Sinopsis Novel Sastra ‘Anak Perawan di Sarang Penyamun’
Mempelajari bahasa Indonesia, memang tidak cukup hanya dengan mengetahui ejaan yang disempurnakan saja. Kita pun perlu menengenali sejarah karya sastra, dan apa saja karya sastra lama yang ada di Indonesia. Berbagai karya sastra inilah yang menunjukkan betapa kayanya perkembangan budaya dan bahasa Indonesia.
Para pujangga jaman dulu, banyak sekali menghasilkan novel sastra. Berbagai novel sastra yang dihasilkan pun terbilang fenomenal dan cukup menarik. Ada banyak makna, penggambaran tentang cerita kehidupan dan pesan moral yang terkandung dalam setiap karya sastra mereka.
Karenanya, tak heran kalau berbagai karya sastra para pujangga ini pun selalu dikenang sepanjang masa. Sebut saja karya sastra Siti Nurbaya dan Salah Asuhan yang begitu fenomenal. Selain itu, ada juga karya sastra lain yang tak kalah fenomenal, yakni novel sastra lama berjudul Anak Perawan di Sarang Penyamun.
Sinopsis novel sastra Anak Perawan di Sarang Penyamun ini pun begitu populer hingga kini. Novel Anak Perawan di Sarang Penyamun ini merupakan karya sastra pujangga baru. Lantas, seperti apa ya sinopsis novel sastra Anak Perawan di Sarang Penyamun? Berikut adalah sinopsisnya.
Tentang buku Anak Perawan di Sarang Penyamun
Judul | : Anak Perawan di Sarang Penyamun |
Pengarang | : Sutan Takdir Alisyahbhana |
Penerbit | : Balai Pustaka |
Tahun terbit | : 1932 |
Tebal buku | : 112 halaman |
Sinopsis novel sastra Anak Perawan di Sarang Penyamun
Di tengah hutan, terdapatlah sebuah pondok. Pondok itu ditinggali oleh para laki -laki penyamun. Kepala para penyamun itu adalah Medasing. Banyak orang yang berkata bahwa Medasing adalah orang yang sangat kuat, tahan besi dan juga memiliki ilmu halimun untuk melenyapkan diri.
Suatu ketika, para penyamun ini merampok saudagar kaya raya, yakni Haji Sahak. Kala itu, Haji Sahak sedang dalam perjalanan berdagang dari Pagar Alam menuju Palembang. Namun, dalam perjalanan Medasing dan kawanannya mencegak dan merampok Haji Sahak.
Kawanan penyamun ini sangatlah kejam. Mereka membunuh Haji Sahak, istrinya, Nyi Hajjah Andun, serta rombongan lainnya. Akan tetapi, anak perawan Haji Sahak, yang bernama Sayu, tidak dibunuhnya. Sayu justru di bawa ke pondok mereka. Sayu pun terpaksa tinggal bersama para penyamun itu.
Suatu ketika, datanglah Samad. Samad adalah seorang anak buah Medasing yang biasa bertugas untuk mengintai. Samad datang ke pondok penyamun dan bermaksud untuk meminta bagian dari perampokan Medasing.
Di pondok itu, Samad melihat Sayu. Sayu adalah gadis yang sangat cantik. Karenanya, Samad pun segera jatuh hati pada Sayu. Bahkan, Samad berniat membawa Sayu lari secara diam -diam dari sarang penyamun itu. Samad pun mulai membujuk Sayu. Ia berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengantarkan Sayu pada orang tuanya.
Sayu pun merasa senang mendengar janji -janji Samad dan memutuskan untuk lari bersama Samad. Akan tetapi, belum juga niatan tersebut terlaksana, Sayu sudah bisa merasakan gelagat buruk dari Samad. Sayu pun mulai tak percaya pada Samad.
Di hari yang telah mereka sepakati, akhirnya Sayu menolak ajakan Samad untuk lari. Sayu dengan tegas lebih memilih tetap tinggal di sarang penyamun itu, meski pun dengan berat hati.
Rupanya Samad merasa kecewa. Bahkan, ia mulai berkhianat pada kelompok Medasing. Ia selalu menggagalkan perampokan Medasing selanjutnya. Akibatnya, setelah merampok Saudaragar Haji Sahat, perampokan Medasing selanjutnya selalu gagal.
Kegagalan ini lantaran Samad selalu membocorkan rahasia perampokan Medasing pada para saudagar atau para pedagang kaya yang hendak dirampok. Karenanya, para saudagar yang lewat pun selalu mempersiapkan diri dan memberikan perlawanan yang luar biasa ketika diserang oleh para penyamun ini.
Karena perlawanan ini, anak buah Medasing banyak yang terluka parah, bahkan sampai meninggal. Karena setiap perampokkan berlangsung demikian, lama -lama anak buah Medasing pun hanya tinggal satu orang, yakni Sanip.
Tentu saja Medasing merasa marah dan terpukul akibat kenyataan tersebut. Bahkan, kenyataan pahit ini masih harus bertambah ketika pada usaha perampokkan terakhirnya, Sanip pun juga harus tewas. Padahal, Sanip adalah anak buah kesayangannya.
Pada perampokan terakhir itu pula, Medasing juga mendapat luka parah. Meski terluka parah, ia tetap berhasil menyelamatkan diri. Setelah meninggalnya Sanip, dalam sarang penyamun itu, tersisalah Medasing dan juga Sayu saja.
Sayu merasa bingung apa yang harus dilakukan. Ia melihat Medasing terluka parah, sementara persediaan makanan pun semakin menipis. Sayu merasa kasihans sekaligus takut melihat Medasing. Ia hendak menolong Medasing, tapi ia juga merasa takut pada Medasing yang merupakan seorang pimpinan perampok kejam.
Medasing adalah orang yang kejam yang telah membunuh banyak orang, termasuk kedua orang tuanya sendiri. Bahkan, seluruh anak buah Medasing yang berjumlah puluhan saja tidak ada yang berani melawan Medasing.
Tapi, meski takut, akhirnya Sayu memutuskan untuk tetap menolong Medasing. Ia memberanikan diri mendekati Medasing dan mengobatinya. Tangannya yang gemetaran mencoba mengobati Medasing, tanpa bicara.
Sayu takut berbicara pada Medasing, sementara Medasing sendiri adalah orang dengan karakter yang tak suka banyak bicara. Karenanya, hanya hal -hal penting saja yang mereka bicarakan. Namun, seiring waktu berlalu, Sayu dan Medasing semakin akrab.
Setelah menjadi semakin dekat, akhirnya Medasing mulai banyak bercerita tentang pengalaman hidupnya pada Sayu. Sayu pun akhirnya tahu bahwa Medasing awalnya bukan seorang penyamun yang ditakuti. Ia adalah keturunan orang baik-baik yang kemudian salah jalan.
*Penulis: Hasna Wijayati