Ideologi Neoliberalisme: Sejarah dan Pokok Pemikiran
Globalisasi yang sedang berkembang pesat saat ini sering diidentikkan dengan neoliberalisme. Neoliberalisme sendiri tidak serta merta diterima sebagai suatu ideologi yang positif bagi setiap kalangan. Bahkan, tidak sedikit terdengar kritik dan cemooh terhadap praktek neoliberalisme saat ini.
Terlepas dari bagaimana pandangan umum mengenai neoliberalisme dan prakteknya, ideologi ini memiliki sejarah panjang dan visi misi yang khas. Kali ini, kita akan membahas mengenai ideologi neoliberal dari segi sejarah dan ide pokok yang diusungnya.
Sejarah Neoliberalisme
Neoliberalisme hadir lewat sejarah yang cukup panjang dan pelik. Neoliberalisme sendiri secara sederhana diartikan sebagai liberalisme bentuk baru. Awalnya, neoliberalisme muncul dalam dua kelompok yang berbeda dan dengan paham yang juga berbeda. Keduanya sama-sama mengusung nuansa pembaruan dari ide-ide liberalisme, terutama terkait hal yang dikritik oleh Marxisme.
Namun, dalam perkembangannya, hanya satu aliran neoliberalisme yang kemudian populer. Adapun kedua aliran tersebut dapat dibagi dalam (1) ordo neoliberalisme Mazhab Freiburg dan (2) neoliberalisme kelompok MPS.
# Ordo Neoliberalisme
Ordo neoliberalisme adalah neoliberalisme yang lebih awal berkembang, yakni di akhir abad ke-20. Liberalisme baru ini dikembangkan oleh para pakar yang tergabung dalam Mazhab Freiburg di Jerman pada akhir abad ke-20.
Kelompok ahli dari Mazhab Freiburg terdiri dari para pakar ekonomi politik seperti Wilhelm Röpke, Walter Eucken, Alexander Rustow, Franz Bohm, dan Alfred Muller-Armack. Pandangan ordo neoliberalisme ini didasari dari sanggahan terhadap kritikan yang dilontarkan sosialisme Marx atau marxisme terhadap liberalisme.
Untuk menyanggap kritikan Karl Marx, mereka menuangkan gagasan barunya dalam konsep neoliberalisme dan dituangkan dalam jurnal berjudul “Ordo: Jahrbuch für die Ordnung von Witschraft und Gesselschaft”, yang terbit pada tahun 1928 (Deliarnov, 2006: 162).
Ide pokok neoliberalisme dari Mazhan Freiburg adalah konsep ‘soziale marktwirtschaft’ atau ‘social market economy’, atau ‘ekomomi pasar sosialis’. Sistem ekonomi pasar sosialis ini adalah sebuah sistem ekonomi bebas yang dijaga oleh berbagai regulasi yang dikembangkan oleh pemerintah.
Regulasi pemerintah diperlukan untuk menghindari terjadinya konsentrasi kekuasaan ekonomi dan menjaga keadilan serta efisiensi. Orang-orang dalam ordo ini memiliki pandangan yang berbeda dari para pakar liberalis mengenai hubungan ekonomi dan politik.
Jika kaum liberalis ingin memisahkan ranah ekonomi dari politik, ordo neoliberalisme ini justru percaya bahwa kinerja pasar membutuhkan adanya tindakan politik (Deliarnov, 2006: 163).
Karenanya, Mazhab Freiburg mengusulkan konsep politik kebijakan sosial yang dianggap bisa mencegah gejala terkonsentrasinya kekuasaan bisnis ke perusahaan-perusahaan besar. Politik kebijakan sosial dalam bentuk kesejahteraan inilah yang menjadi tanggapan atas kritik Marxisme terkait upaya menciptakan ekonomi yang kompetitif dan berkeadilan.
Ordo neoliberalisme mengusung konsep kebijakan sosial ini dengan tujuan agar menciptakan dan memperluas kewirausahaan dalam masyarakat. Dengan begitu, kesejahteraan dalam masyarakat bisa lebih merata (Deliarnov, 2006: 163).
# Teori neoliberalisme
Ideologi neoliberalisme yang kedua adalah teori yang saat ini banyak kita pelajari dan banyak pula diadopsi oleh berbagai negara di dunia. Teori ini pula yang lebih banyak dipelajari di berbagai literatur dan disebut sebagai neoliberalisme.
Popularitas dari teori neoliberalisme yang kedua ini dipengaruhi oleh aktivitas kelompok pengusungnya yang secara aktif mempromosikan ide-ide mereka ke berbagai belahan dunia. Teori neoliberalisme sendiri muncul melalui momentum pertemuan yang berlangsung pada bulan April tahun 1947, yang dipelopori oleh Friedrich August von Hayek.
Friedrich August von Hayek kala itu mengundang para pakar dari berbagai latar belakang di Amerika Utara dan Eropa untuk mempromosikan kembali ide-ide liberalisme yang pernah banyak dikritik oleh Marxisme. Beberapa pakar yang datang adalah Milton Friedman, George Stigler, Wilhelm Röpke, Ludwig von Mises, Karl Popper, Lionel Robbins, Michael Polanyi, Salvador di Madariga dan Walter Euchen.
Selanjutnya, kelompok pendukung neoliberalisme ini menamakan dirinya sebagai “The Mont Pelerin Society” atau MPS. Prinsip utama yang diusung oleh kelompok ini adalah konsep neoliberalisme dengan misi menyingkirkan peran pemerintah dalam segala urusan ekonomi untuk kemudian menyerahkan urusan tersebut pada pasar (Deliarnov, 2006: 163-164, lihat juga Eppler, 2009: vii).
Ide Pokok Neoliberalisme
Ide pokok neoliberalisme yang akan dijabarkan lebih lanjut adalah ide pokok yang dikembangkan dari aliran neoliberalisme yang kedua, yang dikembangkan oleh MPS. Sebab, ketika membahas tentang neoliberalisme, maka secara umum literatur akan mengarahkan pada skema pemikiran kelompok kedua ini.
Neoliberalisme yang banyak dipelajari merujuk pada sebuah konsep dalam globalisasi yang menjelaskan tentang hegemoni kepetingan, terutama dalam hal kepentingan ekonomi. Lantas, seperti apa ide pokok neoliberalisme?
# Free Enterprise
Dasar pemikiran neoliberalisme adalah keyakinan bahwa kemajuan manusia dapat dicapai dengan adanya kebebasan berusaha atau free enterprise. Konsep free enterprise neoliberalisme meliputi :
- hak kepemilikan,
- kebebasan individu,
- pasar bebas,
- perdagangan bebas.
# Homo economicus
Sebagai teori ekonomi politik praktis, neoliberalisme menempatkan manusia, sebagai makhluk individu, sebagai orientasi utama kajiannya. Bagi neolib, manusia adalah makhluk ekonomi atau yang biasa disebut dengan istilah homo economicus (Losche, 2009: 6).
Dalam konsep homo economicus, manusia memiliki sifat dasar mencari kekayaan pribadi secara terus-menerus. Kekayaan pribadi inilah yang menjadi tolok ukur dari kesejahteraan manusia. Ketiadaan hak kekayaan pribadi membuat manusia tidak dapat memperoleh kesejahteraan (Harvey, 2007: 64).
Neoliberalisme meletakkan manusia sebagai homo economicus yang direntang secara luas pada semua dimensi hidup manusia. Jadi, konsep ini dijadikan sebagai prinsip pengorganisasian seluruh masyarakat.
Konsep ini juga menjadi salah satu aspek utama yang membedakan ekonomi neoliberal dengan ekonomi liberal klasik. Dalam “The Economic Approach to Human Behavior” (1976) Gary Becker, menjelaskan bahwa pendekatan ekonomi liberal menyediakan kerangka semesta untuk memahami semua tingkah laku manusia, sedangkan dalam perspektif oeconomicus hal ini berkembang menjadi hierarki prioritas.
Prioritas ini terletak pada sektor finansial (financial capital) atas sektor-sektor lain dalam ekonomi. Perspektif inilah yang kemudian memunculkan revolusi produk finansial dalam sektor virtual, seperti derivatif, sekuritas, dan sejenisnya.
# Pasar, deregulasi, debirokratisasi, privatisasi, pengurangan program kesejahteraan dan subsidi
Neoliberalisme menawarkan beberapa kunci utama yang dianggap dapat menjadi solusi berbagai masalah sosial ekonomi dalam masyarakat, sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan manusia secara umum. Kunci tersebut adalah pasar, deregulasi, debirokratisasi, privatisasi, serta pengurangan program-program kesejahteraan dan subsidi.
Hal ini dijelaskan oleh Hayek, dalam sebuah bukunya berjudul “The Road to Serfdom” (1944), yang menyatakan bahwa hal yang perlu dilakukan adalah cukup dengan membiarkan individu-individu melakukan reaksi terhadap harga pasar yang terbentuk secara bebas.
Kebebasan individu inilah yang pada akhirnya akan mewujudkan optimalisasi alokasi modal, kreativitas manusia dan tenaga kerja. Pada akhirnya, konsep ini akan menciptakan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang sangat kondusif dan tidak mungkin ditiru oleh perencanaan terpusat sehebat apapun (Deliarnov, 2006: 164).
# Kepemilikan swasta
Karena fokus kajiannya adalah individu, maka kepemilikan swasta pun menjadi landasan dasar pemikirannya. Dalam buku “Capitalism and Freedom” (1962), Milton Friedman menegaskan bahwa kepemilikan swasta adalah sesuatu yang absolut. Siapa pun harus menghargai adanya kepemilikan swasta ini.
# Tanggung jawab perusahaan
Perusahaan sebagai wujud kepemilikan swasta ini bertanggung jawab dalam usaha akumulasi laba privat sebanyak-banyaknya dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang dimiliki. Perusahaan tidak memiliki tanggung jawab sosial untuk menyejahterakan masyarakat (Deliarnov, 2006: 165).
Meski begitu, neoliberal meyakini bahwa pasar sudah menjadi instrumen yang paling efektif dalam rangka memajukan kebaikan semua orang. Sebab, kebaikan bersama dapat diperoleh melalui penjumlahan terbesar dari kebaikan individu-individu yang terlibat dalam pasar (Eppler, 2009: 133).
# Negara dalam neoliberalisme
Neoliberalisme sering diidentikkan sebagai paham yang anti negara. Sama halnya dengan liberalisme yang menentang campur tangan negara dalam hal ekonomi, neoliberalisme juga cukup anti terhadap negara, terutama terkait keterlibatan negara dalam hal ekonomi.
Sekalipun demikian, neoliberalisme tidak lantas ingin menghilangkan kekuasaan negara atau pemerintah sama sekali. Bagi neoliberalisme, keberadaan negara masih dibutuhkan. Adapun tugas negara bagi neolib adalah bertindak sebagai “watch dog” atau anjing penjaga (Deliarnov, 2006: 169).
Arti watch dog dalam istilah neoliberal ini adalah negara bertugas untuk menjadi penjaga yang memastikan praktik-praktik neoliberalisme berjalan sebagai mana mestinya. Perspektif neoliberal sendiri menyatakan bahwa bagaimana pun juga, mekanisme pasar harus berjalan tanpa batasan atau undang-undang sama sekali.
Kompetisi antar individu, antar pengusaha, antar kelompok daerah adalah hal yang menguntungkan bagi pasar dan masyarakat. Akan tetapi, ada kalanya aturan neoliberal berjalan menyimpang. Pada kondisi seperti inilah, negara dapat menggunakan kekuasaannya untuk menciptakan atau memaksakan sistem yang dapat mengembalikan keseimbangan pasar dan kebebasan individu.
Jadi, negara neolib harus bisa memastikan keberlangsungan neolib dengan baik, tanpa ikut campur dalam urusan ekonomi. Selain itu, negara neolib harus mampu berinovasi terus menerus agar dapat bersaing dengan negara lain di pasar global (Harvey, 2007: 65).
Peran pemerintah dalam neoliberal adalah menciptakan kerangka regulasi demi memastikan praktek neoliberal berjalan baik. Pemerintah berkewajiban membuat kerangka yang tepat agar setiap individu dapat bekerja dan mengejar tujuannya masing-masing. Pemerintah harus mampu mengembangkan teknik-teknik baru dalam mengontrol rakyat, tanpa ada tanggung jawab terhadap rakyat (Deliarnov, 2006: 168-169).
Artinya, pemerintah dalam negara neolib tidak mengemban tanggung jawab dalam menjamin kesejahteraan umum. Tidak ada tugas untuk subsidi dan memberikan tunjangan atau fasilitas lain bagi rakyat.
Penerapan Neoliberalisme
Implementasi neoliberalisme sebagai sebuah faham tentu membutuhkan adanya legitimasi dari masyarakat dunia. Yang paling efektif adalah dengan adanya pengaruh negara. Ketika negara memutuskan untuk menerapkan prinsip neoliberalisme, maka penerapan neoliberalisme dapat berlangsung di berbagai ranah, meliputi media, pendidikan, sosial masyarakat, dan berbagai aspek kehidupan lain dalam masyarakat.
Dalam proses penerapan neoliberalisme, pemerintah juga perlu membntuk opini publik agar publik mendukung neoliberalisme dan segala prakteknya. Dengna begitu, prinsip neoliberal dapat berjalan dengan lancar.
Upaya penanaman faham yang kuat dapat dilakukan melalui aspek politik. Langkah awal yang dilakukan misalnya dengan menyebarkan ideologi ini lewat partai politik hingga pada akhirnya kaum neolib mengambil alih kekuasaan negara (Harvey, 2005: 40).
Implementasi neoliberalisme dalam suatu negara
Penerapan neoliberalisme oleh pemerintah, dapat dilihat dalam ciri-ciri berikut ini :
- Deregulasi dan debirokratisasi yang membuat campur tangan pemerintah dalam ekonomi dikurangi.
- Privatisasi dan penghapusan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
- Pengurangan dan penghapusan program bantuan pemerintah dan pajak (Deliarnov. 2006: 175).
Proses penerapan neoliberalisme dapat ditanamkan lewat berbagai upaya untuk mendapatkan hak dalam institusi kepemerintahan. Hak atau kewenangan ini bisa diperoleh lewat akses pembuatan kebijakan, kerangka legalitas, kepemerintahan, mekanisme pasar, dan partisipasi demokrasi. Namun, proses ini seringkali mengabaikan sektor riil, investasi, maupun pengembangan produksi secara langsung (Craig, Porter, 2006: 14).
Demokrasi dalam neoliberalisme
Dalam doktrin neoliberalisme, terdapat keyakinan bahwa “demokrasi adalah sistem politik terbaik, dan ekonomi pasar bebas adalah sistem ekonomi yang terbaik”. Bagi neolib, ekonomi pasar bebas dan ketiadaan campur tangan negara dianggap sebagai dasar utama dalam demokrasi yang sebenarnya (Friedman, 2003: 2-3).
Akan tetapi, sebetulnya, prinsip neoliberalisme senditi tidak sepenuhnya sejalan dengan demokrasi. Neoliberalisme cenderung melihat demokrasi sebagai sebuah ancaman yang dapat membatasi kebebasan individu. Ini terjadi lantaran potensi demokrasi yang dapat digiring oleh kelas menengah sehingga seringkali menjadi representasi kelas menengah dalam upaya menciptakan stabilitas politik.
Padahal, dengan adanya stabilitas politik yang dibangun lewat berbagai kebijakan dan regulasi yang berpusat pada pemerintahan rakyat, hal ini justru berpotensi menekan hak kebebasan individu (Harvey, 2005: 66).
Meski tidak sejalan, akan tetapi neoliberal tetap berpura-pura menghargai konsep demokrasi karena demokrasi ini masih dianggap sebagai alat paling relevandalam mengimplemtasikan prinsip-prinsipnya. Hanya saja, demokrasi dalam neoliberalisme tidak lantas serta merta dibiarkan bebas atau menyerahkan berbagai kebijakan pada rakyat.
Dalam demokrasi neolib, rakyat dibiarkan mengharap keuntungan ekonomi dari berbagai kebijakan pemimpin yang mereka pilih. Namun, sesungguhnya struktur kekuatan politik yang dibentuk adalah demi kepentingan pasar modal, kekuatan korporasi, perserikatan, kelompok kepentingan khusus, dana kampanye politik, serta untuk mendapat pengaruh dalam pembuatan perundangan-undangan.
Dari sini, kita bisa melihat bahwa demokrasi ini menjadi alat yang dimanfaatkan oleh neoliberalisme untuk menjalankan prinsipnya. Keberlangsungan demokrasi lebih cenderung menjadi sebuah ritual. Pemerintah bertanggung jawab kepada kepentingan neolib, ketimbang pada rakyat.
Konsep demokrasi juga mengarahkan suatu negara pada pembentukan negara sebagai perusahaan. Negara sebagai fungsi perusahaan ini pun tidak diberi kewajiban dalam memperhatikan kepentingan publik secara umum (Friedman, 2003: 4).
Namun, demokrasi menyediakan kerangka berfikir untuk membentuk institusi politik, tanpa harus melalui jalan kekerasan. Ini berarti, neolib dapat membentuk institusi baru dengan alasan penyesuaian konsep lama dengan jalan mendesain perkembangan ekonomi yang baru, yakni neoliberalisme (Friedman, 2007: 154).
Dalam aspek sosial, neoliberalisme juga turut mengubah tata cara kehidupan masyarakatnya ke arah individualistik. Dalam konsep ini, masyarakat diarahkan menjadi individu yang konsumtif dan narcissistic.
Masyarakat digiring agar menjunjung tinggi kebebasan individu dan multikulturalisme. Pada akhirnya, ideologi yang berprinsip pada homo economicus ini mempengaruhi berbagai ranah kehidupan manusia termasuk dalam hal budaya perusahaan, bisnis, sistem pasar, ssitem masyarakat, lifestyle, mode, ekspresi dan praktek budaya masyarakat. Dengan kata lain, neoliberalisme menjadi identitas politik untuk menjamin berlangsungnya konsep kapitalis dan liberal (Harvey, 2005: 41).
Kritik terhadap Neoliberalisme
Neoliberalisme tidak selalu diterima oleh setiap kalangan masyarakat. Bahkan, tidak sedikit kritik yang muncul terhadap neoliberalisme. Ada juga kelompok masyarakat yang secara tegas menentang penerapan prinsip –prinsip neoliberalisme. Adapun kritik terhadap neoliberalisme, meliputi :
1# Homo economicus yang tidak sesuai dengan nilai manusia
Homo economicus menetapkan manusia ideal sebagai manusia yang memperlakukan segala hal sebagai modal untuk meraih laba, padahal mustahil menilai kemanusiaan dari perspektif Neoliberal ini karena akhirnya menilai kesempurnaan manusia akan dilihat dari daya beli (Ali, 2013 : 42).
2# Kompetisi yang tidak seimbang antara negara maju dan berkembang
Kritik terhadap neoliberalisme banyak dikaitkan dengan negara-negara berkembang yang merasa bahwa penerapan prinsip ini tidaklah sesuai untuk mendorong kesejahteraan negara-negara berkembang. Ketika negara-negara berkembang telah banyak menyerahkan aset-asetnya kepada pihak asing, dalam hal ini negara maju, maka negara berkembang akan kesulitan untuk menyeimbangkan diri dalam kompetisi pasar bebas.
Negara-negara berkembang cenderng memiliki institusi ekonomi dan politik yang belum kokoh dan terbangun dengan baik. Namun, dengan kehadiran pihak asing yang banyak menguasai aset-aset negaranya, maka sumber daya di negarinya akan banyak dikuras demi kepentingan asing. Sementara negara berkembang kesulitan untuk menolak hal ini. Sumber daya yang dimiliki negara berkembang akan tidak terlindungi dari arus perdagangan dan modal (Panggabean, 2006: 6).
3# Praktek neoliberal negara maju yang sering melanggar prinsip neoliberal sendiri
Neoliberal sering diartikan secara pendek dengan hanya berusaha mengeruk keuntungan setinggi mungkin. Pada prakteknya, negara-negara maju berupaya mendapatkan keuntungan setinggi mungkin dengan jalan meliberalisasi pasar mereka bagi barang-barang hasil industri sendiri. Namun, di sisi lain, mereka sendiri melakukan proteksi terhadap pasar domestik mereka, terutama dalam sektor vital seperti pertanian dan pangan.
Referensi:
- 2013. “WE ARE THE 99%” gerakan menolak neoliberalismedi kota Jantung kapitalisme. Jogja : UGM, Jurnal RANAH Th. III, No. 1, Mei 2013
- Amazon.com.
- Craig, D. and Porter, D. 2006: Development beyond neoliberalism? Governance, poverty reduction and political economy.London: Routledge
- 2006. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga.
- Harvey, David. 2005. A Brief History of Neoliberalism. Oxford: Oxford University Press
- Panggabean, Chris. 2006. Peran Negara Negara Pawang dan Keindonesiaan. Kompas, 22 Mei 2006, hal. 6
- Thomas Friedman. 2007. The World Is Flat: A Brief History of the Twenty-First Centur.
Materi lain: