telah dipengaruhi oleh dampak kegiatan perusahaan multinasional ini. Ini karena keberadaan PMN yang begitu luas dan pendanaannya yang sangat besar. Kantor-kantor, pabrik dan cabang yang mereka bangun tersebar di banyak negara dan secara luas.
Mereka pun mampu mempekerjakan jumlah tenaga kerja yang besar di suatu negara. Mereka ikut menggerakan sendi-sendi ekonomi negara secara langsung maupun tidak langsung. Tetesan-tetesan ekonomi juga dapat terbentuk bagi masyarakat yang berada di sekitar wilayah operasi. PMN yang besar akan memiliki dana yang melampaui banyak negara.
Luasnya jangkauan PMN serta kuatnya modal yang dimiliki inilah yang membuat PMN dapat memiliki pengaruh yang kuat terhadap politik global. Ini lantaran pengaruh ekonomi mereka yang juga sangat besar terhadap para politisi di berbagai negara. Sumber finansial yang mereka miliki sangat berkecukupan untuk membangun relasi dengan masyarakat dan melobi politik.
PMN memiliki jangkauan internasional dan mobilitas yang luas, baik di dalam suatu negara maupun di luar negara tempatnya berinvestasi. Karenanya, seringkali negara-negara, terutama negara berkembang, berkompetisi untuk mengundang para PMN ini agar menempatkan fasilitas mereka di negaranya.
Jika PMN hadir di negaranya, negara tersebut bisa mendapatkan perolehan pajak yang lebih tinggi, menyediakan lapangan kerja yang lebih luas bagi rakyatnya, serta berbagai keuntungan ekonomi lain. Karena negara merasa membutuhkan kehadiran PMN, tidak sedikit upaya yang dilakukan seperti dengan menawarkan insentif kepada para PMN yang bersedia masuk ke wilayahnya.
Tidak hanya negara, distrik politik regional juga seringkali menawarkan insentif berupa pemotongan pajak, bantuan pemerintah, fasilitas infrastruktur, standar pekerja, serta lingkungan yang mendukung perkembangan perusahaan tersebut. Pada intinya, tidak sedikit wilayah negara yang berusaha merayu PMN ini dengan fasilitas-fasilitas istimewa hanya agar PMN bersedia beroperasi di wilayahnya.
Sebetulnya, apa yang dilakukan PMN dan negara yang menjadi host country-nya ini dapat menjadi kerjasama yang saling menguntungkan. PMN dapat mengembangkan usahanya, negara yang dituju dapat meningkatkan kegiatan ekonomi di wilayahnya. Hanya saja, kegiatan PMN secara global tidak lantas selalu mendapat sambutan positif.
Di negara-negara dunia ketiga, PMN juga sering menimbulkan pertentangan dan menempatkan negara pada kondisi dilematis. Sifat ekspansionis modal PMN terhadap negara setempat sering dianggap merugikan.
Sebab, karena merasa berpengaruh, PMN sering berada pada posisi tawar yang tinggi. Karenanya, PMN pun mampu mempengaruhi pola kebijakan negara/ daerah untuk disesuaikan dengan kepentingannya.
Wilayah yang merasa bahwa manfaat PMN di sisi ekonomi dan sosial bisa dimanfaatkan secara maksimal pun sering mengiyakan saja apa keinginan PMN, tanpa berpikir tentang masalah kedaulatan. Kerugian dan ketergantungan negara terhadap PMN setelahnya, sering diabaikan. Kondisi dilematis inilah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang yang menjadi host country PMN.
Meski relasi yang terbangun sering tidak imbang, tapi pertentangan ini tidak sepenuhnya terjadi karena sifat ekspansionis PMN semata. Hal-hal seperti ini justru sering disebabkan oleh permasalahan yang terjadi di negara-negara penerima modal itu sendiri. Negara penerima modal tidak cukup mampu menempatkan dirinya pada posisi tawar yang lebih tinggi ketimbang PMN, bahkan sekedar pada posisi tawar yang seimbang.
Alhasil, negara penerima modal hanya menjalankan kebijakan dengan disesuaikan kebutuhan pemodal. Negara pun tidak cukup mampu mengimbangi aktivitas PMN yang secara empirik memiliki kemampuan transaksi bisnis jauh lebih baik ketimbang negara penerima modal itu sendiri.
Bahkan, secara nyata, hal ini juga mengakibatkan sendi-sendi ekonomi yang dibangun oleh perusahaan lokal menjadi lemah. Sebagai contoh, PMN dengan segala kekuatan bisnisnya justru lebih mudah mendapatkan sumber modal dari bank-bank yang ada di suatu negara.
Bank-bank di negara berkembang cenderung lebih suka memberikan fasilitas pinjaman dan pendanaan atau pun garansi bank kepada PMN besar dan bonafid dengan kegiatan luas, ketimbang memberikannya kepada perusahaan lokal yang sedang berkembang.
PMN dengan aset internasional justru bisa mendapatkan pendanaan secara lebih mudah untuk memperbesar lagi usahanya. Sebaliknya, perusahaan lokal yang sedang ingin berkembang dengan susah payah, seringkali justru dipersulit dalam hal pendanaan dan segala bentuknya.
Hal ini juga berlaku pada birokrasi dan perizinan yang seringkali memiliki perlakukan berbeda terhadap PMN dan perusahaan lokal. Perusahaan lokal dengan skala kecil sering mendapat kesulitan dalam hal perizinan, birokrasi, bahkan berbagai peraturan atau kebijakan regional sering menghambat perkembangan usahanya. Sementara PMN, dengan kekuatannya justru bisa mempengaruhi kebijakan itu sendiri.
Contoh nyata, masalah SNI (Standar Nasional Indonesia) yang beberapa tahun silam mulai meresahkan para produsen mainan di Indonesia. PMN dengan mudahnya bisa memperoleh SNI sehingga produk-produknya bisa beredar di pasar Indonesia secara bebas.
Begitu pula produk-produk impor yang diproduksi oleh perusahaan skala besar di negeri asing. Sementara perusahaan produksi mainan lokal dan tradisional, kalang kabut menghadapi kebiajakan ini.
Barang-barang produksinya ditarik peredarannya di toko-toko mainan lantaran tidak memiliki SNI. Lalu untuk bisa mengurusi SNI, mereka tidak cukup mampu untuk mengeluarkan biaya besar, pun tidak cukup paham dengan standar-standar rumit ala perusahaan besar. Jika sudah begini, apa yang harus dilakukan?
Bahkan, bukan tidak mungkin jika kebijakan kewajiban SNI ini munculnya dipengaruhi oleh perusahaan besar yang tidak ingin mendapat pesaing perusahaan mainan lokal. Entahlah. Tapi faktanya, kebijakan pemerintah ini bukan solusi terbaik bagi perusahaan mainan lokal, sekalipun dibungkus dengan alasan kesehatan untuk anak.
Kondisi ini jadi contoh nyata di mana PMN di negara berkembang semakin besar, kuat, leluasa dan diuntungkan, dan disisi lain, negara dengan perusahaan lokalnya malah semakin lemah karena tidak ada dukungan kuat.
Meski begitu, ada saja alasan yang mampu menguatkan bahwa keberadaan PMN di negara berkembang itu perlu. PMN indentik dengan kecanggihan dan modernitasnya. Pemanfaatan teknologi maju modern akan diimpor dari negara-negara maju asal PMN menuju ke negara penerima modal. Hal ini dianggap mampu mendorong modernisasi negara berkembang penerima modal sehingga dapat mempersempit kesenjangan teknologi antara negara maju dan berkembang.
Namun kenyataannya, konflik kepentingan dalam transfer teknologi masih nyata terasa. Perlu digarisbawahi bahwa PMN memiliki posisi tawar dan kemampuan yang juga lebih kuat dibanding negara berkembang bersama perusahaan-perusahaan lokal yang dimiliki. Karenanya, dengan memanfaatkan iklan pemasaran PMN, ia bisa dengan mudah menguasai pasar domestik.
Dominasi PMN terhadap pasar domestik juga menjadi konsekuensi negatif terhadap eksistensi perusahaan lokal. Bahkan, kekuatan persuasif dari PMN mampu mengalihkan gaya hidup masyarakat suatu negara secara masif.
Dengan gaya persuasif yang tepat, mereka mampu mengalihkan urusan prioritas konsumen, mengembangkan imperialisme gaya hidup borjuasi konsumtif, melakukan infiltrasi kebudayaan setempat, bahkan hingga mengembangkan ego masyarakat terhadap adanya semacam ketidakpuasan terhadap berbagai produk yang ditawarkan pasar lokal.
Relasi PMN dengan negara-negara penerima modal, terutama negara berkembang memang sering berada pada posisi yang tidak seimbang. Bagiamana pun juga, tujuan utama PMN adalah mengembangkan perusahaannya sebesar mungkin demi profit setinggi mungkin. PMN memiliki kekuatan untuk mengawasi sumber-sumber yang menguntungkan baginya secara luas di seluruh dunia.
Itu sebabnya, PMN akan selalu berusaha mencapai global factory, global money market, global shopping centre. Semakin luas dan mengglobal suatu PMN, semakin besar kekuatannya. Semakin mampu pula PMN itu dalam mempengaruhi kebijakan nasional hingga internasional demi mengakomodasi kepentingannya.
Referensi :
- Baylis, John dan Steve Smith. 1998. The Globalization of World Politics. New York: Oxford University Press.
- Hadiwinata, Bob Sugeng. 2006. Politik Bisnis Internasional. Jakarta : Yudhistira.
- Ikbar, Yanuar. 2002. Ekonomi Politik Internasional: Studi Pengenalan Umum. Bandung: Universitas Padajadjaran.
- Imaniyati, Neni Sri. 2009. Hukum BIsnis: Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi. Yogyakarta : Graha Ilmu.
- Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung : Rosda.
- Salvatore, Dominick. 1995. Ekonomi Internasional. Jakarta : Erlangga.
Materi lain: